Tampilkan postingan dengan label biologi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label biologi. Tampilkan semua postingan

1 September 2011

Spesies, Evolusi, dan Kepunahan

Manfred: Mammoths can't go extinct; we're the biggest animals on Earth.
Diatryma Mom: Uh, what about the dinosaurs?
Manfred: The dinosaurs got cocky. They made enemies

***
Sid
: Maybe we could rapidly evolve into water creatures.
Diego: That's genius, Sid.
Sid: Call me Squid.

-Ice Age 2-

 


Film “Ice Age: The Meltdown” yang saya tonton di sebuah televisi swasta tadi siang menginspirasi saya untuk berbagi cerita seputar perkembangan terbaru seputar spesies, evolusi, dan kepunahan. Kutipan oleh Manfred si mammoth dan Sid si kukang di atas menggambarkan parodi keluguan pemahaman evolusi dan kepunahan. Mammoth, spesies gajah purba besar yang berambut dan bergading besar, punah sekitar 4500 tahun yang lalu. Sedangkan kukang, hewan yang terkenal lambat dan malas, juga tidak pernah berevolusi menjadi makhuk air, apalagi jadi cumi-cumi..

Dalam sebuah survei menyambut dua abad kelahiran Charles Darwin, lembaga riset Gallup melaporkan bahwa hanya 39% orang di Amerika Serikat percaya evolusi. Sebanyak 25% orang Amerika Serikat tidak percaya evolusi dan hanya mempercayai kreasionisme. Sisanya, sekitar 36% tidak berpendapat atau tidak menjawab. Hasil survei juga menunjukkan bahwa pilihan ini berhubungan dengan pendidikan dan religiusitas. Membaca hasil survei ini, saya jadi penasaran berapa banyak orang Indonesia yang percaya teori evolusi.

Pengertian tentang evolusi menurut saya lebih penting daripada sekedar kepercayaan saja. Dengan pengertian memadai, orang akan mampu berpendapat rasional dalam perbandingan antara evolusi dan kreasionisme. Tulisan ini bukan ingin menceritakan evolusi secara mendalam, melainkan hanya comot sana-sini saja beberapa perkembangan evolusi terakhir yang (menurut saya) menarik.

Evolusi Modern

Teori Evolusi modern berkembang seiring dengan berbagai temuan ilmiah terbaru. Teori ini merupakan gabungan berbagai cabang Biologi yang bermuara pada evolusi. Awalnya, perkembangan evolusi modern berasal dari ditemukannya kesesuaian antara teori seleksi alam Darwin dan teori genetika Mendel pada awal abad ke-20. Sangat ironis bagi Mendel karena pada mulanya publikasi genetika Mendel justru sangat anti-evolusi, bahkan secara spesifik menentang buku “The Origin of Species” tulisan Darwin.

Saat ini, teori Evolusi modern tidak lagi sesederhana teori “Darwinisme” saja. Berbagai perkembangan ilmu Biologi, khususnya Biologi molekuler, Sitologi, Biosistematik, Botani, Morfologi, Ekologi, dan Paleontologi telah membuat bangunan teori Evolusi modern lebih kokoh. Misalnya, penemuan peta genom memungkinkan peneliti membandingkan genom dan kekerabatan setiap makhluk hidup. Manusia dan simpanse memiliki kekerabatan yang sangat dekat karena peta genom kedua spesies ini mirip hingga 99% serta menghasilkan protein yang juga sangat mirip.

Beberapa temuan baru bahkan mensubtitusi pondasi awal yang dibangun oleh Darwin. Konsep pohon kehidupan (tree of life) yang diperkenalkan oleh Darwin dua ratus tahun lalu tidak memadai lagi saat transfer genetik horisontal ditemukan sepuluh tahun belakangan. Dalam perjalanan sains, konsep pohon kehidupan Darwin memang menjadi kurang relevan, tapi teori Evolusi modern sejauh ini didukung oleh berbagai temuan baru.

Modern Tree of life

Spesies: Penciptaan dan Kepunahan

Spesies merupakan pengelompokkan makhluk hidup yang mampu kawin dan menghasilkan keturunan yang mampu menghasilkan keturunan juga. Setelah 250 tahun perkembangan taksonomi, tahun 2010, diperkirakan ada 7-100 juta spesies di bumi. Dari perkiraan ini, hanya 1,7 juta spesies saja yang telah teridentifikasi, lebih dari sejuta adalah serangga. Sisanya masih belum teridentifikasi.

Pembentukkan spesies makhluk hidup baru (spesiasi) terjadi setiap saat diarahkan oleh proses evolusi dalam jangka panjang. Manusia sendiri telah mampu melakukan spesiasi buatan melalui persilangan sejak era pertanian ribuan tahun lalu. Domba modern merupakan salah satu spesies baru yang diciptakan manusia dari domba mouflon melalui domestikasi sekitar 11.000 tahun yang lalu.

File:Muffelwild12.4.2008 007.jpg

Manusia bahkan telah menciptakan spesies kehidupan sintetis dari benda mati. Tahun 2010, Craig Venter menciptakan spesies bakteri yang sama sekali baru melalui penyusunan materi DNA di laboratorium. Melalui penemuan kehidupan sintetis, konsep generation spontanea yang telah ditinggalkan sejak abad ke-19 bisa menjadi relevan kembali. Sains menerima perubahan, bahkan perubahan balik.

Kepunahan spesies makhluk hidup juga terjadi terjadi setiap saat, dengan atau tanpa kehadiran manusia. Ia adalah bagian dari proses evolusi. Selama 3,8 miliar tahun kehidupan hadir di bumi, diperkirakan 99,9% spesies yang pernah ada di bumi telah punah. Suatu spesies umumnya memiliki umur kurang dari sepuluh juta tahun, mulai terbentuk hingga kepunahannya. Meskipun begitu, beberapa spesies bertahan menjadi fosil hidup tidak mengalami perubahan selama ratusan juta tahun, misalnya kecoa telah bertahan selama 350 juta tahun hingga saat ini. Spesies manusia modern diperkirakan baru berusia 200 ribu tahun dan sangat mungkin akan punah dalam beberapa juta tahun lagi.

Belakangan baru disadari, laju kepunahan terjadi lebih cepat akibat ledakan populasi manusia. Peningkatan drastis populasi manusia hingga 6,9 miliar tahun ini menimbulkan ketidakseimbangan alam karena konsumsi berlebihan, perusakkan habitat, penyebaran penyakit, dan perubahan iklim. Harimau Bali secara resmi telah dinyatakan punah di Indonesia tahun 1937 akibat kerusakan habitat dan perburuan liar. Beberapa hari ini ada berita yang menyatakan dugaan bahwa anoa dan babi rusa telah punah di Sulawesi Utara. Spesies orang utan, badak jawa, dan komodo akan menunggu kepunahan beberapa (puluh) tahun lagi.

Dengan perkembangan biologi molekuler, saintis berupaya menghadirkan spesies yang telah punah melalui metode kloning. Memang belum ada upaya yang berhasil hingga saat ini, tapi perkembangan pesat biologi molekuler memberikan harapan. Museum Australia di Sidney memulai proyek kloning harimau Tasmania (Thylacine) tahun 1999. Thylacine merupakan karnivora berkantung dari Australia yang punah pada awal abad ke-20. Proyek Thylacine yang kontroversial ini sempat dihentikan tahun 2005 dan kembali dilanjutkan pada tahun yang sama dan berkembang hingga saat ini. Apakah mungkin manusia bisa menghentikan kepunahan? Apakah mungkin mammoth akan kembali muncul di bumi? Kita tunggu saja perkembangan penelitian ini.

Last Tasmanian Tiger, Thylacine, 1933

Epilog

Evolusi adalah paradigma sentral dalam Biologi. Theodosius Dobzhansky, salah satu pendiri teori Evolusi modern mengatakan bahwa tidak ada yang masuk akal dalam Biologi kecuali dalam kerangka evolusi. Ia adalah pendukung evolusi modern sekaligus seorang Kristen orthodoks yang taat. Dalam upayanya mendamaikan sains dan religiusitas Dobzhansky mengatakan:

Apakah fakta evolusi bertentangan dengan keimanan agama? Tidak. Adalah sebuah kekeliruan untuk menggunakan kitab suci sebagai teks dasar astronomi, geologi, biologi, dan antropologi. Simbol yang ditafsirkan tidak sebagaimana mestinya akan menimbulkan konflik yang khayal dan tak terpecahkan. Kekeliruan ini malah menimbulkan penghinaan: Sang Pencipta dituduh merencanakan penipuan..

15 Agustus 2011

Puasa dalam Perspektif Biologi

Ramadan selalu spesial bagi saya. Posting blog saya beberapa tahun terakhir banyak sekali bercerita tentang rangkaian ritual tahunan Islam ini. Saya sempat berceloteh tentang kekhawatiran dan protes terhadap ritual Ramadan, hingga fenomena Ramadan khas Indonesia: mudik.

Tradisi Ramadan memang tidak pernah habis melahirkan bermacam inspirasi. Apakah lapar dan haus akibat puasa memicu kreativitas? Ataukah rangkaian Ramadan secara lebih luas-lah yang sebenarnya menghadirkan berbagai ide liar? Ramadan di Indonesia memang tidak lagi sesederhana ibadah puasa saja, melainkan telah berevolusi menjadi dinamika sosial ekonomi tersendiri.

Menyambut Ramadan tahun ini, saya mengamati ritual puasa dalam perspektif biologi. Tamasya intelektual saya sempat menemukan sudut pandang biologi tentang ritual umat Islam sedunia ini.

Ramadan memang bukan hanya punya umat Islam saja. Para saintis di seluruh dunia juga punya hajat tersendiri pada bulan suci umat Islam ini. Melalui ritual puasa Ramadan, para saintis mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi dalam tubuh manusia.

Ramadan menjadi fenomena penting untuk para peneliti dalam mempelajari ritme circadian (jam biologis). Orang yang melakukan Puasa Ramadan secara sengaja mengubah ritme biologis tubuh mereka. Pengetahuan tentang perubahan mendadak ini akan membantu pemahaman mekanisme kerja tubuh manusia secara lebih komprehensif.

Salah satu aspek penting dalam puasa adalah menahan lapar dan dahaga mulai dari terbit hingga terbenam matahari. Artinya, ketika berpuasa tubuh tidak mendapatkan pasokan suplai makan dan minum selama lebih dari 12 jam. Untuk merespon hal ini, fisiologi tubuh akan menyesuaikan diri terhadap perubahan jadwal makan-minum dan pola tidur ini.

Selama bulan Ramadan, umumnya sahur dilakukan tengah malam menjelang waktu subuh. Pada bulan lain, biasanya masa ini digunakan untuk tidur. Perubahan jadwal biologis ini akan menciptakan perubahan ritme tidur, hormon, dan bahkan kadang suasana hati (mood). Perubahan ritme tidur akan menyebabkan pengurangan fase tidur slow-wave dan rapid eye movement (REM) yang berfungsi dalam proses pemulihan/penyegaran.

Oleh karena itu, orang yang melakukan sahur menjelang subuh biasanya mengalami kantuk di siang hari. Kalau tidak percaya, silakan membuktikan sendiri dengan mengunjungi mesjid/mushalla terdekat selepas jadwal Dzuhur di bulan Ramadan. Saya jamin Anda akan melihat banyak tubuh yang berserakan di sana..

Tidur siang setelah Dzuhur

Dalam kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Ghazali terdapat hadits bahwa “Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah”. Terlepas dari perdebatan bahwa hadits ini dhaif/lemah, pernyataan ini bisa jadi merupakan respon para ulama terhadap fenomena perubahan mendadak pada jadwal biologis manusia normal yang menyebabkan penurunan produktivitas ini.

Ritual puasa juga secara signifikan menurunkan ketangkasan fisik, misalnya pada ketahanan otot atau periode respon dalam waktu lama. Penelitian pada pemain sepak bola menemukan bahwa ketika berpuasa, kemampuan lari sprint dan kelincahan dalam waktu singkat memang tidak mengalami perubahan. Meskipun begitu, kapasitas aerobik, ketahanan dan kemampuan lompat atlet dalam jangka waktu lebih dari 30 menit akan turun secara signifikan.

Kajian sains tentang hubungan puasa dengan aktivitas fisik mestinya akan makin menggeliat setahun ke depan. Pasalnya, Olimpiade London 2012 akan bertepatan dengan jatuhnya bulan Ramadan. Awal Ramadan tahun depan diperkirakan akan jatuh pada 21 Juli 2012, seminggu sebelum Olimpiade London dimulai (dan hingga selesai). Apalagi diperkirakan bakal ada 3000 atlet beragama Islam akan berpartisipasi pada pesta olahraga dunia ini.

Salah satu alternatif menarik untuk tetap puasa selama aktivitas fisik yang intensif ini adalah sebuah kajian sains nutrisi yang meneliti bagaimana cara ‘membohongi’ otak ketika sedang puasa. Penelitian ini menunjukkan bahwa berkumur dengan cairan karbohidrat ternyata secara signifikan dapat meningkatkan performa para atlet. Air gula ternyata mengaktivasi area otak yang bertanggung jawab terhadap motivasi dan ganjaran.

Penelitian ini memberikan tugas lagi kepada ulama Islam untuk merumuskan kembali hukum puasa. Bagaimanakah hukum berkumur dengan air gula saat berpuasa? Apakah membatalkan puasa? atau hukumnya makruh? atau selama masa Olimpiade malah dianjurkan, mengingat membela negara hukumnya wajib?

Di sinilah tergambar bagaimana dinamisnya tugas para sarjana agama melayani pertanyaan umat agamanya. Tugas sarjana agama tidak sesederhana menilai hukum halal/haram rebonding. Mereka juga harus mengerti ilmu secara luas, termasuk sains, untuk menjawab tantangan umat masa kini.

***

Meskipun eksperimen laboratorium membuktikan bahwa puasa menurunkan performa fisik, sangat jarang orang yang berpuasa menyatakan bahwa ritual ini menurunkan prestasi. Banyak pelaku puasa merasa lebih fokus, bahkan memberikan keunggulan dibanding periode lain.

Sejarah Islam sendiri mencatat bahwa kemenangan pada perang Badr terjadi ketika Nabi Muhammad dan sahabat berpuasa pada Ramadan tahun kedua Hijriah. Proklamasi Indonesia juga terjadi pada bulan Ramadan, ketika Bapak pendiri bangsa ini sedang melaksanakan ibadah puasa.

Dalam ranah sains, analisa tentang hubungan korelasi dan kausalitas antara puasa dan performa masih diteliti lebih lanjut. Secara umum, pengetahuan baru akan meningkatkan pemahaman kita sendiri tentang mekanisme tubuh manusia. Secara praktis, Olimpiade tahun depan akan menunggu penelitian ini.

Mo Sbihi

Mohamed “Mo” Sbihi, seorang atlet dayung muslim asal Inggris, memutuskan akan menunda puasa pada Olimpiade London 2012. Dia bukan orang awam. Mo adalah muslim yang taat. Dia juga menyandang pendidikan tinggi dengan disertasi tentang performa atlet tanpa makan dan minum. Mo mengetahui ada trade-off antara puasa dan potensi penurunan performanya. Dan dia memutuskan akan menunda puasa Ramadannya tahun depan.

Mo tidak yakin apakah Imam masjidnya akan menyetujui keputusannya untuk menunda Ramadhan. Ia mengatakan, "Cara saya melihatnya seperti itu. Selama aku cepat, saya melakukannya di mata Allah, bukan di mata masjid lokal saya. Aku mungkin salah. Tapi, itu adalah cara saya melakukannya.”

Dalam posisinya, Mo berijtihad menggunakan pengetahuannya di bidang sains. Bagaimana kalau Anda yang berada pada posisinya?

Inspirasi:

Labs explore health effects of Ramadan

How Muslims can win Olympic gold during Ramadan

 

3 April 2011

Celotehan tentang Kematian (2)


Kehidupan setelah mati memang benar terjadi. Setidaknya, sejumlah kehidupan baru akan muncul menggunakan jasad telah mati sebagai makanannya. Penelitian forensik mengenai pembusukan tubuh yang mengalami kematian berkembang pesat. Penelitian ini memberikan gambaran fase kimiawi dan biologis yang terjadi setelah jasad dimakamkan.

Tepat setelah kematian, jasad mulai mendingin hingga menyesuaikan dengan suhu lingkungan. Dalam jasad yang telah mati, metabolisme tidak lagi terjadi sehingga proses regulasi suhu tubuh sudah tidak terjadi lagi. Suhu tubuh akan menurun sekitar 0,83 derajat Celsius setiap jam. Dalam dunia medis, hal ini dikenal dengan algor mortis.
Ketika saya melihat Almarhum Nenek untuk terakhir kali, sekitar 17 jam setelahmeninggal, tubuh beliau telah kaku. Istilah medisnya rigor mortis. Secara alami, jasad manusia mengalami kekakuan setelah meninggal lebih dari 3jam hingga mencapai maksimalnya setelah 12 jam karena terjadinya perubahan kimiawi dalam otot. Sekitar 72 jam kemudian, bergantung kondisi lingkungan, jasad yang telah mati berangsur-angsur akan kembali melunak. 
Kira-kira setelah tiga hari, proses pembusukan akan dimulai. Tahap yang awal terjadi disebut tahap pembusukan segar. Tahap ini ditandai dengan proses autolisis atau `cerna-diri. Enzim merupakan zat yang digunakan untuk berbagai proses dalam tubuh, termasuk diantaranya mencerna makanan. Proses autolisis terjadi saat enzim yang terdapat dalam sel tubuh tidak lagi dapat dikendalikan dan mencerna strukturnya sendiri. Hal ini menyebabkan cairan yang terdapat di dalam sel (intraselular) keluar. 
Berbagai jenis bakteri terdapat secara normal tubuh manusia, biasanya disebut flora normal tubuh manusia. Cairan yang keluar dari sel yang telah mati akan bertemu bakteri yang merupakan agen utama pembusukan. Koloni bakteri ini terutama terletak pada tempat yang berhubungan dengan dunia luar. Cairan yang keluar dari sel ini mengandung banyak makanan untuk bakteri. Ketika makanan tiba-tiba berlimpah, koloni bakteri akan berkembang biak secara cepat. Populasi bakteri yang semakin meningkat akan mempercepat kembali proses pembusukan. 
Pada bagian luar jasad, tanda-tanda entomologis juga mulai muncul. Larva lalat akan bertumbuh dimulai dari bagian luar jasad. Lalat akan meletakkan telurnya pada berbagai titik masuk tubuh manusia, seperti misalnya mata, mulut, luka terbuka, dan kelamin. Hal ini bertujuan untuk memudahkan larva lalat muda mencari makanan. Larva lalat yang masih muda tidak dapat menembus kulit, sehingga perlu diletakkan pada tempat yang mudah menjangkau makanan. Ketika mulai dewasa, larva lalat mampu menembus kulit dan memakan lemak di bawah kulit ini. Dalam kajian forensik, salah satu cara memperkirakan waktu kematian melalui petunjuk umur larva lalat yang terdapat pada jasad.  
Setelah mengalami proses pembusukan segar, tubuh mulai mengalami proses penggembungan. Metabolisme bakteri dalam tubuh yang mencerna jasad mati ini menghasilkan gas buangan. Sering kali, pada proses pengembungan ini, jalan untuk gas ini telah tertutup, bisa karena terurai atau tersumbat. Bila hal ini terjadi, maka tubuh akan mengembung sebagai akumulasi gas sisa metabolisme yang terbentuk saat proses pembusukan. Tekanan gas di dalam jasad yang sangat tinggi dapat menyebabkan tubuh yang telah mati ini meletup. Akibat letupan ini, dari luar jasad akan terlihat seperti tercabik seperti luka cambuk. Terbukanya jalan udara ini akan memudahkan agen-agen pembusuk lain dapat masuk ke dalam jasad dan semakin mempercepat proses pembusukkan.
Selanjutnya setelah proses penggembungan terjadi, jasad mulai mengalami proses pembusukan lanjut dan penguraian. Setelah tiga minggu, organ lunak dalam tubuh mencair dan meleleh dari berbagai rongga tubuh dan terserap ke tanah. Organ lunak, seperti bagian pencernaan, paru-paru, dan otak merupakan bagian pertama yang meleleh dan keluar tubuh diserap tanah. Kemudian, bagian luar tubuh mulai amblas karena isinya telah keluar.
Pada proses pembusukan lanjut dan penguraian, otot yang merupakan jaringan yang lebih keras akan dimakan oleh serangga karnivora. Jaringan kulit kadang terurai kadang pula tidak, tergantung pada kondisi lingkungan. Dalam kondisi lingkungan yang terlalu kering dan panas, penguraian kulit tidak terjadi karena bakteri sangat sensitif terhadap suhu dan kelembaban. Jaringan kulit yang tidak terurai dan yang tersisa akan mirip dengan cangkang manusia yang tidak terurai.
Proses mumifikasi (pembuatan mumi) salah satu tahapannya adalah  mengeluarkan seluruh organ dalam yang lunak untuk mencegah proses pembusukan. Kemudianjaringan lainnya, termasuk kulit, tetap diawetkan untuk menjaga kemiripan dengan bentuk aslinya.
***
Proses penguraian tubuh yang mati berjalan sangat efisien. Dalam beberapa bulan saja, hampir semua bagian tubuh telah terurai. Yang tersisa hanyalah bagian yang sulit terurai (misalnya tulang).  Melalui proses penguraian, jasad masuk kembali ke dalam siklus kehidupan-kematian; dan menjadi bagian alam. From ash to ash, from dust to dust..

Inspiration:

16 Januari 2011

Celotehan tentang Evolusi Manusia (1)

Saya agak heran karena belakangan ini saya jarang menemui orang yang tidak mempercayai teori evolusi. Bukannya apa-apa, pengalaman saya sewaktu kuliah di jurusan Biologi, bahkan ada dosen Biologi sendiri yang tidak mempercayai teori evolusi dan mengatakan pada mahasiswa bahwa teori ini bohong belaka. Pada pusat pendidikan yang mengkaji proses evolusi, ada pendidiknya yang tidak mempercayai terjadinya proses evolusi ini. Saya jadi jadi bertanya-tanya, apa mungkin saat ini konsep evolusi sudah diterima luas? Atau jangan-jangan jaringan pertemanan saya sendiri tidak terlalu luas dan homogen sehingga menemui orang yang cenderung sepemikiran saja?

Bahasan evolusi yang sering menjadi kontroversi ialah evolusi pada manusia. Sering ada yang tersinggung dengan pernyataan bahwa nenek moyang manusia adalah kera. Lebih dari satu abad yang lalu, Thomas Huxley mengatakan nenek moyang manusia adalah kera. Argumen yang diajukan Pak Thomas adalah bahwa terdapat banyak kemiripan antara manusia dan kera. Tetapi perbedaan antara manusia dan kera jadi terlihat sangat jauh kalau kita melihat kapabilitas mental dan perilaku moral antara kedua spesies ini. Mari kita bahas mengenai evolusi yang terjadi pada manusia sehingga terdapat perbedaan sangat signifikan antara manusia dan kera.

***

Populasi manusia (Homo sapiens) telah berkembang pesat dan menyebar luas sejak 50 ribu tahun terakhir. Diperkirakan populasi manusia pada tahun 9000 SM hanya ada sekitar 5 juta saja. Akan tetapi dengan perkembangan yang pesat ini, ukuran populasi manusia saat ini diperkirakan sekitar 6,9 miliar.

Bandingkan dengan kera yang secara genetik dekat dengan manusia dan juga memiliki kecerdasan yang tinggi, yaitu orang utan (Pongo pygmaeus). Hewan ini tidak dipertimbangkan sebagai spesies yang sukses. Populasinya terbatas di Indonesia saja dan jumlahnya sangat kecil, bahkan terancam punah. Studi oleh pemerintah RI tahun 2007 memperkirakan bahwa populasi orang utan tinggal sekitar 61 ribu saja.

Ukuran populasi manusia yang 100 ribu kali lebih tinggi dibandingkan orang utan menyebabkan peluang terjadinya mutasi lebih tinggi. Angka terjadinya mutasi yang tinggi ini menyebabkan  proses evolusi pada manusia terjadi lebih cepat. Dalam 10 ribu tahun terakhir, perubahan genom manusia terjadi sangat cepat, mengubah mulai dari sistem pencernaan hingga tulang manusia. Laju evolusi ribuan tahun terakhir ini jauh lebih besar daripada laju evolusi jutaan tahun sebelumnya. Perbandingan jangka panjang antara laju evolusi manusia dan laju evolusi simpanse, keluarga kera yang juga dekat dengan manusia, mencapai 10 hingga 100 kali.

Manusia memulai kebudayaan pertanian sekitar 10 ribu tahun yang lalu. Proses bercocok tanam dan beternak hewan mulai dilakukan. Aktivitas baru ini membutuhkan konsentrasi populasi manusia pada suatu tempat. Banyaknya individu manusia pada suatu tempat membuat berbagai penyakit menjadi lebih berbahaya, seperti misalnya pada penyakit malaria dan tuberkolosis.

Pola makanan juga mulai berubah mengikuti kebudayaan pertanian. Kekurangan daging dan kekurangan nutrisi secara umum menyebabkan postur tubuh lebih pendek serta gigi dan otak mengecil. Volume otak manusia mengecil dari 1500 cc menjadi 1350 cc dalam 20 ribu tahun terakhir.

Akan tetapi, gen yang baru muncul dari proses evolusi membuat populasi manusia dapat bertahan bahkan sukses berkembang. Misalnya, ada gen membuat manusia dewasa tetap bisa mencerna susu sehingga mengurangi terjadinya kekurangan nutrisi. Sebagai pertahanan tubuh, muncul pula gen yang bertanggung jawab pada kekebalan manusia terhadap penyakit malaria.

Dalam keseluruhan populasi manusia, tidak semua bagian mengalami laju evolusi yang sama. Populasi manusia Afrika mengalami laju evolusi yang lambat. Peyebaran manusia di mulai dari Afrika sehingga populasi awal manusia di Afrika sudah terbiasa hidup di daerah ini dan tidak perlu menyesuaikan terhadap iklim baru.

Pada daerah subtropis seperti di Eropa dan Asia Timur, laju evolusi manusia menjadi lebih tinggi karena kebutuhan adaptasi di daerah dan iklim baru ini. Misalnya, gen yang bertanggung jawab untuk warna kulit dan warna mata yang lebih terang muncul belakangan karena kebutuhan adaptasi ini.

Jadi, saya mengerti kalau James D. Watson, sang peraih nobel dan penemu bentuk struktur double helix rantai DNA, mengatakan bahwa orang Afrika secara genetis lebih tertinggal daripada orang Eropa. Salah satunya dapat diamati dari tingkat kecerdasan IQ-nya. Pembahasan seputar masalah ini telah saya tulis pada posting sebelumnya.

***

Melihat fenomena ini, saya jadi berpikir bagaimana menyikapi perbedaan antarmanusia ini. Arah dan kecepatan evolusi antarmanusia saja sudah sangat berbeda. Bagaimana menyikapi perbedaan ras yang secara alami muncul dari ekspresi genom manusia? Lalu bagaimana dengan berbagai pemisahan buatan manusia belakangan, macam agama, suku, dan negara?

Apakah kita cukup berusaha mencari persamaan saja? Atau sebenarnya kita akhirnya perlu menelanjangi perbedaan-perbedaan kita?

Lantas apa jadinya kalau kemudian kita tahu bahwa tiap manusia tidak satupun ada yang sama? Akankah kita siap melihat populasi kita apa adanya?

Reference :
Culture Speeds Up Human Evolution
Shrinking of the Human Brain and the Lesser Intelligent Race

23 Mei 2010

Dan Manusia Menciptakan Kehidupan

Proses penciptaan kehidupan adalah ranah ketuhanan. Kita selalu berpikir ada sesuatu yang lebih di dalam sesuatu yang hidup selain atom-atom penyusunnya yang saling berinteraksi satu sama lain. Ada sesuatu yang kita sebut ruh atau nyawa yang merupakan daya hidup yang ditiupkan Tuhan saat sesuatu dibangkitkan dari materi yang mati menjadi kehidupan. Apa jadinya kalau manusia menemukan cara menciptakan kehidupan dari materi yang mati? Apakah dengan ini manusia mengambil alih hak penciptaan kehidupan dari Tuhan?

Hal ini menjadi pertanyaan filsuf, pakar bioetika, saintis, dan orang-orang lain yang peduli ketika dua orang biolog, Craig Venter dan Hamilton Smith berhasil menciptakan kehidupan dari benda-benda yang mati. Mereka berhasil membiakkan bakteri yang mampu bereproduksi secara mandiri dari materi genetik yang disintesis sendiri di laboratorium mereka. Mereka menciptakan kehidupan sintesis.

imageSetelah 15 tahun melakukan riset puluhan jutaan dolar, beberapa hari yang lalu Venter dan Smith mengumumkan telah melakukan sintesis kehidupan pertama kali. Perkembangan penelitian ini telah diamati oleh publik selama lebih dari satu dekade dengan beberapa keberhasilannya, mulai dari penemuan pertama kali urutan utuh DNA dari makhluk hidup (bakteri), kemudian penemuan urutan utuh DNA manusia pertama (DNA milik Venter sendiri), hingga saat ini adalah penemuan sintesis kehidupan.  Selama periode ini, karier Craig Venter sendiri mengalami pasang surut, mirip dengan perkembangan penelitiannya panjangnya ini. Ia berpindah ke berbagai pusat penelitian, dan akhirnya memulai sendiri pusat penelitiannya.

 

Penemuan sintesis kehidupan ini mungkin terlaksana berkat kemajuan bioteknologi yang sangat pesat. Proses sequencing (mengurutkan) dan sintesis DNA  semakin cepat sehingga mempersingkat waktu penelitian. Di samping itu, biaya sequencing dan sintesis DNA ini juga menurun selama satu dekade terakhir. Mungkin hal ini dapat dijelaskan dengan Hukum Gordon Moore dalam kepesatan perkembangan teknologi komputer. Pengembangan bakteri buatan ini sendiri melibatkan satu juta pasang basa DNA sintesis, sekitar seratus kali lebih panjang dari sintesis virus polio yang dilakukan oleh Eckard Wimmer pada tahun 2002.

Banyak kritik yang berkembang menanggapi klaim penciptaan kehidupan ini. Ada beberapa saintis yang mengkritik mengenai keabsahan metode dan teknik penelitian Venter. Ada pula kritik yang menyangkal bahwa penemuan ini dapat dikatakan dengan istilah “penciptaan kehidupan”. Halaman depan majalah The Economist minggu ini mengatakan, “Pedants may quibble..” (artinya silakan cari sendiri ya). Memang benar bahwa penemuan ini hanya menggantikan seluruh informasi genetik dalam bakteri, sedangkan spare part lain untuk menjalankan proses kehidupan pertama kali pembentukannya diambil dari “cangkang” bekas makhluk hidup yang telah mati.

Meskipun begitu, dengan kemampuan kehidupan buatan manusia ini bereproduksi secara mandiri, menurut saya istilah “sintesis kehidupan” adalah tepat. Keberhasilan bereproduksi secara mandiri menunjukkan bahwa informasi genetis hasil sintesis dapat mereplikasi kehidupan selanjutnya. Hal ini berarti makhluk baru ini telah berhasil membuat spare part baru untuk para keturunannya. Di samping itu, penelitian tentang produksi spare part sel juga telah berkembang dengan baik. Tahun lalu, George Church dari Harvard University telah berhasil menciptakan ribosom buatan yang merupakan pabrik spare part di dalam sel.

***

Kalau boleh didramatisir, cara kita memandang diri kita dan dunia tempat kita hidup ini akan berbeda setelah penemuan cara menciptakan kehidupan. Pada novel terkenal jaman dulu, Victor Frankenstein dibuat dari spare part dari tubuh orang mati yang kemudian dialirkan kilat untuk memberikan ruh kehidupan. Di masa depan, mungkin blue print kehidupan akan disusun dalam sebuah software komputer untuk kemudian dapat dicetak menjadi kehidupan sebenarnya. Software Microsoft Life atau Adobe DNAmaker bisa jadi akan siap dipasarkan kurang dari satu dekade lagi.

image

Dari sudut kualitas kemanusiaan, taraf kehidupan kita akan berubah secara drastis. Sintesis kehidupan memindahkan babak perkembangan kemanusiaan dari era teknologi informasi ke  era bioteknologi. Di masa depan, kita akan melihat berbagai fenomena yang terjadi miliaran tahun dapat dipersingkat prosesnya menjadi beberapa tahun, bulan, hari, bahkan jam saja. Kalau perut bumi mampu memproduksi minyak bumi selama puluhan juta tahun, bakteri artifisial di masa depan mungkin hanya membutuhkan beberapa jam saja untuk membuat minyak solar dari bakteri. Kalau kehidupan terus menemukan model yang sesuai dengan lingkungan dalam empat miliar tahun melalui mekanisme evolusi, manusia menemukan hal ini hanya beberapa waktu saja.

Saya jadi membayangkan berbagai implikasi sebagai akibat penemuan ini. Sisi positifnya adalah  sumber energi tidak lagi diperebutkan dengan produksi energi alternatif yang berlimpah; zat pencemar dapat terurai dengan mudah dengan bioremediasi modern; perubahan iklim dapat diatasi dengan perkembangan revolusi hijau; teknologi kesehatan akan bertambah baik dan murah, meneruskan perkembangan pengetahuan immunologi, endotel, dan rekayasa genetika; ekonomi akan menemukan definisi baru, ia bukan lagi studi tentang scarce resources allocation melainkan abundant resources allocation. Mengenai penemuan ini, saya jadi ingat teknologi replikator makanan di seri Startrek. Tinggal katakan makanan apa yang kita inginkan, maka makanan ini akan keluar dari mesin ini. Kalau teknologi seperti itu sudah berhasil ditemukan, apa lagi fungsi uang?

image

Meskipun begitu, sisi negatif – atau setidaknya potensi negatif – tetap mengekor pada lompatan inovasi macam ini. Penemuan sintesis kehidupan akan mirip dengan penemuan nuklir. Ia juga memiliki potensi mengancam kemanusiaan, salah satunya dengan potensi pengembangan bentuk senjata biologis baru. Teroris atau hacker muda yang serampangan bisa jadi menciptakan senjata biologis baru yang berbahaya. Resiko kecelakaan akibat ketidaksengajaan, misalnya makhuk hidup baru ini tidak sengaja lolos dari laboratorium, juga mungkin terjadi meskipun resikonya dapat ditekan menjadi semakin rendah.

Resiko berbahaya akibat teknologi sintesis kehidupan ini bisa ditangani dengan peraturan yang ketat seperti perlakuan internasional terhadap teknologi nuklir. Saat ini untuk menanggapi penemuan ini, Presiden AS telah meminta komisi bioetika di pemerintahannya untuk melakukan kajian lengkap selama enam bulan mengenai teknologi sintesis kehidupan. Sebagai alternatif, dengan berkembangnya era keterbukaan, kebijakan open source dapat jauh lebih ramah terhadap lompatan inovasi. Open source akan membuat perkembangan penemuan berguna menjadi tidak terhambat untuk mencegah resiko penemuan berbahaya.

***

Dari sudut pandang filosofis, konsep kehidupan kembali dapat dipertanyakan. Apakah kehidupan biologis itu mekanik sama seperti mekanika Newton? Dengan kemampuan menciptakan kehidupan, apakah kita akan berpandangan kehidupan biologis semakin dapat diprediksi dan tentunya dimanipulasi? Kalau dulu evolusi mengambil alih perkembangan kehidupan melalui mekanisme mutasi dan seleksi alam, penemuan sintesis kehidupan ini memindahkan mekanisme kendali alam ke mekanisme tangan manusia. Yang pasti, kajian bioetika akan semakin marak dengan adanya penemuan ini. Dan juga kita akan menunggu perdebatan macam Harun Yahya terhadap evolusinya.

Bagaimana dengan konsep ketuhanan? Penemuan sintesis kehidupan akan mendefinisikan kembali konsep ketuhanan, seperti sejarah penemuan teknologi lainnya yang terus meredefinisi konsep ketuhanan. Istilah “Playing God” tertulis dalam berbagai komentar dan kritik terhadap penemuan teknologi ini, seperti dulu ketika pemahaman heliosentris dan nuklir berkembang.  Entah bagaimana konsep ketuhanan nanti akhirnya, tapi yang pasti ia akan terus berubah seiring dengan waktu.

Dahulu kala, ketika manusia masih tergantung dengan alam, benda-benda yang menentukan hajat hidup manusia dipertuhan. Kita mengenal era Dewa matahari di masyarakat pertanian, Dewa bulan di masyarakat penggembala padang pasir, dan Dewa sungai, gunung, atau hutan pada masyarakat yang tinggal dekat tempat-tempat ini. Dan ketika manusia mulai dapat mengendalikan alam, manusia membangun konsep keilahian untuk menjelaskan berbagai fenomena yang tidak dapat dijelaskan. Tuhan menjadi pencipta dan pengatur yang terlibat langsung dengan dengan kehidupan di dunia.

Saat ini, makin banyak fenomena yang mampu dijelaskan oleh manusia. Dengan penemuan ini saja, fenomena kehidupan yang dulu merupakan urusan ketuhanan telah diketahui mekanismenya oleh manusia. Jadi ke mana konsep ketuhanan akan mengarah? Mungkin saja atheisme akan menjamur dengan banyaknya orang yang menyerah terhadap ketuhanan. Meskipun begitu, tetap saja banyak manusia yang membutuhkan spiritualitas, menyerahkan sesuatu yang tidak ia pahami atau mampu lakukan terhadap ‘sesuatu’ yang didefinisikan Tuhan.

Mungkin pemahaman ketuhanan akan bergerak ke arah transendensi. Tuhan yang tidak bisa dideteksi oleh indera, tidak terpikirkan oleh akal logika rasional, dan tidak tercakup imajinasi manusia. Tuhan yang tidak begini dan tidak begitu, tidak ada yang menyerupai-Nya. Dengan begini, maka Tuhan yang tidak terlibat dengan dunia. Mungkin seperti kata Ibnu Rusydi menanggapi kritik Al-Ghazali terhadap filsuf: Tuhan tidak mengetahui hal-hal yang kecil. Mungkin Dia menyerahkannya kepada manusia.

5 Maret 2010

Delhi-India : Elang di atas kepala (Bagian Kedua)

Jangan salah paham, saya sendiri sangat mengagumi India sebagai sebuah masyarakat. Selama lebih lima ribu tahun, mulai dari tiga ribu empat ratus tahun sebelum Masehi di lembah Indus hingga saat ini menjadi sebuah negara anak benua India bukanlah waktu yang pendek untuk membangun sebuah kebudayaan. Dari bencana alam ke bencana alam, krisis politik ke krisis politik lain, berbagai permasalahan ekonomi dan sosial, dan tingkat keragaman tinggi antarkebudayaan di dalamnya, serta konflik antaragama Hindu dan Islam,  India masih tetap bertahan berdiri sebagai sebuah masyarakat yang (relatif) utuh.

Mestinya ada sebuah sistem yang luar biasa yang bisa mendukung berkembangnya populasi hingga 1,2 miliar manusia dalam satu negara. Malah, diperkirakan dekade selanjutnya populasi India akan melebihi Cina menjadi negara dengan populasi terbanyak di dunia. Pengaturan tingkat kelahiran di India lebih longgar dibandingkan Cina yang hanya mengizinkan satu orang anak dalam satu keluarga. Seorang teman India saya berkata, “India is democratic country, my friend. We can have as many children as we like..

Saya jadi membayangkan bagaimana evolusi biologis mampu membuat masyarakat India beradaptasi terhadap jumlah populasi sebesar ini. Di sisi biologis, yang pasti fisiologi manusia India memiliki efisiensi lebih tinggi, termasuk sistem imunitas sangat berkembang untuk beradaptasi dengan tingkat sanitasi yang rendah dan sumber makanan yang terbatas. Seperti yang saya katakan di atas, orang Malaysia saja evolusinya tertinggal, apalagi orang Eropa!

Ditinjau dari evolusi kebudayaan, entah bagaimana caranya populasi dengan tingkat kepadatan seperti ini masih bisa menjaga sistem kemasyarakatannya. Evolusi kebudayaan lima ribu tahun di India ternyata berhasil mempertahankan hidupnya sistem kemasyarakatan ini. Jangan-jangan sistem stratifikasi kasta di masyarakat India yang selama ini kita anggap feodal, ternyata merupakan sistem yang ajeg yang mampu mempertahankan ukuran populasi sebesar ini. Kalau kita lihat orang Eropa dan Amerika secara ekonomi dan sosial akhirnya mengurangi tingkat kelahirannya secara alami sebelum mencapai ukuran populasi miliar, bahkan tanpa banyak peran pemerintahnya.

Jangan juga dilupakan bagaimana masyarakat India dapat hidup (harmonis?) dengan alam. Kita sering mendengar sapi di India dianggap sebagai hewan suci yang benar-benar dihormati. Kalau ada sapi yang mati di depan rumah kita, siap-siap urusannya akan sangat panjang. Jadi sapi ini mendapatkan kemudahan bebas berkeliaran ke mana saja. Bukan hanya itu, saya juga lihat anjing, monyet, kambing, kucing, bahkan babi berseliweran di pinggir (dan juga di tengah) jalan bersama-sama manusia. Malah saya lebih tidak habis pikir lagi, sering kali saya lihat kawanan elang liar yang terbang rendah di atas kepala kita di tengah perempatan lalu lintas yang luar biasa padat dan semrawut Delhi. Coba bayangkan, interaksi dengan alam macam apa yang membuat hal-hal seperti ini mungkin bisa terjadi?

***

Di perjalanan ini, saya lagi-lagi menginsyafi pandangan stereotyping saya. Di India, terdapat dua puluh delapan state dan ratusan suku yang memiliki subkebudayaan yang sangat berbeda satu sama lain. Setiap suku memiliki kebudayaannya masing-masing: masakan sendiri, bahasa sendiri, dan hasil kerajinan sendiri. Kolonialisasi Inggris, yang berawal dari ekspedisi negara-negara Eropa semenjak abad ke-16 ternyata mampu mempersatukan keragaman India. Faktanya, lebih banyak orang yang mampu berbahasa Inggris dibandingan berbahasa Hindi yang notabene merupakan bahasa nasional negara India.

Dan kalau kita sedikit mengintip sejarah Indonesia, India adalah ibu kebudayaan Indonesia. Mulai dari dua ratus tahun sebelum Masehi, penyebaran Hindu,  dan Budha, kemudian Islam berdatangan dari berbagai suku di India ke Indonesia (Sumatera dan Jawa). Jangan salah, kebudayaan Islam Indonesia yang berdatangan dari India kebanyakan berasal dari state Goa dan Gujarat.

Masjid Dian Al Mahri di Depok kuilindia155_thumb3[6]

Jadi, Hindu-nya Indonesia, Budha-nya Indonesia, Islam-nya Indonesia, banyak sekali terpengaruh oleh beberapa kebudayaan saja dari India. Salah satunya bentuk kubah mesjid di Indonesia pada umumnya adalah copy paste dari banyak bangunan di India. Di India, Bentuk kuil Hindu-pun mirip mesjid di Indonesia. Dan masih ada banyak kebudayaan India lainnya yang belum sempat berakulturasi dengan masyarakat Indonesia. Yang baru-baru ini muncul, ya salah satunya kebudayaan Bollywood yang sering mengunjungi layar televisi dan bioskop kita akhir-akhir ini. Hayo, sudah nonton film “3 Idiots”, belum? :)

Delhi-India : Elang di atas kepala (Bagian pertama)

India MapKalau boleh jujur, peluang saya untuk secara sukarela kembali mengunjungi India lagi bisa dikatakan sangat rendah. Atau mungkin saya perkecil lagi scope-nya, dari luasnya negara India menjadi kota Delhi saja lah. Pengurangan ini saya lakukan dalam rangka mencegah stereotyping yang lagi-lagi saya lakukan tanpa sengaja di luar sadar.

 

Cukup banyak ketidakkompatibelan saya dengan kebudayaaan di India. Setidaknya pada kunjungan pertama kali ke Delhi, banyak sekali waktu-waktu di mana saya mengelengkan kepala karena takjub, heran, sekaligus terkejut. Kembali lagi saya mengalami yang biasa dikatakan orang sebagai gegar budaya.

Melintasi kehidupan di Delhi, saya jadi teringat beberapa kombinasi berbagai hal yang pernah saya temui. Ketidakpatuhan lalu lintas kota Medan dengan derajat tiga kali lipat. Kekumuhan bantaran sungai Banjarmasin dengan kepadatan yang lebih tinggi dan penyebaran yang lebih luas. Kesemerawutan angkot-angkot terminal Baranangsiang di Bogor ditambah dengan seliweran Bajaj berpenumpang lebih dari 6 orang, kemudian ditambah lagi traktor yang masuk jalan utama dengan gandengan besar berisi hasil bumi. Banyak hal pula yang tambahan yang membuat diskusi lebih lanjut berhenti hanya dengan penjelasan “Because this is India, you can do anything.”   *Teman India saya ngomong hal ini sambil geleng-geleng kepala*

 Auto rickshaw

Saya menjadi waspada memakan berbagai jenis makanan di India, bahkan di hotel bintang lima sekalipun. Hingga kemarin, sudah ada korban dua orang. Teman asal Jerman yang mengalami muntah-muntah yang menurut dokter terjadi karena keracunan makanan, sedangkan teman asal Malaysia mengalami diare ringan.

Saya merasa cukup sukses menahan mual perut agar tidak mengalami komplikasi yang lebih merepotkan setiap kali naik mobil di Delhi. Macam-macam penyebabnya, mulai dari manuver supir salip-menyalip, klakson-mengklakson, dan rem mendadak yang mengocok perut. Apalagi ditambah debu yang menyemprot dari sistem pendingin udara benar-benar membuat sistem keseimbangan di otak saya hampir tidak mampu mengkompensasi berbagai gangguan ini.

***

Ini bukannya SARA, saya kutip kata pengantar buku Superfreakonomics karangan Levitt dan Dubner. Kalau bisa memilih tempat kelahiran Anda atau anak Anda (memangnya bisa?), memilih India sebagai tempat kelahiran bukan pilihan yang bijaksana. Di luar pertumbuhannya yang luar biasa sebagai pemain penting dalam ekonomi global, negara India secara keseluruhan masih berada di bawah garis kemiskinan. Sanitasi dan harapan hidup relatif rendah. Di pedesaan, hanya satu dari empat rumah yang memiliki toilet. Sisanya, silakan cari jamban terdekat..

Di kebudayaan India yang lebih mengutamakan anak laki-laki, peran perempuan sering kali dipinggirkan. Melahirkan anak laki-laki seperti melahirkan asuransi pensiun. Orang tua yang memiliki anak laki-laki dan memeliharanya dengan baik hingga dewasa akan meningkatkan jaminan selamat dipelihara oleh anak laki-lakinya ini sampai hari tua. Bahkan hingga meninggal, orang tua ini akan diurusi kremasinya meskipun biayanya semakin hari semakin mahal.

Lebih tidak beruntung kalau Anda dilahirkan sebagai seorang perempuan. Anak perempuan adalah beban, sehingga kalau ibu hamil mendapati hasil USGnya menunjukkan calon bayi adalah perempuan, sering kali sang ibu mengaborsi jabang bayinya perempuannya ini. Hasilnya, jumlah perempuan lebih sedikit daripada laki-laki di India. Bahkan kalau sudah dewasa pun, perempuan tetap mengalami marginalisasi. Kekerasan dalam rumah tangga terhadap perempuan adalah hal yang diterima secara sosial. Lebih dari seratus ribu perempuan India setiap tahunnya meninggal karena berbagai bentuk kekerasan, termasuk  di dalamnya pembakaran pasangan. Di pedesaan India, kalau ada seorang pria yang beristri meninggal, istrinya sering kali ikut dalam pembakaran pasangannya alias dikremasi (hidup-hidup)!

(Bersambung)

21 Februari 2010

Bicara Soal Sarjana Biologi (Lagi)

HimaBio Nymphaea

Sekarang saya mau kembali urun bicara soal sarjana Biologi. Pada tulisan dulu sebelumnya, saya sudah pernah bicara mengenai urusan sarjana Biologi ini. Saat ini, saya hanya mau sekedar melakukan update saja mengenai perubahan kesimpulan apa saja yang terjadi setelah hampir tujuh tahun saya menyelesaikan pendidikan sarjana Biologi dan melanjutkan pelajaran saya ke dunia kerja.

Sebenarnya, corat-coret iseng mengenai sarjana Biologi ini adalah pe-er yang sangat sengaja saya berikan ke diri saya sendiri untuk dikerjakan secepatnya. Bukannya apa-apa, dari beberapa interaksi dengan sahabat  serta melihat beberapa hit pencarian di blog saya, ternyata banyak orang yang memerlukan informasi seputar pekerjaan untuk para sarjana Biologi.

Setelah saya lihat lagi di situs pencarian google, ternyata urusan pekerjaan untuk sarjana Biologi ini memang agak jarang ditemui. Saya jadi bertanya: apa iya keahlian sarjana Biologi tidak banyak dibutuhkan di lapangan pekerjaan di Indonesia? Ataukah memang dunia tenaga kerja memang hanya sedikit yang membutuhkan secara spesifik lulusan Biologi? Atau malah jangan-jangan sarjana Biologi ini dihindari dalam pencarian kebutuhan tenaga kerja?

Kalau boleh sedikit berkata sarkastik (jangan marah lho ya..), pandangan orang umum tentang sarjana Biologi saat ini adalah seputar orang-orang yang memperhatikan lingkungan, atau jago menghafal bentuk dan nama latin hewan dan tumbuhan, atau peneliti di lab dengan jas putih, atau malah kutu buku (geek). Sementara sarjana Biologi yang telah jauh meninggalkan dunia Biologi, melepaskan sejarah ke-Biologi-annya bergerak ke dunia yang lebih ‘nyata’.

Apa memang begitu ya?

***

Saya mengklasifikasikan diri saya sebagai orang yang kuper untuk mengetahui dunia pekerjaan untuk lulusan Biologi. Baik di pekerjaan maupun lingkungan permainan saya, jarang sekali ada lulusan Biologi yang saya temui. Kabar tentang lulusan Biologi ini paling-paling saya ketahui melalui kabar burung atau kabar elektronik dari teman-teman seperjuangan ketika masa perkuliahan. Makanya, dengan rendah diri (bukan rendah hati ya? :D) saya mengakui ke-kuper-an saya terhadap para lulusan Biologi lain.

Misalnya saja, di pekerjaan yang saat ini sedang saya tekuni di dunia perawatan kesehatan (healthcare), tidak banyak sarjana Biologi yang nyangkut. Kalaupun ada, biasanya terjadi karena kebetulan-kebetulan, ketidaksengajaan-ketidaksengajaan, atau malah kecelakaan-kecelakaan. Jadi bukan sesuatu yang by-design, melainkan lebih banyak yang by-accident.

Negara Indonesia lumayan tertinggal di bidang perawatan kesehatan dibandingkan negara lain. Bahkan di ASEAN, sistem perawatan kesehatan kita hanya sedikit lebih baik dibandingkan Myanmar. Sedangkan, negara Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei, bahkan Vietnam sudah cukup jauh meninggalkan kita. Kita membutuhkan “akselerasi intelektual” untuk menjawab permasalahan dunia kesehatan dan untuk itu dibutuhkan isi kepala sarjana Biologi untuk menjawab sebagian tantangan ini. 

Oleh karena itu, dunia perawatan kesehatan dapat lebih berkembang kalau sarjana Biologi dapat by-design dapat mengintegrasikan diri ke dalamnya. Sejauh ini, dari beberapa kali saya terlibat membantu wawancara untuk mengisi lowongan pekerjaan di perusahaan, tidak ada lulusan Biologi yang by-design bergabung untuk mengembangkan karir di dunia perawatan kesehatan. Lebih tepatnya, saya belum pernah mewawancarai lulusan Biologi untuk lowongan pekerjaan di perusahaan saya! Padahal, perusahaan saya tidak malu-maluin, lho (promosi sedikit ah..)

Sumbangsih lulusan Biologi terhadap dunia perawatan kesehatan ini memang agak ketinggalan. Entahlah saat ini apakah sudah ada perubahan kurikulum atau belum, tetapi tujuh tahun yang lalu ketika saya meninggalkan dunia sekolahan Biologi, lulusannya belum dididik untuk siap kerja di dunia perawatan kesehatan. Paling jauh, baru siap didik dan latih untuk belajar lagi mengenai dunia perawatan kesehatan.

Masalahnya, di dunia perawatan kesehatan Indonesia yang lumayan ‘feodal’, sangat jarang perusahaan yang mau melatih dari awal. Kebanyakan perusahaan farmasi atau alat kesehatan pragmatis, hanya mau melatih sumber daya manusia-nya untuk keterampilan hilir saja. Bidang hulu memakan biaya investasi cukup besar dan pengembalian yang lama sehingga resikonya menjadi sangat tinggi dan sedapat mungkin dihindari. Tetapi dengan tingkat kebutuhan pengembangan dunia perawatan kesehatan yang tinggi, apa iya keterampilan hilir saja cukup untuk mengembangkan dunia perawatan kesehatan ini?

Sekali lagi, ini mungkin saja karena kekurang-gaulan saya saja bisa-bisanya menyimpulkan hal yang begini-begini. Entah ada apa yang lain? :)

(bersambung)