25 April 2011

Pencerahan Dari Sejarah Sains

Pencerahan datang tanpa ada pemisahan antara pencerahan sains, spiritual, atau bisnis, dan seterusnya. Pencerahan adalah pencerahan. Ia membuka cakrawala pandang sehingga kita bisa melihat jauh, lepas dari pikiran sempit yang membatasi.

Sebelum ini, saya merasa nyaman dengan kesederhanaan pelajaran sains kimia dan fisika yang diberikan di bangku sekolah dan kuliah. Sains dipelajari secara sederhana tanpa pemahaman sejarah yang melatarbelakangi semua penemuan itu.

Kenyamanan saya terusik melihat bagaimana latar belakang sejarah penemuan bidang fisika dan kimia dalam seratus tahun belakangan ini. Herannya, saya jadi malah lebih menghargai sains dan para saintis yang memperjuangkannya. Lepas dari kerusakan yang terjadi karena sains, sangat banyak perubahan umat manusia pada abad lalu berasal dari berbagai penemuan penting sains!

***

Beberapa minggu kemarin, saya membaca buku berjudul The Disapearing Spoon. Buku sains populer karya Sam Keane ini menceritakan tentang sejarah sains kimia dan fisika elemen. The Disapearing Spoon banyak mengungkap kisah sejarah belakang layar berbagai penemuan besar di kedua bidang ini.

The Disappearing Spoon

Sejarah sains kimia fisika unsur yang diceritakan banyak terjadi pada awal abad ke-20. Pada era ini, sains tentang atom berkembang cepat dan relatif longgar. Fondasi sains kimia-fisika ketika itu dalam proses pembangunan. Aturan sains masih belum terbentuk sempurna. Semua orang memiliki kesempatan untuk memuaskan dahaga keingintahuannya dalam sains tanpa tata krama akademis yang ketat seperti sekarang.

Pemisahan cabang ilmu kimia dan fisika mulai terbentuk pada akhir abad ke-19. Penelitian tentang Uranium oleh pasangan suami istri Pierre dan Marie Curie menyibak misteri sains: bahwa sifat kimia dari suatu elemen ternyata terpisah dari sifat fisikanya. Uranium yang telah dimurnikan ternyata memiliki tingkat radioaktivitas yang sama dengan uranium dalam bentuk yang ada di alam. Ikatan elektron antara uranium dan atom lainnya (kimia) ternyata tidak mempengaruhi radioaktivitas (fisika) inti atom uranium tersebut.

Pada era ini, berbagai eksprerimen dilakukan dengan resiko tinggi. Pierre dan Marie Curie melakukan percobaan dengan bahan radioaktif di laboratorium tanpa perlindungan yang cukup. Marie Curie sendiri akhirnya menjadi korban akibat penelitian radioaktif yang dilakukannya. Ia meninggal karena aplastic anemia akibat dosis radioaktif yang didapatkannya selama penelitian.

Yang lebih menarik, hasil penelitian radioaktivitas Marie Curie juga sempat menjadi produk Revigator yang laku ribuan unit. Revigator berbentuk mirip dispenser air minum yang didalamnya mengandung bahan radioaktif.  Pada tahun 1920-30an, orang meminum air radioaktif yang berasal dari alat ini sebagai health tonik!

Air dimasukkan ke dalam alat Revigator selama satu malam dan teradiasi oleh Uranium dan Radium. Lalu, air ini dapat dikonsumsi esok harinya. Konon, air teradiasi ini dapat menyembukan penyakit, termasuk arthritis, kentut berlebihan, dan pikun. Bahkan sains pun juga dapat menghasilkan pseudosains..

***

Buku The Disapearing Spoon juga menggambarkan bahwa fakta sejarah yang terungkap akan menghilangkan mitos berlebihan dan cenderung heroik. Penelitian ideal dengan niat yang tulus mungkin hanya ada dalam kisah. Sementara manusia tetaplah makhluk ekonomi: merespon terhadap insentif. Kisah yang kita kenal saat ini kebanyakan merupakan dogma saja, yaitu penyederhanaan dari ilmu yang lebih kompleks. Penggalian ilmu sejarah sains ternyata lebih menarik.

Penemuan besar sains tidak bebas nilai dan tidak lepas dari konteks jamannya. Penemuan para saintis ini memiliki motif ekonomi, politik, dan ketenaran. Tidak jarang, usaha penemuan ini diwarnai oleh manipulasi bahkan peperangan. Perkembangan sains sesungguhnya terjadi di antara selipan-selipan ideologi, politik, ekonomi, bahkan perang pada masa itu. 

Dalam penemuan berbagai elemen/atom di abad-20, kompetisi muncul didominasi oleh berbagai negara yang sedang terlibat perang. Motif politik dan ekonomi sangat kental dalam perkembangan penelitian kimia dan fisika.

Penemuan Molibdenum dan Tungsten bersumber dari sejarah Perang Dunia I dan II. Keduanya digunakan dalam campuran baja yang lebih baik untuk membangun persenjataan Jerman.

Pada PD I, Jerman menggunakan logam Molibdenum sebagai campuran baja yang membuatnya lebih kuat. Karena pasokan Molibdenum diperketat, pada PD II Jerman menggunakan logam Tungsten untuk campuran baja. Penemuan sains menentukan keunggulan persenjataan Jerman. Big Bertha (Howitzer) yang mengandung Molibdenum menghancurkan kota Paris dengan keunggulan metalurginya ini.

Rahasianya adalah bahwa Molibdenum (Mo) dan Tungsten (W) memiliki titik leleh ribuan derajat di atas atom besi (Fe). Atom Molibdenum dan Tungsten memiliki ukuran yang lebih besar dan elektron yang lebih banyak dibandingkan dengan atom besi. Kedua faktor ini menyebabkan elektron kedua atom ini sulit tereksitasi dan mampu menyerap banyak panas. Hal inilah yang membuat keduanya tepat untuk dijadikan campuran baja untuk persenjataan perang.

Big Bertha (Howitzer)

Menariknya, hasil penemuan sains ini kemudian dapat menjadi bebas nilai. Ia diaplikasikan bagi umat manusia demi berbagai tujuan: baik atau buruk, menolong umat manusia atau malah menghancurkan. Keunggulan sains untuk dapat ditiru kembali oleh siapa saja dan mudah dimodifikasi untuk tujuan apa saja dan oleh apa saja. Manusia sebagai pelakulah yang kemudian bertanggung jawab untuk penggunaan selanjutnya.

Tambang Bartlett Mountain, Colorado, Amerika Serikat adalah penghasil utama elemen Molibdenum pada masa PD I. Pada tahun 1918, Amerika Serikat buru-buru menghentikan pasokan Molibdenum  setelah mengetahui Jerman membuat persenjataan dengan Molibdenum yang ditambang dari negaranya. Kelebihan hasil tambang Molibdenum ini kemudian digunakan Henry Ford untuk bahan baku produksi mesin mobil model-T.

Saat ini, Molibdenum dan Tungsten digunakan luas untuk campuran logam lainnya. Kemampuan Molibdenum untuk bertahan pada suhu yang ekstrim membuatnya berguna untuk aplikasi pembuatan bagian pesawat terbang, industri motor dan filamen. Tungsten digunakan sebagai bahan pembuat Tungsten Carbide (TC), sebuah materi yang tiga kali lebih keras dibandingkan baja biasa. TC ini digunakan secara luas untuk bahan bor, mesin industri untuk memotong baja, bahkan juga untuk militer sebagai amunisi penembus perisai baja.

MolibdenumTungsten Carbide

Penemuan sains juga menjadi pengungkit raksasa dalam perubahan umat manusia. Ia merevolusi semua aspek kehidupan manusia. Dalam 10 ribu tahun belakangan, manusia memang mengalami percepatan evolusi yang luar biasa. Akan tetapi, dalam 100 tahun belakangan inilah, percepatan ini harus dikatakan sebagai REVOLUSI: perubahannya sangat cepat dan liar.

Penggunaan teknologi nuklir untuk perang pada awalnya sangat merusak. Beberapa peneliti dari masing-masing negara yang berpartisipasi dalam Perang Dunia II ikut berlomba dalam penelitian pengunaan nuklir untuk senjata. Amerika Serikatlah yang pertama menggunakan nuklir sebagai senjata (dan semoga yang terakhir). Tanggal 6 Agustus dan 9 Agustus 1945, kota Hiroshima dan Nagasaki menjadi korban sejarah senjata nuklir. Hingga saat ini, diperkirakan telah ada dua ribu test senjata nuklir yang telah dilakukan oleh berbagai negara yang memilikinya.

Sisi baiknya, aplikasi nuklir untuk persenjataan ini kemudian dapat berkembang menjadi alternatif sumber energi baru yang ramah lingkungan. Terlepas dari kontroversinya, energi nuklir adalah salah satu sumber energi utama di masa depan. Sampai sebelum kehebohan reaktor Fukushima belakangan ini, Jepang menggunakan nuklir hingga 29% dari total kebutuhan energi listrik. Perancis bahkan menggunakan nuklir sebagai sumber energi listrik dengan rasio tertinggi, yaitu sekitar 75%.

***

Perkembangan sains dan teknologi terjadi dengan sangat pesat, bahkan liar. Kita sulit memprediksi apa yang akan datang selanjutnya.  Era awal abad ke-20 adalah masa perkembangan eksponensial sains kimia dan fisika elemen. Saat ini, awal abad ke-21, bidang penelitian baru di area rekayasa genetika, neurosains, dan fisika kuantum adalah gilirannya.

Seratus tahun lagi mungkin ada buku mirip dengan The Disapearing Spoon ini. Mungkin generasi selanjutnya yang pada gilirannya akan menertawakan kekonyolan sejarah sains abad ke-21, waktu kita hidup saat ini.

Atau jangan-jangan kita masih tetap hidup seratus tahun lagi? :)

22 April 2011

Tentang Seorang Penjaga Kubur Yang Mati - Sapardi Djoko Damono


bumi tak pernah membeda-bedakan, seperti ibu yang baik.
diterimanya kembali anak-anaknya yang terkucil dan
membusuk, seperti halnya bangkai binatang, pada
suatu hari seorang raja, atau jenderal, atau pedagang,
atau klerek – sama saja.


dan kalau hari ini si penjaga kubur, tak ada bedanya. ia
seorang tua yang rajin membersihkan rumputan,
menyapu nisan, mengumpulkan bangkai bunga dan
daunan; dan bumipun akan menerimanya seperti ia
telah menerima seorang laknat, atau pendeta, atau
seorang yang acuh-tak-acuh kepada bumi, dirinya.


toh akhirnya semua membusuk dan lenyap, yang mati tanpa
gendering, si penjaga kubur ini, pernah berpikir:
apakah balasan bagi jasaku kepada bumi yang telah
kupelihara dengan baik; barangkali sebuah sorga atau
am punan bagi dusta-dusta masa mudanya. tapi sorga
belum pernah terkubur dalam tanah.


dan bumi tak pernah membeda-bedakan, tak pernah
mencinta atau membenci; bumi adalah pelukan yang
dingin, tak pernah menolak atau menanti, tak akan
pernah membuat janji dengan langit.


lelaki tua yang rajin itu mati hari ini; sayang bahwa ia tak
bisa menjaga kuburnya sendiri.

Sajak sebatang Lisong - WS Rendra



menghisap sebatang lisong
melihat Indonesia Raya
mendengar 130 juta rakyat
dan di langit
dua tiga cukung mengangkang
berak di atas kepala mereka
matahari terbit
fajar tiba
dan aku melihat delapan juta kanak – kanak
tanpa pendidikan
aku bertanya
tetapi pertanyaan – pertanyaanku
membentur meja kekuasaan yang macet
dan papantulis – papantulis para pendidik
yang terlepas dari persoalan kehidupan
delapan juta kanak – kanak
menghadapi satu jalan panjang
tanpa pilihan
tanpa pepohonan
tanpa dangau persinggahan
tanpa ada bayangan ujungnya
……………………..
menghisap udara
yang disemprot deodorant
aku melihat sarjana – sarjana menganggur
berpeluh di jalan raya
aku melihat wanita bunting
antri uang pensiunan
dan di langit
para teknokrat berkata :
bahwa bangsa kita adalah malas
bahwa bangsa mesti dibangun
mesti di up-grade
disesuaikan dengan teknologi yang diimpor
gunung – gunung menjulang
langit pesta warna di dalam senjakala
dan aku melihat
protes – protes yang terpendam
terhimpit di bawah tilam
aku bertanya
tetapi pertanyaanku
membentur jidat penyair – penyair salon
yang bersajak tentang anggur dan rembulan
sementara ketidak adilan terjadi disampingnya
dan delapan juta kanak – kanak tanpa pendidikan
termangu – mangu di kaki dewi kesenian
bunga – bunga bangsa tahun depan
berkunang – kunang pandang matanya
di bawah iklan berlampu neon
berjuta – juta harapan ibu dan bapak
menjadi gemalau suara yang kacau
menjadi karang di bawah muka samodra
……………………………
kita mesti berhenti membeli rumus – rumus asing
diktat – diktat hanya boleh memberi metode
tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan
kita mesti keluar ke jalan raya
keluar ke desa – desa
mencatat sendiri semua gejala
dan menghayati persoalan yang nyata
inilah sajakku
pamplet masa darurat
apakah artinya kesenian
bila terpisah dari derita lingkungan
apakah artinya berpikir
bila terpisah dari masalah kehidupan
RENDRA
( itb bandung – 19 agustus 1978 )
* ) Sajak ini dipersembahkan kepada para mahasiswa Institut Teknologi Bandung dan dibacakan di dalam salah satu adegan film “Yang Muda Yang Bercinta” yang disutradarai oleh Sumandjaya.

11 April 2011

Film Tanda Tanya, Toleransi, Pluralisme

clip_image002

Saya mau buat pengakuan: saya mengalami mata berair tiga kali berturut-turut ketika menonton film Tanda Tanya (?). Menurut saya, film karya Hanung Bramantyo ini memiliki cerita yang sederhana, agak dramatis, tetapi sangat relevan dengan realitas kehidupan beragama masyarakat Indonesia saat ini. Lengkap dengan kisah keyakinan, pengorbanan, dan kekerasan, film Tanda Tanya membuat saya beberapa kali mengendalikan diri untuk menanggulangi urusan mata basah ini.

***

Film Tanda Tanya mulai diputar di bioskop sejak tiga hari yang lalu. Film ini menceritakan tentang dinamika sosial agama dalam masyarakat kaum ekonomi menengah bawah di kota Semarang. Hanung mengatakan bahwa inspirasi film ini berasal dari kejadian nyata. Salah satunya adalah berasal dari kisah seorang Banser bernama Riyanto dari Mojokerto ketika bom Natal beberapa tahun lalu.

Film Tanda Tanya menjadi kontroversi dan mengundang komentar dari beberapa pihak. Para penggiat pluralisme-HAM, budayawan, serta ketua KPI menyambut baik penyampaian pesan toleransi dalam film ini. Praktik sosial agama yang digambarkan sangat baik di tengah beberapa isu kekerasan atas nama agama yang sedang marak belakangan ini.

Di sisi lain, beberapa pengurus Banser NU mengritik film ini karena dianggap kurang menggambarkan kehidupan nyata seorang anggota Banser yang sesungguhnya. Beberapa tokoh agama yang konservatif (baca: Ketua MUI) bahkan berpendapat bahwa film Tanda Tanya ini haram dan sesat karena mencampuradukkan toleransi dan teologi.

***

Dalam pengalaman saya, perihal toleransi beragama merupakan obrolan superfisial. Ia jarang dibicarakan jujur dalam lingkungan multiagama. Toleransi antarumat beragama dibicarakan hanya dalam upaya menjaga kenyamanan dan meredam konfllik. Tersembunyi dalam obrolan superfisial toleransi antarumat beragama ini, keterasingan antarumat beragama sebenarnya cenderung menciptakan prasangka. Pada beberapa kasus ekstrim, bahkan memunculkan kebencian.

Mengingat kembali pengalaman saya, pembicaraan tentang perbedaan keyakinan baru dapat dibicarakan secara jujur secara pribadi, dalam keluarga, atau tempat keagamaan. Banyak keluarga dan perkumpulan agama yang saya temui mengajarkan dogma bahwa selain keyakinan yang dianut, tidak ada keyakinan lain yang mendapatkan keselamatan. Lebih lanjut lagi, beberapa dogma juga memerintahkan umatnya untuk tidak mempelajari bahkan menjauhkan diri dari keyakinan yang berbeda. Keterasingan akan membangun prasangka. Lalu kemudian, interpretasi fakta dicocokkan dalam prasangka akan semakin mengokohkan prasangka ini.

Dibesarkan dalam keluarga menengah Jakarta dengan pengetahuan agama Islam yang biasa saja, saya terkejut melihat kisah film Tanda Tanya. Apa benar ada toleransi beragama seperti dalam film ini dalam realitas sosial agama yang sesungguhnya? Atau setidaknya, apakah ide dalam film ini merupakan sesuatu ideal dalam toleransi beragama? Secara pribadi, saya sedikit terkejut dengan kisah toleransi dalam film Tanda Tanya. Tokoh Menuk, seorang muslimah berjilbab, bekerja di restoran Cina non-halal milik Engkoh Tat Kan Sun. Dalam restoran ini, Engkoh Tat Kan Sun memisahan proses memasak makanan halal dan non-halal. Juga, Menuk diberikan waktu khusus untuk shalat oleh keluarga pemilik restoran ini. Hmm.. saya kira cerita film Tanda Tanya ini sangat progresif untuk sebuah ideal dalam toleransi dan pluralisme.

Akan tetapi, kekagetan ini saya anggap sebagai pencerahan. Ide toleransi dalam film Tanda Tanya membuat saya memiliki sudut pandang baru dalam menyikapi perbedaan. Saya sendiri merasa perlu usaha lebih dalam untuk mempelajari perbedaan (dan persamaan) antaragama supaya bisa memahami dan menyikapinya dengan lebih baik. Ketidaktahuan dan kebodohan tentang perbedaan akan menimbulkan prasangka dan menyebabkan mudah terprovokasi. Dan mempelajari tradisi keyakinan lain sendiri tidak berarti akan mengimaninya.

Pengetahuan adalah kekuatan. Kebodohan adalah kelemahan. Kepedulian adalah peluang. Ketidakacuhan adalah ancaman. Lalu kita mau apa?

Menjawab pertanyaan, "Masih pentingkah kita berbeda?" Tentu saja berbeda itu sangat penting; dalam usaha saling mengenal, memahami, dan menyikapi perbedaan itu sendiri..

***

Manusia tidak hidup sendirian di dunia ini
Tapi di jalan setapaknya masing-masing
Semua jalan setapak itu berbeda-beda

Namun menuju arah yang sama
Mencari hal yang sama
Dengan satu tujuan yang sama: Tuhan

3 April 2011

Celotehan tentang Kematian (2)


Kehidupan setelah mati memang benar terjadi. Setidaknya, sejumlah kehidupan baru akan muncul menggunakan jasad telah mati sebagai makanannya. Penelitian forensik mengenai pembusukan tubuh yang mengalami kematian berkembang pesat. Penelitian ini memberikan gambaran fase kimiawi dan biologis yang terjadi setelah jasad dimakamkan.

Tepat setelah kematian, jasad mulai mendingin hingga menyesuaikan dengan suhu lingkungan. Dalam jasad yang telah mati, metabolisme tidak lagi terjadi sehingga proses regulasi suhu tubuh sudah tidak terjadi lagi. Suhu tubuh akan menurun sekitar 0,83 derajat Celsius setiap jam. Dalam dunia medis, hal ini dikenal dengan algor mortis.
Ketika saya melihat Almarhum Nenek untuk terakhir kali, sekitar 17 jam setelahmeninggal, tubuh beliau telah kaku. Istilah medisnya rigor mortis. Secara alami, jasad manusia mengalami kekakuan setelah meninggal lebih dari 3jam hingga mencapai maksimalnya setelah 12 jam karena terjadinya perubahan kimiawi dalam otot. Sekitar 72 jam kemudian, bergantung kondisi lingkungan, jasad yang telah mati berangsur-angsur akan kembali melunak. 
Kira-kira setelah tiga hari, proses pembusukan akan dimulai. Tahap yang awal terjadi disebut tahap pembusukan segar. Tahap ini ditandai dengan proses autolisis atau `cerna-diri. Enzim merupakan zat yang digunakan untuk berbagai proses dalam tubuh, termasuk diantaranya mencerna makanan. Proses autolisis terjadi saat enzim yang terdapat dalam sel tubuh tidak lagi dapat dikendalikan dan mencerna strukturnya sendiri. Hal ini menyebabkan cairan yang terdapat di dalam sel (intraselular) keluar. 
Berbagai jenis bakteri terdapat secara normal tubuh manusia, biasanya disebut flora normal tubuh manusia. Cairan yang keluar dari sel yang telah mati akan bertemu bakteri yang merupakan agen utama pembusukan. Koloni bakteri ini terutama terletak pada tempat yang berhubungan dengan dunia luar. Cairan yang keluar dari sel ini mengandung banyak makanan untuk bakteri. Ketika makanan tiba-tiba berlimpah, koloni bakteri akan berkembang biak secara cepat. Populasi bakteri yang semakin meningkat akan mempercepat kembali proses pembusukan. 
Pada bagian luar jasad, tanda-tanda entomologis juga mulai muncul. Larva lalat akan bertumbuh dimulai dari bagian luar jasad. Lalat akan meletakkan telurnya pada berbagai titik masuk tubuh manusia, seperti misalnya mata, mulut, luka terbuka, dan kelamin. Hal ini bertujuan untuk memudahkan larva lalat muda mencari makanan. Larva lalat yang masih muda tidak dapat menembus kulit, sehingga perlu diletakkan pada tempat yang mudah menjangkau makanan. Ketika mulai dewasa, larva lalat mampu menembus kulit dan memakan lemak di bawah kulit ini. Dalam kajian forensik, salah satu cara memperkirakan waktu kematian melalui petunjuk umur larva lalat yang terdapat pada jasad.  
Setelah mengalami proses pembusukan segar, tubuh mulai mengalami proses penggembungan. Metabolisme bakteri dalam tubuh yang mencerna jasad mati ini menghasilkan gas buangan. Sering kali, pada proses pengembungan ini, jalan untuk gas ini telah tertutup, bisa karena terurai atau tersumbat. Bila hal ini terjadi, maka tubuh akan mengembung sebagai akumulasi gas sisa metabolisme yang terbentuk saat proses pembusukan. Tekanan gas di dalam jasad yang sangat tinggi dapat menyebabkan tubuh yang telah mati ini meletup. Akibat letupan ini, dari luar jasad akan terlihat seperti tercabik seperti luka cambuk. Terbukanya jalan udara ini akan memudahkan agen-agen pembusuk lain dapat masuk ke dalam jasad dan semakin mempercepat proses pembusukkan.
Selanjutnya setelah proses penggembungan terjadi, jasad mulai mengalami proses pembusukan lanjut dan penguraian. Setelah tiga minggu, organ lunak dalam tubuh mencair dan meleleh dari berbagai rongga tubuh dan terserap ke tanah. Organ lunak, seperti bagian pencernaan, paru-paru, dan otak merupakan bagian pertama yang meleleh dan keluar tubuh diserap tanah. Kemudian, bagian luar tubuh mulai amblas karena isinya telah keluar.
Pada proses pembusukan lanjut dan penguraian, otot yang merupakan jaringan yang lebih keras akan dimakan oleh serangga karnivora. Jaringan kulit kadang terurai kadang pula tidak, tergantung pada kondisi lingkungan. Dalam kondisi lingkungan yang terlalu kering dan panas, penguraian kulit tidak terjadi karena bakteri sangat sensitif terhadap suhu dan kelembaban. Jaringan kulit yang tidak terurai dan yang tersisa akan mirip dengan cangkang manusia yang tidak terurai.
Proses mumifikasi (pembuatan mumi) salah satu tahapannya adalah  mengeluarkan seluruh organ dalam yang lunak untuk mencegah proses pembusukan. Kemudianjaringan lainnya, termasuk kulit, tetap diawetkan untuk menjaga kemiripan dengan bentuk aslinya.
***
Proses penguraian tubuh yang mati berjalan sangat efisien. Dalam beberapa bulan saja, hampir semua bagian tubuh telah terurai. Yang tersisa hanyalah bagian yang sulit terurai (misalnya tulang).  Melalui proses penguraian, jasad masuk kembali ke dalam siklus kehidupan-kematian; dan menjadi bagian alam. From ash to ash, from dust to dust..

Inspiration: