24 Desember 2008

Otak-Pikiran-Jiwa (OPW): Pikiran dan Tubuh (Bagian II)

Ada seorang teman yang menanggapi tulisan sebelumnya bahwa kekuatan pikiran positif bisa membuat seorang manusia menjadi sehat dan terlindung dari penyakit. Saya langsung teringat idiom terkenal mens sana in corpore sano, yang diartikan secara umum : di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat, begitu pula sebaliknya.

Mens sana in corpore sano diambil dari sebuah drama masa Romawi ini mengalami sedikit perubahan redaksional, kata-kata persisnya adalah “orandum est ut sit sit mens sana in corpore sano.” Satire (sindiran) ini diartikan, “Akan didoakan semoga di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat.” Sindiran ini dimaksudkan untuk mengingatkan penduduk Romawi masa itu, bahwa korelasi positif antara tubuh dan jiwa bukanlah sesuatu yang otomatis terjadi, tetapi merupakan sesuatu yang harus diusahakan.

Kembali ke topik, mari kita ngobrol kembali ke hubungan bolak-balik antara pikiran dan tubuh. Kita pasti sering mendengar bahwa pikiran dapat mempengaruhi tubuh, misalnya penyakit maag dan alergi ada kaitannya dengan stress. Depresi juga akan menurunkan imunitas, salah satunya dengan produksi berlebih hormon kortison yang menghambat perkembangbiakan sel limfosit, yaitu komponen penting dalam sistem imunitas kita. Jadi, dalam kehidupan sehari-hari kita sudah sering mendengar bahwa pikiran mempengaruhi tubuh.

Begitu berpengaruhnya hubungan antara pikiran dan tubuh. Ada beberapa cerita menarik lain mengenai hubungan bolak-balik antara pikiran dan tubuh. Misalnya, dari sisi medis ada penyakit yang disebut dengan pseudocyesis (kehamilan palsu). Selain itu, dari sisi psikologi kita akan ngobrol sedikit tentang multiple personality (kepribadian ganda).

Pseudocyesis
Dari dunia medis, semenjak 300 SM sudah ada sumber tertulis mengenai sebuah gangguan bernama pseudocyesis, atau kehamilan palsu. Simptom pseudocyesis sulit dibedakan dengan kehamilan pada umumnya : perut membesar dan payudara berikut putingnya membengkak. Mual, muntah, ‘ngidam‘ terjadi dan menstruasi berhenti pada masa ‘kehamilan’ ini.

Seperti layaknya kehamilan pada umumnya, sembilan bulan kemudian wanita yang mengalami pseudocyesis akan mengalami perut ’mules’ seperti layaknya proses kelahiran normal. Sebenarnya tidak ada janin dalam kandungan wanita ini, meskipun ada juga ahli kandungan yang terkecoh oleh hal ini. Bila dilakukan USG, tidak ada tanda kehidupan janin dalam perut wanita ini dan bila dilakukan pembedahan, yang dikeluarkan hanya kumpulan lemak yang membesar.

Apa yang menyebabkan pseudocyesis? Berdasarkan salah satu teori, pseudocyesis disebabkan oleh konflik emosi. Keinginan yang kuat untuk segera hamil atau ketakutan akan kehamilan dapat menciptakan konflik internal. Hal ini membuat ptuitari mengubah keseimbangan hormon kewanitaan (LH dan FSH) dan berakibat tubuh mengalami proses perubahan seperti layaknya kehamilan normal.

Pengaruh pikiran pada wanita pseudocyesis mengubah tubuhnya secara ekstrim sehingga menjadi seakan-akan hamil. Mempertimbangkan segi kultural, hal ini menjelaskan angka probabilitas kejadian pseudocyesis sekitar 1:200 pada abad ke-17 menjadi 1:10.000 pada abad ke-20. Pada abad 17-an kehamilan wanita menikah sedemikian penting sehingga menjadi tekanan sosial budaya bila seorang wanita tidak segera hamil setelah menikah. Hal ini tidak terjadi pada abad ke-20 saat ini.

Ada sebuah laporan kasus medis (sekitar 1930-an) yang menyatakan bahwa satu minggu setelah pembedahan perut wanita pseudocyesis untuk mengambil kumpulan lemak perutnya, pasien kembali lagi dengan perut yang bahkan lebih besar. Bahkan kali ini wanita tersebut mengaku dia mengandung anak kembar!

Kepribadian Ganda
Pernahkah anda menonton film Fight Club? Bagi anda yang suka film model indie sejenis ini, mungkin anda ingat bahwa film ini yang bercerita seputar hubungan aneh antara pemeran utama tanpa nama (Edward Norton) dengan Tyler Durden (Brat Pitt) yang tukang berantem. Akhir film ini sangat mengejutkan ternyata dua orang yang berbeda itu adalah orang yang sama tetapi mengalami kelainan kepribadian ganda (multiple personality disorder). Sang pemeran utama tidak menyadari bahwa Tyler Durden adalah dirinya sendiri.

Kelainan kepribadian ganda (multiple personality disorder) adalah diagnosis psikitatri yang menggambarkan kondisi tentang seseorang yang memiliki beberapa kepribadian yang berbeda, masing-masing dengan pola persepsi dan interaksi dengan lingkungan yang berbeda antara satu dengan lainnya. Hal ini juga berakibat memori satu tidak aktif ketika kepribadian lainnya sedang mengambil alih. Gangguan kepribadian ganda terjadi di luar efek fisiologis zat kimia atau kondisi medis umum, seperti misalnya yang ditemui pada orang yang mabuk alkohol.

Kepribadian yang berbeda dapat menghasilkan petunjuk fisiologis yang berbeda. Ada beberapa pasien kepribadian ganda yang dapat berubah berbagai aspek fisiknya sesuai dengan kepribadian yang sedang aktif. Hal ini terjadi misalnya pada parameter visual, pribadi satu mengalami rabun jauh, sedangkan pribadi lain mengalami rabun dekat. Lebih ekstrim lagi, mata biru dapat berubah menjadi warna coklat setiap kali terjadi perubahan kepribadian.

Beberapa temuan fisiologis yang berbeda lainnya juga terjadi misalnya pada kasus di mana pribadi satu menderita diabetes dengan kandungan gula darah tinggi, sedangkan pribadi lain memiliki kandungan gula darah normal. Perubahan fisik ini terjadi pada seseorang saat dia mengalami peralihan kepribadian.

***

Dari beberapa cerita di atas, dapat dilihat bagaimana pikiran dapat mempengaruhi tubuh dari sisi medis dan psikiatri. Masih ada beberapa lagi contoh menarik dari sisi-sisi lain yang akan diceritakan pada tulisan selanjutnya, yaitu OPW : Pikiran dan Tubuh (Bagian III).

21 Desember 2008

Obrolan Seputar Otak-Pikiran-Jiwa (Bagian I)

Beberapa minggu ini pekerjaan membawa saya menyaksikan beberapa operasi bedah otak di berbagai rumah sakit. Jenis kasus ini terjadi salah satunya disebabkan perdarahan di otak. Hal ini membutuhkan tindakan operasi darurat untuk menyelamatkan hidup pasien. Sekian kali menyaksikan operasi bedah otak memberikan saya kesimpulan bahwa pembedahan otak memerlukan standar dan prosedur yang paling rumit. Kalau rata-rata pembedahan jenis lain periode operasi selama tiga jam sudah terasa lama, pembedahan otak sedang bisa memakan waktu hingga 8 jam. Malah pernah saya dengar ada pembedahan otak yang dilakukan non-stop pada skala hari, lebih dari 24 jam!

Otak memang disebut-sebut sebagai organ manusia paling rumit di jagad raya. Sekitar 100 miliar sel neuron di dalam otak manusia dihubungkan dengan masing-masing 10 ribu sambungan synaps satu sama lain. Dengan massa sekitar 2% dari berat tubuh (sekitar 1,4 kg) saja, otak mendapatkan 20% aliran darah tubuh. Demikian tinggi kebutuhan hidupnya sehingga bila tidak mendapatkan oksigen selama 3 menit saja, sel-sel saraf pada otak akan mulai mati.

Mati secara medis didefinisikan sebagai berhentinya aktivitas otak. Meskipun denyut jantung sudah berhenti, asal otak belum mati seseorang masih dikatakan hidup. Sebaliknya, seseorang dapat dikatakan sudah mati bila otak sudah berhenti aktivitasnya padahal masih ada pernafasan dan detak jantung misalnya menggunakan alat pendukung kehidupan. Hal ini dapat dilihat di rumah sakit pada pasien mati batang otak yang ‘hidup’ dengan bantuan ventilator atau dengan bantuan mesin pengganti jantung paru. Segera setelah alat pendukung kehidupan ini dihentikan, keseluruhan aktivitas kehidupan orang yang mati otak akan berhenti.


Otak dikaitan dengan fungsinya yang sangat rumit. Sementara ini, manusia masih sangat sedikit mengetahui tentang cara kerja otak. Awalnya kita mengkaitkan tingkah manusia yang tidak biasa dengan Mistisisme seperti dengan istilah sejenis ‘kesurupan’. Selanjutnya kita mengenal Psikologi yang berusaha menjelaskan hal-hal seputar pikiran dan perilaku. Lima puluh tahun terakhir, Neuroscience berkembang mengurusi hal-hal seputar otak berkembang sangat pesat. Hal-hal ini adalah upaya manusia memahami otak, pikiran, dan jiwa.


Secara biologis, fungsi otak adalah untuk mempromosikan keberlangsungan kehidupan hewan yang memilikinya (termasuk manusia). Mulai dari fungsi otonom, seperti respirasi dan denyut jantung hingga fungsi sadar seperti makan, reproduksi, atau berpindah tempat, semuanya dilakukan dengan kendali dari otak dan jaringan saraf.


Pada manusia, fungsi otak ini berkembang, tidak hanya mengurusi hal-hal dasar meningkatkan keberlangsungan kehidupan individu saja. Manusia mulai dapat menggunakan otaknya untuk ‘berpikir’, menghasilkan kebudayaan, dan membangun peradaban. Dari sudut pandang psikologi, fungsi paling penting dari otak adalah sebagai struktur fisik yang melandasi pikiran dan perilaku.


Akhirnya, keberadaan jiwa dikorelasikan dengan organ otak. Jiwa (soul), ‘kesadaran’ (consciousness), ke-aku-an (the self), kepribadian (personality) adalah topik-topik yang dahulu dikaitkan dengan agama dan filosofi. Sekarang hal-hal ini diteliti secara mendalam pada ilmu neuroscience yang berkembang cepat.


Pada beberapa tulisan ke depan, saya mencoba obrol-obrol beberapa hal seputar otak, pikiran, dan jiwa. Karena benda-benda ini (kalau boleh disebut sebagai benda) menyentuh berbagai area multidisiplin, saya ingin mengatakan dari awal bahwa saya tidak memiliki kompetensi formal untuk disiplin yang berkaitan. Apa yang dipaparkan ini tidak lebih dari hasil cari-mencari dari berbagai sumber tertulis yang dapat saya cerna. Jadi, bila sakit berlanjut, mohon hubungi dokter. Mari kita obrol-obrol tentang wacana seputar Otak-Pikiran-Jiwa.

7 Desember 2008

Tidak Wajib Miskin

Para penyebar agama sering mengatakan bahwa hidup manusia wajib memakai dan mengikuti tolok ukur kehidupan yang sesuai dengan ukuran penilaian Tuhan.

Misalnya, ketika ada peluang melakukan korupsi, meski hal itu bisa membuat seseorang tadi menjadi kaya-raya -- dan hal itu kondusif untuk memenuhi tolok ukur manusia mengenai kesejahteraan dan sukses hidup-- namun jalan yang ditempuh tadi jelas bertentangan dengan pandangan Allah.

Oleh karena itu, kita dianjurkan mendingan miskin tanpa melakukan korupsi daripada 'harus' kaya tapi tidak sesuai dengan pandangan Allah. Meski sedikit rezeki yang kita peroleh, tetapi jika ditempuh dengan jalan yang benar, insya Allah akan menjadi rezeki yang barokah.

Terkadang, karena kondisi zaman kita sekarang 'cari uang haram saja susah, apalagi uang halal', maka sejumlah kalangan manusia mencari perlindungan psikologis dan metoda survivalisme dengan cara 'membanggakan kemiskinan', bahkan mengideologikan kemiskinan. Seolah-olah hidup itu harus miskin. Miskin identik dengan kebaikan, sedangkan kekayaan dianggap identik dengan keburukan atau kecurangan.

Ketika kemudian sufisme atau tasawuf dipelajari, asosiasi baku mengenai sufi adalah seseorang dengan simbol-simbol kemiskinan. Kalau Anda memiliki dan memakai sesuatu yang melambangkan kekayaan dunia, orang menyimpulkan Anda pecinta dunia dan jauh dari Allah.

Tentu saja ini tidak rasional. Kalau Anda berpendapat demikian, maka Anda bisa dituduh melarang orang untuk menikmati anugerah kekayaan Tuhan. Itu berarti antisyukur. Pada pandangan Allah, yang menjadi masalah bukan Anda ini kaya atau miskin, bukan berapa jumlah uangmu. Yang dipersoalkan ada dua: pertama, apakah engkau memperolehnya dengan halal. Halal itu sehat secara sosial; kedua, apa yang engkau lakukan dengan kekayaan atau kemiskinanmu. Tuhan mencemburuimu kalau engkau menuhankan kekayaan. Ia juga jengkel dan 'pusing' kalau menyaksikan engkau menyembah kemiskinan. Islam tidak antimateri. Poinnya tidak terletak pada benda, melainkan pada ilmu dan sikap manusia dalam memperlakukan benda.

Engkau tidak wajib miskin, meskipun berhak memilih miskin, sepanjang kemiskinanmu itu merupakan fasilitas yang memang tepat bagimu untuk mengkondisikan kedekatan dengan Allah. Engkau juga tidak dilarang kaya, sepanjang kekayaanmu membuatmu setia dan cinta kepada-Nya. Tuhan memposisikan dirinya pada manusia yang lemah, miskin, dan serba berkekurangan. Maka, cinta dan kesetiaan pada Tuhan adalah kasih sayang kepada orang-orang lemah. Sedemikian rupa, sehingga di senja hidupmu kelak, kekayaan termewah yang engkau miliki bukanlah tumpukan benda-benda, melainkan track record kadar dan bukti kasih sayangmu kepada kaum papa --yang membuatmu tidak memiliki materi apa pun lagi di akhir hayatmu. 'Menjadi bayi telanjang' kembali pada detik-detik menjelang maut, itulah sukses hidup yang sempurna.

-Emha Ainun Najib-

18 November 2008

Ilham dari Pinggiran Jalan Raya

Ada kenikmatan tersendiri berjalan menyusuri pinggiran jalan raya. Di bawah terik matahari, menarik nafas dengan sedikit bau asap kendaraan, diiringi dengan musik khas berupa bunyi gas dan klakson mengiringi perjalanan. Dinding adalah galeri grafiti artis sekolahan yang masih segar. Sering juga, pedagang kaki lima berteriak memanggil agar kita bersedia menengok ke dagangannya.

Dari beberapa kali perjalanan, seringku menemukan pencerahan di lokasi yang unik ini. Pinggiran jalan raya adalah kesempitan di ruang terbuka. Ia merupakan media hijrah manusia. Ia sejenis jendela terhadap dunia realitas. Ia mengundang pencarian ilmu pengetahuan. Ia penggalian hikmah. Ia ialah ilham.

Pinggiran jalan raya adalah sebuah paradoks, karena ia adalah kesempitan pada ruangan terbuka. Lebarnya sering kali hanya cukup untuk satu orang karena lebar sebelumnya telah dipotong untuk pelebaran jalan raya. Kadang-kadang, lebar yang sudah minim ini sering dibagi lagi oleh klaim teritorial pedagang kaki lima yang mencari nafkah. Kadang-kadang malah, tidak bisa sama sekali dilewati bila sedang ada galian kabel atau gorong-gorong.

Pinggiran jalan raya merupakan media hijrah manusia. Di jalur yang sempit ini, manusia hijrah berpindah dari titik satu ke titik yang lain. Dengan berjalan kaki, manusia menghijrahkan pribadinya dari tempat satu ke tempat lain. Dengan berdagang di kaki lima, manusia menghijrahkan keluarganya dari ketidakberdayaan ekonomi menjadi keberdayaan ekonomi. Dengan menggali kabel dan gorong-gorong, manusia menghijrahkan masyarakatnya dari ketertinggalan teknologi menjadi kemajuan teknologi.

Oleh karena itu, pinggiran jalan raya menjadi sejenis jendela terhadap dunia realitas, dunia yang senyata-nyatanya. Ternyata ia tidak hanya memiliki fungsi dasar saja sebagai tempat orang berjalan, tetapi juga memiliki fungsi ekonomi bagi banyak keluarga dan fungsi pengorbanan demi perkembangan teknologi bagi masyarakat. Bahwa di balik itu, ada suatu kenyataan bahwa kesempitan pinggiran jalan raya ini menyebabkan timbulnya berbagai ‘tambahan’ fungsi yang tidak kalah penting.

Fungsi yang kalau dihilangkan, lebih dari 12 ribu keluarga di Jakarta saja yang bergantung dari bisnis kaki lima yang akan kehilangan keberdayaan ekonominya. Fungsi pengorbanan yang kalau dihilangkan, pengembangan fasilitas listrik, telepon, gas, internet, drainase dan berbagai kebutuhan teknologi lainnya tidak usah diomong-omongkan lagi.

Realitas pinggiran jalan raya ini selalu menarik untuk dijadikan bahan pengamatan dan diteliti oleh ilmu pengetahuan. Berapa penelitian yang sudah dihasilkan sosiologi pinggiran jalan raya sangat terkenal dengan topik anak jalanannya? Berapa banyak arsitek pinggiran jalan raya juga tidak hentinya membuat rancangan terbaiknya untuk menemukan desain terbaik untuk mengakomodir berbagai fungsinya ?

Bagiku sendiri, pinggiran jalan raya adalah tempat yang sederhana dan jujur. Ia adalah tempat belajar kebijaksanaan. Ia adalah tempat memahami sumber keindahan sekaligus keburukan. Ia adalah tempat mempertanyakan hidup. Sebab katamu kan, “Hidup yang tidak dipertanyakan itu adalah hidup yang tidak patut dilanjutkan.”

Bagiku, pinggiran jalan raya adalah ilham.

4 November 2008

fX

Langkah sore hari ini membawa saya ke sebuah mal perbelanjaan baru di bilangan Senayan bernama fX. Kalau Anda berada di Jakarta mungkin sudah pernah mendengar mal yang bernama eX, nah fX adalah adiknya si eX mal itu, berada di bawah manajemen yang sama.

Pemandangan yang saya lihat benar-benar perubahan yang sangat dramatis, mengingat beberapa tahun yang lalu manajemen bangunan fX ini masih bermasalah dengan penghuni apartemennya. Dengan uang muka yang sudah dibayar oleh calon penghuni apartemennya, pembangunan gedung ini terhambat karena kesulitan likuiditas. Saya tidak tahu kabar terakhirnya, tetapi harusnya permasalahan ini sudah beres.


Sekilas pengamatan saya merasakan atmosfir mal fX, menurut saya kurang tepat kalau disebut sebagai mal perbelanjaan. Kelihatannya tidak terlalu banyak toko-toko tempat berbelanja barang-barang. Toko yang dominan di fX adalah restoran, kafe, pusat kebugaran dan tempat lain yang membuatnya lebih layak disebut 'lifestyle' mal.

Sepertinya fX ini ingin memposisikan diri sebagai komplementer mal Plaza Senayan seperti eX yang merupakan komplementer dari Plaza Indonesia. Plaza Senayan dan Plaza Indonesia terkenal dengan prestisenya sebagai mal perbelanjaan kelas atas. Hal ini dilihat dari tenantnya yang terdiri dari berbagai merk asing terkenal. Komplementer dari toko-toko belanja terkenal ini, fX dan eX hanya ingin mengambil sedikit porsi saja, yaitu sebagai mal gaya hidup.

Salah satu pendukungnya adalah mal ini dilengkapi dengan fasilitas internet wifi berkecepatan sedang (menurut pengalaman saya). Hal ini membuat orang dipaksa untuk betah duduk beberapa lama, minimal untuk mengecek situs favorit di laptop yang dibawa. Selain itu, berbagai kafe dan tempat nongkrong menawarkan dirinya untuk dikunjungi berlama-lama tanpa khawatir kita diusir oleh karyawannya. Terakhir, Premium XXI (yang harga tiketnya cuma 15 ribu) akan melengkapi preposisi mal ini sebagai mal gaya hidup.

Sebagai penarik perhatian pengunjung, di fX ini ada perosotan terpanjang di Indonesia, namanya 'Atmosfear'. Cukup dengan membayar Rp 50.000 (weekdays), kita sudah bisa merasakan 'adrenalin rush' yang diciptakan oleh wahana sepanjang 26 sekian meter ini. Seingat saya, pada awal-awal pembukaannya, wahana ini digembar-gemborkan di berbagai iklan di radio lokal dan sepertinya menarik minat banyak orang untuk mengunjunginya.

Hal yang baru adalah management fX mempromosikan fasilitas meeting di berada di dalam mal ini. Sayang saya tidak menemukannya pada kunjungan pertama saya. Kalau memang benar begitu, bertambahlagilah fungsi sebuah mal, yaitu sebagai ruang kantor dadakan. Dengan begitu, 'flexible time', 'mobile office', dan konsep sejenisnya dapat makin terakomodasi di Jakarta.

Saat ini kalau sore-sore kita lihat, pengunjung mal fX sudah relatif banyak. Minimal orang berkunjung untuk bertemu setelah jam kerja menunggu 'three in one' di bilangan Senayan.
Memang ada-ada saja orang Jakarta, tidak pernah berhenti berinvovasi.

Well, selamat datang fX di kancah persaingan mal di Jakarta. Semoga bisa exist..

2 November 2008

setelah rambutmu tergerai

rambutmu yang rimbun tergerai
bagaikan pelepah palma menyentuh rerumputan
maka teduhlah pangkuanmu
dan kegelisahanku menggeletak di situ

matamu yang lebar memantulkan wajahku
aku menyebut namamu, kamu menyebut namaku
suara kita mengambang terapung dalam waktu melayang-layang di cakrawala jiwa
ditelan sepi yang abadi
dan segera saling merasa bahwa kita punya derita yang sama

bulu-bulu halus di susumu bergetar dilanda napas birahiku
leher dan pundakmu adalah pelabuhan zaman
teluk alam yang mampu menanggapi badai lelaki
menghamburlah badaiku kepadamu
badai dari kuku
badai dari ujung jari
badai dari kulit perut
badai dari mimpi kanak-kanakku
badai dari hasrat yang terpendam
badai dari naluri purbakala
badai 36 tahun dari hidupku
melanda pinggulmu

pinggulmu yang sentosa bagai perahu
membawaku mengembara ke alam dongengan
kamu adalah ratu syeba, cleopatra, drupadi
kamu adalah dewi durga

kukulum telingamu
gurih dan lembut rasanya
dan napas hidupku melewati selaput telinga,
masuk kedalam dada dan perutmu
aku mencari jiwamu
kita tak bisa bicara
kita tak usah bicara
kata-kata adalah bayangan dari harapan
tetapi bukan harapan yang sebenarnya
kata-kata adalah janji, tetapi bukannya isi hati

di dalam badai jiwa kita saling menerka dan meraba
wahai, wanita dengan rambut bau cendana
betapa kamu lihat diriku
aku ada,
tetapi siapakah aku

kukerahkan seluruh diriku kepada tanganku yang membelaimu
urat lehermu yang biru berbicara dalam denyutan-denyutan
jari-jarimu mencengkeram kasur sofa
itulah bahasa yang kuat
di luar kata-kata banyak kita bicara
denyut jantungmu berjawaban dengan denyut jantungku
dua tubuh satu getaran
dua jiwa satu bahasa
astaga!
kau gigit pundakku dan segera aku alami apa maknanya

WS Rendra
Komunitas Utan Kayu, 13 Mei 2006

dibacakan pada deklarasi "Masyarakat Bhinneka Tunggal Ika"
berdasarkan keprihatinan pada RUU APP

24 Oktober 2008

Implikasi Pendidikan Formal Lanjut pada Calon Pemimpin Negara

Seorang calon pemimpin negara yang ideal harus memiliki kriteria integritas, kompetensi, dan akseptabilitas. Kriteria ini dibangun secara seimbang dan saling berhubungan. Bila pemimpin terbukti memiliki integritas dan hasil tindakan dari kompetensi yang dimilikinya dapat dirasakan masyarakat, maka akseptabilitas terhadap pribadi dan golongannya akan meningkat. Jadi, akseptabilitas merupakan output dari kriteria lainnya. Akseptabilitas inilah yang terukur dari jumlah suara yang mendukung pemimpin ini dalam pemilihan politik dan akhirnya jumlah coblosan masyarakat akan menentukan siapa yang berhak dan berkewajiban menjadi pemimpin.

Akhir-akhir ini, kriteria akseptabilitas sering tidak berkesinambungan dengan kriteria kompetensi dan integritas, bahkan cenderung mengabaikan kriteria lainnya. Untuk meningkatkan akseptabilitas instan terhadap pribadi atau golongan, calon pemimpin bertindak serupa selebritis, misalnya dengan beriklan di media dan mengadakan roadshow ditambah pentas musik yang diakhiri dengan bagi-bagi amplop atau sembako. Dari arah sebaliknya, selebritis pun saat ini banyak yang mulai bermigrasi ke ranah politik menjadi caleg atau ikut serta dalam pencalonan pilkada.

Meningkatkan akseptabilitas dengan modal selebritas atau ketokohan saja menyebabkan kegiatan politik tidak membawa nilai tambah untuk masyarakat, tidak jarang malah menenggelamkan masyarakat tersebut. Dengan modal ini, politik hanya akan menjadi kegiatan ‘high popularity low impact’. Menghubungkan kembali kriteria akseptabilitas dengan kriteria integritas dan kompetensi akan membawa aktivitas perpolitikan menjadi ’high popularity high impact’. Malah lebih baik lagi, bila integritas menjadi kriteria yang dominan, aktivitas perpolitikan akan menjadi ‘low popularity high impact’.

Integritas adalah kriteria yang sulit untuk dapat ditebak. Kita tidak dapat membaca pikiran atau hati seseorang secara pasti sehingga masalah integritas ini sangat sulit untuk dikuantifikasikan. Dalam jangka panjang, integritas akan membentuk reputasi seseorang di lingkungan sosial. Berpegang pada asas prasangka baik, integritas seseorang dianggap baik kecuali bila orang ini terbukti melakukan tindakan yang melanggar norma dan hukum.

Kompetensi adalah kriteria yang lain yang tidak kalah penting untuk seorang pemimpin negara. Sifatnya seperti bahan bakar dalam pengejawantahan integritas seorang pemimpin. Kompetensi seorang calon pemimpin lebih mudah untuk dinilai, salah satunya ialah melalui debat calon pemimpin. Kompetensi ini bukan suatu hal yang dilahirkan instan, tetapi mengalami proses pembentukan, yaitu melalui pendidikan. Komponen terbesar pendidikan yang paling penting dalam pembangunan kompetensi ini adalah pendidikan formal, yang terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan lanjut atau kesarjanaan.

Trend yang saya amati belakangan ini, makin banyak pribadi yang melanjutkan pendidikan kesarjanaannya. Banyak orang saya kenal meneruskan pendidikan sarjana ke pascasarjana, yang paling dekat adalah istri saya yang sedang menjadi mahasiswa pascasarjana. Selain itu, banyak teman-teman sekuliah dulu yang melanjutkan lagi pendidikan kesarjanaan: baik di jurusan yang sama atau satu bidang dengan S-1 yang diambil, atau bisa juga di jurusan yang umum (Magister Manajemen); baik yang kuliah di universitas yang sama, atau kuliah di universitas lain, bisa juga luar negeri; baik dengan dana pribadi atau dengan beasiswa. Kira-kira, hampir setengah teman-teman seangkatan saya yang melanjutkan ke pendidikan sarjana lanjutan alias S-2. Malah, beberapa teman saya yang sudah memulai pendidikan doktoralnya.

Kegiatan orang-orang terdekat menjadi mahasiswa lagi sepengamatan saya berkisar pada mengalokasikan waktu membaca literatur lebih banyak, berdiskusi ilmiah dengan dosen dan rekan kuliah, mempersiapkan diri untuk ujian, menyusun dan melakukan penelitian, serta aktivitas lain yang pasti bisa meningkatkan pola pikir dan dapat menjadi semacam simulasi dalam menyikapi keadaan masyarakat. Dengan semua aktivitas ini, mestinya keluaran lulusan pascasarjana akan memiliki pola pikir yang lebih analitis, komprehensif dan sistematis.

Seorang saudara yang mengajar pendidikan doktoral mengatakan bahwa kuliah S-1 membuat kita belajar bagaimana bekerja menjalankan rencana yang masuk akal yang ada berdasarkan mimpi yang tidak masuk akal. Kuliah S-2 membuat kita belajar bagaimana membuat rencana yang masuk akal dari mimpi yang tidak masuk akal. Sedangkan kuliah S-3 membuat kita belajar bagaimana awalnya bermimpi hal yang tidak masuk akal, kemudian membuat rencana yang masuk akal dari mimpi tadi, hingga ada hasilnya yang nyata dan bermanfaat untuk masyarakat.

Berdasarkan hal ini, saya setuju dengan wacana praktis bahwa calon pemimpin Indonesia memiliki syarat memiliki level pendidikan doktoral. Masyarakat Indonesia akan sangat tertolong bila pemerintahnya mampu membuat mimpi-mimpi untuk membangun masyarakat adil makmur, menyusun strategi dan perencanaan untuk mewujudkan mimpi ini dan mengonversikan perencanaan ini menjadi hasil yang bermanfaat dan dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia.

Seseorang calon pemimpin dengan level pendidikan doktoral semestinya mampu memimpin timnya untuk merumuskan dan menganalisa permasalahan masyarakat lalu
mensintesis, memutuskan, dan menjalankan cara mana yang terbaik untuk menyelesaikan permasalahan ini. Memang tidak ada jaminan hal ini pasti terjadi, tetapi dengan modal level pendidikan ini akan meningkatkan komprehensivitas pengelolaan negara dengan baik untuk mewujudkan mimpi-mimpi tadi.

Kompetensi sendiri berada pada daerah logika dan berkaitan dengan pola pikir. Pola pikir ini tentunya harus dibangun dari pendidikan. "Sesuatu kalau diserahkan kepada bukan ahlinya, tunggu saja kehancurannya," begitu kata Nabi Muhammad. Sebuah masyarakat tidak dapat menjadi lebih baik kecuali masyarakat itu sendiri yang melakukannya, yaitu pertama kali dimulai dari memilih pemimpin yang terbaik.

5 Oktober 2008

Voltaire

Voltaire (1694-1778) adalah seorang penulis dan filsuf dari Prancis yang terkenal dengan berbagai karyanya mulai dari humor intelektual, kemerdekaan sipil, kebebasan beragama, hingga perdagangan bebas. Nama aslinya sebenarnya François-Marie Arouet, tapi sesuai dengan kebiasaan penulis masa lalu, nama asli ini disamarkan menjadi Voltaire.


Voltaire adalah penulis yang produktif, terhitung dari seabrek tulisannya mulai dari drama, puisi, novel, esai, tulisan sejarah dan ilmiah, hingga ribuan surat dan pamflet. Kebanyakan karyanya bercerita seputar reformasi sosial menentang hukum yang sangat ketat mengenai penyensoran media publik, dogma-dogma agama Katolik, hingga kebijakan kerajaan Prancis pada waktu itu. Salah satu karya filosofisnya yang paling termasyhur adalah Philosophical Dictionary (1764) yang menuturkan masalah Pemerintahan Prancis, Bibel, dan Gereja Katolik Roma.


Walaupun karya Voltaire dikemas secara lebih ‘lunak’ dengan nada-nadanya satire, tetap saja karyanya ini mengantarkannya bolak-balik ke penjara, salah satunya ke penjara Bastille yang belakangan menjadi tempat penting dalam Revolusi Prancis. Voltaire sendiri dianggap sebagai salah satu dari tokoh pencerahan yang mempengaruhi Revolusi Prancis.


Pada kisaran abad ke-17 dan ke-18, doktrin Katolik sangat berlimpah dan Voltaire adalah kritikus tajam terhadap doktrin keagamaan ini. Dengan buah pemikirannya Voltaire sering dituduh sebagai atheis, walaupun begitu kebanyakan kritiknya lebih memfokuskan pada tindakan organisasi keagamaan saat itu dibanding konsep keagamaannya itu sendiri. Tulisannya tidak hanya mengkritisi Katolik, tetapi juga agama lainnya, seperti Islam dan Hindu. Dia mengkritik Muhammad sebagai nabi palsu dan sebagai sekte yang barbar. Meskipun begitu, di sisi lain terhadap agama Islam sendiri dia mengatakan Muhammad membawa “agama yang bijak, disiplin, murni, dan humanis.”


Menurut pemikirannya pada Philosophical Dictionary :

Agama ideal haruslah sesederhana mungkin : "Bukankah itu agama yang banyak mengajarkan moralitas dan sangat sedikit dogma? yang condong untuk membuat manusia menjadi adil dan tidak membuat mereka bodoh? yang tidak memerintahkan orang untuk menyakini suatu yang mustahil, bertentangan, merusak nilai-nilai ketuhanan, dan berbahaya bagi umat manusia, dan yang tidak mengancam dengan hukuman neraka kepada siapa saja yang memiliki akal sehat?


Bukankah itu agama yang tidak menegakkan ajarannya melalui pemaksaan, dan tidak menggenangi bumi dengan darah demi sofisme yang tidak terjangkau akal? ... yang hanya mengajarkan pengabdian kepada satu ilah, kepada keadilan, toleransi dan kemanusiaan?"


Tulisan ini saya baca pada Sejarah Tuhan (Karen Armstrong, 1993) dan saya tidak bisa menahan diri untuk memberikan komentar. Latar belakang Voltaire penuh dengan kontroversi dan memang tokoh-tokoh ajaib hidupnya selalu dengan kontroversi. Ali bin Abu Thalib mengatakan, “Perhatikan apa yang dikatakan seseorang, dan jangan memperhatikan siapa yang mengatakan”. Jadi, meskipun banyak buah pemikirannya yang tidak sesuai dengan apa yang saya tahu, saya berusaha mengikuti saran Ali bahwa ada beberapa pernyataannya pada definisi mengenai "agama yang ideal" yang sesuai dengan apa saya tahu.


Pertama, bahwa agama yang ideal sangat sedikit dogma. Dogma adalah kepercayaan atau doktrin yang sudah disepakati oleh masyarakat keagamaan, yang dianggap autoritatif dan seragam, tidak dapat dipertanyakan ataupun disangkal. Banyak dogma yang dapat kita telusuri lebih jauh yang ternyata awalnya lebih merupakan kesepakatan bersama. Salah satu contoh dogma pada agama Islam yang terstandardisasi di Indonesia adalah mengenai nama sepuluh malaikat, yang bila ditelusuri lagi ternyata tidak semuanya tertulis pada Al-Quran dan Al-Hadits. Menurut beberapa sumber, nama Jibril, Mikail, dan Malik tercantum di Al-Quran; Israfil, Munkar, Nakir, dan Ridwan tercantum di Al-Hadits, sedangkan Raqib, Atid, dan Izrail tidak tercantum sedikitpun pada kedua sumber utama ini. Kalau ditelusuri dari sejarah, kemungkinan nama malaikat ini merupakan hasil kesepakatan umat islam masa itu yang salah satunya diadopsi dari kisah-kisah Israiliyat pada saat umat Islam dan Yahudi hidup berdampingan pada masa kekhalifahan Islam.


Dengan perkembangan teknologi informasi saat ini, dogma agama saya rasa sudah menciut drastis di Dunia Barat dan mulai berkurang di Dunia Timur. Di Dunia Barat misalnya, novel Da Vinci Code karya Dan Brown menghebohkan doktrin Trinitas Gereja dan menimbulkan keinginan orang untuk meneliti lebih jauh mengenai fakta sebenarnya yang terkandung pada novel ini. Sejarah dan pemikiran akan terdistribusi dengan mudah dan tentunya orang akan mudah memilih pemahaman keagamaan yang sesuai dengan kemampuan dan kemauan pribadinya. Maksudnya, pencarian terhadap pemahaman agama sudah pasti akan lebih terfasilitasi, sehingga menyebabkan distorsi informasi akan semakin mengecil dan dogma yang turun-temurun dapat ditelusuri asal muasalnya. Seperti pada contoh nama-nama malaikat di atas, kita jadi berusaha mencari tahu asal muasal penamaan malaikat ini dan mau tidak mau sedikit belajar sejarah Islam. Dari sini, kita dapat lebih memahami keberagaman pemahaman kita terhadap agama.


Kedua, bahwa agama yang ideal tidak menegakkan ajarannya dengan pemaksaan dan menggenangi bumi dengan darah demi keyakinan. Kita harus berbesar hati bahwa keagamaan kita masih jauh ‘panggang dari api’ melihat kenyataan bahwa diskusi antaragama dan intraagama tidak jarang berubah menjadi pemaksaan. Dalam intraagama Islam saja, ada konflik global seperti Sunni versus Syi’ah, konflik khas Indonesia ala NU dan Muhamadiyah, sampai konflik nasional modern, yaitu FPI versus Ahmadiyah. Beberapa hari ini misalnya, Menteri Agama RI melakukan sebentuk pemaksaan dengan mengirimkan utusan untuk menyatakan “salah” kepada pihak masyarakat yang ber-Idul Fitri tidak sesuai dengan tanggal yang ditentukan pemerintah.


Mendukung ketidaksepakatan mengenai segala bentuk pemaksaan, definisi ‘agama yang ideal’ versi Voltaire juga mengandung nilai-nilai universal: keadilan, toleransi, dan kemanusiaan. Nilai universal ini diakui oleh semua ajaran agama, hanya saja pada praktek keberagamaan di Indonesia akhir-akhir ini toleransi kalah nilai dengan penegakkan akidah yang ‘kaku’. Pemaksaan yang mengarah ke kekerasan fisik menjadi sering terjadi dalam masyarakat Islam di Indonesia saat ini, terakhir pada kasus tawuran FPI dan massa Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKK-BB) bulan Juni kemarin.


Menurut Khaled Abou El-Fadl pada Cita dan Fakta Toleransi Islam; Puritanisme versus Pluralisme (2003), sikap intoleran muncul dari kelompok ekstrimis puritan yang secara signifikan memiliki perbedaan pandangan teologis dengan umat Islam yang umumnya cinta damai. Muslim puritan berpegangan pada beberapa ayat Al-Quran tertentu saja untuk mendukung pandangan keagamaan yang eksklusif dan intoleran. Konstruksi keyakinan teologis tersebut didasarkan pada pembacaan Al-Quran secara terasing seakan-akan makna ayat-ayat tersebut sudah jelas dan transparan.


Sebenarnya, Al-Quran berisi nilai universal yang merujuk pada prinsip moral umum seperti kebajikan, kebaikan, keadilan, kemurahan hati, toleransi, dan kesetaraan. Abou El-Fadl berpendapat bahwa tidak ada kebenaran ilahiah di muka bumi, yang ada hanyalah kebenaran sebatas pemahaman kognitif manusia atas petunjuk Tuhan. Pemahaman Al-Quran sepatutnya melampaui penerjemahan literal ke bahasa Indonesia, mengikuti konstruksi moral pembacanya. Jika pembaca melakukan pendekatan terhadap teks tanpa hikmah, pembaca akan terjebak dalam wawasan sempit dan legalistik. Hal inilah yang menyebabkan kalahnya nilai universal ini dengan penafsiran ‘kaku’ pada sebagian masyarakat Islam di Indonesia saat ini.


Emha Ainun Nadjib dalam cerpen Zawiyah di sebuah Masjid bercerita tentang Tokoh Kyai yang bertanya kepada murid-muridnya tentang bagaimana menghubungkan keyakinan dengan keadaan masyarakat di mana kita bertempat tinggal. Murid-muridnya menjawab bahwa dakwah dan pergerakan dengan tujuan kebenaran berlaku hanya apabila diletakkan pada maqam yang juga benar, di antara kutub kaku dan kutub lembek, yaitu kelenturan. Artinya, dalam beragama yang ideal kita sepatutnya bersikap lentur. Mungkin inilah yang bisa menjawab permasalahan masyarakat Islam di Indonesia saat ini.


Dari definisi Voltaire saat ini kita berangkat berpikir bahwa ‘Agama yang Ideal’ harus sesederhana mungkin. Dengan semua perkembangan saat ini, memahami kesederhanaan beragama akan ikut berkembang pula, asal kita memang mau berkembang mencarinya..

27 September 2008

Iman dan Ilmu : Mungkinkah disatukan?

Selama beberapa bulan terakhir ini, terhitung beberapa esai yang coba saya susun tidak selesai saya rampungkan atau kirimkan, mulai dari resensi film Batman Begins sampai masalah kepemilikan dunia secara pribadi. Berbagai alasan mengenai hal ini tidak jauh dari permasalahan mood, minimnya materi yang terkait, atau tidak layak dilanjutkan. Kalau memang ketik-ketikan ini akhirnya dapat dikirim di blog, besar harapan saya tulisan ini adalah sebuah awal baru mengakhiri fase panjang ketidakproduktifan saya dalam tulis-menulis.

Mengenai hal ini, saya agak malu mengingat lebih 100 tahun yang lalu, Charles Duell di kantor paten US mengatakan, “Semua yang penemuan dapat ditemukan sudah pernah ditemukan”. Kenyataannya, justru seratus tahun terakhir inilah yang membuat wajah dunia berubah signifikan hingga seperti sekarang. Kaitan dengan romantika ini, apa yang mau saya sampaikan saya rasa sudah pernah diceritakan orang lain, setidaknya mengenai materi yang sama.

Beberapa waktu belakangan ini, saya berusaha menyediakan waktu khusus untuk mempelajari berbagai hal sesuai minat secara acak. Keberadaan internet membawa saya ke pengetahuan kolektif manusia yang hampir tidak terbatas, mulai dari hal yang eksakta hingga urusan abstrak. Perkembangan informasi yang begitu cepat membuat pengetahuan usang dalam hitungan menit, meskipun begitu saya pikir pengembangan pemahaman akan membuat kita tetap relevan dengan tingkat kecepatan ini.

Pemahaman sains dan teknologi sendiri semakin berkonvergensi terhadap pemahaman sosial dan ketuhanan. Hal ini menyebabkan ‘gambaran besar’ kemanusiaan yang makin jelas. Misalnya saja, saat ini penemuan fosil dan genetika semakin mempersempit mata rantai urut-urutan evolusi spesies pra-manusia hingga menjadi manusia modern. Hal ini semakin menegaskan bahwa manusia pertama berasal dari Afrika sekitar 10.000 tahun yang lalu.

Ditinjau dari literatur Islam sendiri, fakta evolusi manusia sendiri diizinkan memiliki ruang alias tidak bertentangan dengan Al-Quran dan Al-Hadits. Pada sisi yang lain, kisah populer umat Islam bahwa istri Adam bernama “Hawwa atau Hawa” sampai sekarang belum saya temukan di Al-Quran. Terhadap fakta-fakta ini, pemahaman kita tentang Adam sebagai manusia pertama akan mengalami redefinisi dan berdampak pada pemahaman dan keimanan kita terhadap hukum Tuhan.

Menurut Ulil Abshar-Abdalla, iman yang kuat tak akan takut pada keraguan, sedangkan iman yang dangkal dan dogmatis selalu was-was pada pertanyaan dan keragu-raguan. Usaha memahami hakikat ketuhanan dengan iman dan ilmu adalah sebuah usaha yang berkelanjutan. Menggunakan keimanan dan pemahaman untuk mengelola bumi dengan kasih sayang mungkin sebenarnya apa yang menjadi tugas manusia di muka bumi.