31 Desember 2010

Apakah itu Rasionalitas?

Pada tulisan sebelumnya telah disinggung bahwa pikiran manusia tidak seluruhnya rasional. Bahkan, rasionalitas sebenarnya hanya mendapatkan porsi kecil dalam seluruh pikiran manusia. Karena rasionalitas berkembang paling akhir dalam evolusi, cara berpikir ini memiliki banyak keterbatasan. Meskipun begitu, rasionalitas berhasil menyukseskan manusia dari panggung kehidupan di bumi.

Apa itu rasionalitas? Rasionalitas sering dikatakan sebagai proses berpikir yang menggunakan logika atau akal. Cara berpikir ini khusus dimiliki oleh manusia saja. Menurut Plato, rasio dan emosi selalu bertentangan satu sama lain dalam pikiran manusia. Ketika rasio menang, maka kita dapat mengendalikan diri kita dan hidup dalam kebahagiaan dan harmoni. Menurutnya lagi, rasionalitas membuat manusia berpikir layaknya dewa-dewi; ketika manusia berpikir rasional, maka ia menyerupai dewa.

Pusat rasionalitas dalam otak terletak pada korteks prefrontal. Tanpa bagian paling luar dari lobus frontalis ini, manusia bukan merupakan makhluk rasional. Korteks prefrontal sangat berkembang pada manusia. Bila dibandingkan dengan primata lain atau nenek moyang manusia, perbedaan yang paling jelas adalah membesarnya bagian depan otak ini. Sepupu kita, Homo neanderthal, bisa jadi memiliki volume otak yang lebih besar daripada manusia modern, tetapi spesies ini masih memiliki korteks prefrontal mirip dengan simpanse. Oleh karena itu, Homo neanderthal tidak memiliki apa yang dimiliki oleh Homo sapiens: pikiran rasional.

Perkembangan evolusi otak manusia sejalan dengan hubungan antara kematangan pikiran dan usia manusia. Bagian otak pertama yang terbentuk pada evolusi adalah area korteks motor dan batang otak. Kedua area ini juga merupakan bagian yang pertama kali matang pada anak dan berfungsi secara penuh ketika masa pubertas. Di sisi lain, bagian yang secara evolusi terbentuk belakangan, seperti misalnya lobus frontalis, juga baru matang ketika masa remaja berakhir.

Proses perkembangan otak yang bertahap ini yang menjelaskan mengapa perilaku remaja lebih berisiko dan impulsif dibandingkan manusia dewasa. Pandangan bahwa keterlibatan dalam tindak kriminal akan bekurang seiring dengan pertambahan usia adalah salah satu pandangan tertua sekaligus paling diterima dalam kriminologi. Dalam sejumlah bentuk kejahatan, terutama yang dikategorikan serius, proporsi populasi yang terlibat cenderung memuncak pada usia remaja atau awal dewasa, dan setelah itu menurun seiring dengan pertambahan usia. (1)

Beberapa penelitian oleh neurosaintis menunjukkan bahwa nucleus accumbens, bagian otak yang berkaitan dengan mekanisme rewards (seperti misalnya seks, narkoba, dan dugem) secara signifikan lebih aktif dan matang pada otak remaja dibandingkan korteks prefrontal yang bertugas menahan godaan-godaan ini. Jadi, para remaja membuat berbagai keputusan yang konyol memang karena mereka kurang rasional.

***

Mengapa banyak trader saham tetap mempertahankan saham yang harganya jatuh dan menyebabkan kerugian besar? Para trader mempertahankan saham-saham ini hingga bertahun-tahun dan tidak mau merealisasikan kekalahannya. Para trader berharap akan harga saham-saham ini akan naik lagi, minimal mencapai nilainya semula. Entah kapan.

Dalam perspektif yang rasional, kerugian seharusnya secepatnya direalisasikan agar sisa modal bisa digunakan lagi untuk peluang investasi lain yang lebih menjanjikan. Artinya, saham yang merugi harus segera dijual untuk mendapatkan dana tunai. Tapi secara emosional, terlalu menyakitkan untuk merasakan kerugian. Akhirnya, portofolio tahunan saham para trader ini adalah saham-saham yang nilainya telah turun selama bertahun-tahun.

Fenomena ini diamati dalam ekonomi perilaku (Behavioural economics) dalam topik yang dikenal sebagai loss aversion. Istilah ini diperkenalkan oleh Daniel Kahneman and Amos Tversky pada tahun 1979. Inti penemuan ini adalah bahwa kehilangan uang 1 juta rupiah lebih mempengaruhi level kebahagiaan anda dibandingkan mendapatkan uang 1 juta rupiah. Dengan kata lain, kita  lebih emosional dengan situasi kehilangan sesuatu dibandingkan dengan situasi mendapatkan sesuatu.

 

Bagi orang yang mengalami loss aversion, ia menjadi terikat dengan objek secara emosional dan cenderung memilih situasi tidak merugi (tidak menjual saham), meskipun mendapatkan sesuatu (dana tunai). Sebaliknya, bagi orang yang rasional akan segera menjual saham yang merugi dan mendapatkan dana tunai.

Jadi di mana sebenarnya fungsi rasionalitas pada kasus ini? Untuk meneliti loss aversion dalam perspektif neurosains, beberapa peneliti menggunakan mesin fMRI untuk mempelajari bagian otak yang aktif dalam situasi ini. Ternyata orang yang berada situasi ini, bagian amigdala pada otaknya menjadi aktif. Amigdala ini adalah  bagian otak yang ketika aktif, akan menghasilkan perasaan negatif. Ketika orang merasa akan kehilangan sesuatu, maka area amigdalanya akan aktif secara otomatis. Oleh karena itu, kita sangat membenci kekalahan.

Hal yang mengejutkan didapatkan pada orang rasional yang tidak mengalami loss aversion. Ternyata bagian amigdala pada orang rasional juga sama-sama aktif pada level yang sama. Semua orang normal, baik rasional maupun tidak, ternyata mengalami bias emosi terhadap kerugian.

Perbedaannya adalah pada orang yang rasional ada bagian otak lainnya yang aktif. Bagian korteks prefontal yang mengatur rasionalitas menjadi aktif pada situasi ini. Semakin bagian korteks prefrontal ini menjadi aktif, semakin meningkat kemampuan seseorang mengalahkan perasaan irrasional dan menyadari situasi yang dialaminya secara jernih. Menurut Benedetto De Martino, neurosaintis yang memimpin penelitian, ”Orang yang lebih rasional tidak kurang emosional dibandingkan orang lain. Mereka hanya mampu mengendalikan perasaannya secara lebih baik.”

Jadi bagaimana kita mengendalikan emosi kita? Jawabannya adalah dengan memikirkan emosi yang bersuara di kepala kita. Otak (korteks prefrontal) mengizinkan kita untuk berkontemplasi, memikirkan kembali apa yang kita rasakan dan pikirkan. Bakat psikologis ini biasa disebut metacognition.

Setiap perasaan emosi muncul dengan kesadaran bersamanya. Kesadaran ini membuat seseorang bisa memikirkan mengapa ia memiliki perasaan yang dirasakannya itu. Bila perasaan ini tidak masuk akal, orang ini bisa mengacuhkan perasaan ini. Jadi otak bisa memilih apakah ia akan menuruti emosi yang sedang dirasakan atau mengacuhkannya saja.

Hal ini sesuai dengan sebuah ide penting yang pernah ditulis oleh Aristoteles. Dalam Nicomachean Ethics, Aristoteles mengatakan bahwa kunci untuk memupuk kebajikan adalah dengan mengelola nafsu dalam diri. Menurutnya lagi, “Semua orang bisa saja marah, itu mudah. Tapi bagaimana marah pada orang yang tepat, dengan tingkat kemarahan yang tepat, pada waktu yang tepat, untuk tujuan yang tepat, dan dalam cara yang tepat, itu tidak mudah.”

Jadi, apakah kita akan mengikuti emosi yang sedang kita rasakan atau mengacuhkannya saja? Mari kita tanyakan kepada rasio kita..

Inspirasi :

23 Desember 2010

Markus Horison, Penalti, dan Keputusan Emosional

Tulisan ini adalah lanjutan dari tulisan sebelumnya “Celotehan tentang Membuat Keputusan dan Neurosains.”

“Jangan membuat keputusan emosional. Keputusan harus dibuat dengan kepala dingin”, kata beberapa orang bijak yang pernah saya temui. Pernyataan ini merupakan nasihat umum yang sering dilontarkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Apa sebenarnya emosi?

Emosi sering dihubungkan sebagai feeling, mood, temperamen,  kepribadian, atau bisa juga motivasi. Seseorang bisa mengalami emosi positif, seperti gembira, bahagia, minat dan lain sebagainya. Sebaliknya, seseorang juga bisa mengalami emosi negatif, seperti sedih, marah, takut, dan lain sebagainya.

Dalam memutuskan suatu hal, emosi dikatakan tidak rasional dan harus dihindari. Idealnya, kita harus membuat keputusan secara sadar dengan melakukan analisa dari berbagai pilihan dan menimbang positif-negatif antara setiap alternatif.

***

Emosi pada manusia sangat penting dan berakar dalam dari perjalanan evolusi. Proses perkembangan otak hingga saat ini memakan waktu yang sangat lama. Sejak Homo sapiens muncul sekitar dua ratus ribu tahun yang lalu, banyak makhluk hidup yang telah muncul memiliki otak dengan berbagai kelebihan yang khusus.

Ikan telah mampu melakukan navigasi dengan medan magnet bumi dan burung dapat melakukannya dengan menggunakan rasi bintang berkat fungsi otaknya. Fungsi khusus bagi otak ini adalah sifat yang penting dalam survival menghadapi proses evolusi. Meskipun begitu, makhluk-makhluk ini tidak dapat merencanakan, menganalisa fenomena yang kompleks, atau juga menemukan alat untuk membantu kehidupan. Mereka adalah makhluk yang hidup hanya untuk hari ini saja. Mereka hidup dengan insting.

Evolusi otak rasional sangat berkembang pada spesies manusia. Hewan jenis manusia ini dapat melakukan refleksi bagaimana ia berpikir. Kita dapat berkontemplasi terhadap emosi sendiri, bahkan dapat mengakumulasi pengetahuan dan menganalisanya kembali untuk digunakan kembali pada hal-hal yang kita temui di masa selanjutnya. Perkembangan otak manusia dapat melakukan rasionalisasi terhadap stimuli yang ditangkap indera.

Seperti teknologi komputer keluaran terbaru, perkembangan desain otak rasional ini juga memiliki banyak error dan sering mengalami kecacatan. Oleh karena itu, kalkulator murahpun dapat melakukan penghitungan aritmatika lebih cepat daripada manusia umumnya. Kita juga sering tidak bisa membedakan antara korelasi dan sebab-akibat.

***

Di sisi seberang, otak emosional telah mengalami evolusi selama beberapa ratus tahun. Sejak nenek moyang manusia, sebelum manusianya sendiri ada, otak emosional ini telah mengalami adaptasi sesuai dengan seleksi alam. Otak emosional ini telah diuji sedemikian rupa sehingga dapat membuat keputusan yang sangat cepat berdasarkan informasi yang sangat terbatas.

Mari kita lihat proses mental yang dilakukan oleh Markus Horison, kiper timmas PSSI saat menghalau tendangan penalti. Tendangan penalti adalah waktu yang sangat kritis dalam pembuatan keputusan. Penalti berpengaruh sangat penting dalam hasil pertandingan sepak bola. Kecepatan tendangan penalti mencapai antara 100-130 kilometer per jam. Dengan jarak hanya 11 meter, bola bergerak dari titik penalti hingga ke gawang dalam waktu hanya 0,3-0,4 detik. (1)

Coba bayangkan dalam tempo sesingkat ini, setelah bola ditendang dari titik penalti, Markus harus memutuskan ke arah mana ia akan bergerak. Kira-kira seorang manusia membutuhkan 0,25 detik untuk menggerakkan ototnya sehingga tinggal 0,05-0,15 detik lagi untuk memutuskan ke arah mana Markus akan bergerak. Perhitungan ini juga perlu ditambahkan beberapa milidetik lagi untuk waktu informasi dari mata bisa sampai ke otak. Jadi bayangkan, dalam waktu 0,1 detik ini Markus harus memutuskan ke arah mana ia akan bergerak. Dalam kondisi yang sangat ideal sekalipun, otak membutuhkan 0,2 detik untuk merespon informasi yang didapatkan dari indera.

Keputusan ke arah mana Markus akan mengantisipasi bola penalti membutuhkan feeling, si otak emosional. Pada momen ini, otak Markus mulai mengumpulkan informasi tentang tendangan penalti pemain lawan ini jauh sebelum bola ditendang. Ketika pemain lawan sedang melakukan persiapan menendang bola, otak Markus mulai mengumpulkan informasi dan menangkap berbagai petunjuk untuk memperkecil kemungkinan ke arah mana pemain lawan akan menendang bolanya. Postur tubuh dan arah kaki menjadi petunjuk penting bagi Markus dalam menentukan ke arah mana ia akan bergerak. Bagaimana pemain lawan berlari menuju bola penalti menjadi petunjuk penting sesaat sebelum bola ditendang.

Di era modern, kiper melakukan studi dari video pertandingan sebelumnya. Statistik dan probabilitas kejadian dimunculkan dalam perhitungan. Akan tetapi pada akhirnya, kiper tidak mengandalkan video dan statistik untuk memutuskan bagaimana ia akan mengantisipasi tendangan penalti. Ia hanya menggunakan feeling-nya, otak emosionalnya. Arah kiri, kanan, atau tengah?

***

Dalam beberapa pengambilan keputusan, pendekatan emosional ternyata berfungsi lebih baik dibandingkan pendekatan rasional. Kita sering memutuskan suatu hal yang kita anggap benar tanpa mampu menjelaskan mengapa hal tersebut benar. Kita yakin itu benar, hanya tidak bisa menjelaskan secara rasional.

Pikiran rasional sebenarnya hanyalah sebagian kecil proses yang dilakukan oleh otak. Sebagian besar, apa yang kita pikirkan muncul dari emosi kita. Ada pikiran bawah sadar kita yang sebenarnya memproses informasi yang didapatkan dan akhirnya menghasilkan sejenis feeling yang merupakan suatu bentuk keputusan.

Kita menggunakan feeling secara otomatis dan sering terbukti berhasil. Belum ada komputer yang mampu melakukan hal ini. Ketika evolusi menentukan arah perkembangan otak manusia, feeling ini tidak digantikan oleh rasionalitas dan kontrol sadar otak manusia. Hasilnya, keputusan manusia sangat tergantung oleh pikiran primitif yang melandasinya. Proses berpikir membutuhkan feeling yang dapat diketahui tetapi tidak dapat dipahami secara langsung.

Oleh karena itu, Jonah Lehrer mengatakan dalam buku  How We Decide, “Pikiran tanpa emosi adalah impoten.”

Inspirasi :

7 Desember 2010

Celotehan tentang Membuat Keputusan dan Neurosains

Banyak keputusan yang harus kita buat dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari yang sederhana macam pilihan warna busana kita pagi ini, sampai hal yang lebih rumit seperti pria/wanita mana yang mau kita nikahi. Sering pula berbagai keputusan penting harus dibuat sangat cepat antara hidup dan mati.

Silakan dibayangkan. Saat Anda mengemudi mobil dalam kecepatan tinggi dalam tol yang padat, sebuah mobil lain tiba-tiba mengambil jalur Anda dari samping. Anda memutuskan menghindari si mobil pengambil jalur ini dengan cara membelokkan setir secara mendadak pula ke jalur lain. 

3701-004344, VEER John Churchman /Collection Mix: Subjects

Dalam tempo sepersekian detik, mengapa Anda memutuskan membelokkan setir? Bagaimana kalau ada mobil di jalur lain yang Anda potong itu? Mengapa tidak mengerem mendadak? Tapi ada potensi juga Anda mengalami tabrak belakang oleh mobil di belakang anda.

Mengapa kita bisa jadi mengambil keputusan lain pada kejadian sejenis pada waktu lain? Kita berharap bahkan keputusan yang mendadak diambil berhasil menghindarkan dari hal buruk. Dan moga-moga bukan karena keberuntungan belaka.

***

Pertanyaan seputar pembuatan keputusan telah muncul sejak ribuan tahun lalu dalam bermacam perspektif. Proses pembuatan keputusan sendiri adalah sebuah proses dalam pikiran kita. Ia melakukan pilihan dari beberapa alternatif. Dan setiap keputusan pasti menghasilkan satu pilihan akhir.

Sebelum neurosains berkembang, cara otak bekerja dan pikiran belum diketahui secara langsung. Pada masa sebelumnya, penelitian bagaimana manusia membuat keputusan hanya dapat dilakukan dengan mengamati perilaku manusia dari luar. Para pemikir seperti Plato dan Descartes melakukan pengamatan dan mengajukan beberapa teori tentang pikiran yang sangat penting.

Sejak jaman Yunani kuno abad ke-4 SM, Plato berasumsi bahwa manusia adalah rasional. Ketika kita membuat keputusan, kita harus secara sadar melakukan analisa dari berbagai pilihan dan menimbang positif-negatif antara setiap alternatif. Dengan kata lain, manusia ideal adalah makhluk yang logis dan melakukan sesuatu setelah berpikir dalam.

Asumsi ini menjadi pondasi dari ekonomi modern dan mendorong penelitian tentang sains tentang cara pikiran bekerja. Sejalan dengan waktu, rasionalitas mendefinisikan manusia. Kita berasumsi manusia yang terbaik adalah manusia yang paling rasional. Dan manusia yang makin tidak rasional, makin mirip dengan hewan.

Sebelum neurosains berkembang, kita melakukan dikotomi emosinal-rasional dan mengutamakan rasionalitas dalam pikiran. Kita memilih mengandalkan data statistik dan meninggalkan feeling;  ada persaingan antara Id dan Ego ala Freud; dan perkelahian antara otak reptil melawan lobus frontal kita ala MacLean.

***

Setelah berbagai penelitian neurosains tentang otak, ternyata asumsi manusia tentang rasionalitas dan cara otak bekerja adalah salah. Coba bayangkan kembali tentang keputusan Anda tadi ketika membelokkan setir mendadak saat mobil lain mengambil jalur mobil Anda. Tidak ada waktu untuk berpikir logis dan mendalam, keputusan yang Anda lakukan hanya berdasarkan feeling semata.

Manusia ternyata tidak didesain sebagai makhluk yang rasional. Pikiran kita tersusun dari jaringan yang semrawut tentang berbagai macam hal. Banyak bagian dari jaringan ini bertanggung jawab dalam proses pembentukan emosi. Ketika manusia membuat keputusan, otak terombang-ambing dalam perasaan dan dikendalikan dalam hasrat yang tidak mampu dijelaskan. Bahkan ketika kita berusaha untuk bertindak rasional dan logis, impuls emosional secara tidak sadar mempengaruhi keputusan kita.

Penelitian tentang pembuatan keputusan ujung-ujungnya ada dalam pikiran manusia. Cabang ilmu neurosains telah berkembang sangat pesat dalam rentang waktu seabad ini. Rahasia otak manusia sedikit demi sedikit mulai dapat kita ungkap. Berbagai kajian tentang pikiran, nafsu, spiritual, kesadaran (jiwa), hingga kehidupan (ruh) dapat dilakukan pendekatan melalui neurosains.

neuroscience.es

Perkembangan neurosains mengungkap bahwa pengambilan keputusan yang baik ternyata membutuhkan menggunakan dua sisi pikiran kita ini: emosi yang tidak teratur dan impulsif dan rasio yang teratur dan mampu menjelaskan. Keduanya memiliki kekuatan dan kelemahan masing-masing dan saling komplementer.

Ada keputusan yang harus dibuat secara rasional, ada pula yang harus dibuat secara emosional. Tidak ada solusi universal dalam pembuatan keputusan. Kehidupan nyata ini terlalu kompleks. Sebagai hasilnya, seleksi alam memberikan bakat pada otak kita untuk menjadi pluralis. Manusia dengan otak yang kurang pluralis secara evolusi tidak fit dan telah punah sejak dulu karena tidak mampu beradaptasi dengan kompleksitas kehidupan.

Dalam membuat keputusan, terkadang kita perlu memikirkan semua alternatif dan mempertimbangkannya secara matang. Tetapi terkadang, kita juga perlu memutuskan dengan mendengarkan feeling kita saja. Rahasianya adalah mengetahui gaya berpikir yang mana yang perlu kita jalani dalam memutuskan berbagai macam hal yang berbeda.

Jadi, kehebatan manusia sesungguhnya adalah mampu memikirkan bagaimana ia berpikir dan bagaimana seharusnya ia berpikir. Dan ini baru permulaan..

(bersambung)

 

Inspirasi :

19 November 2010

Tak Ada Air yang tak Bening

Negara menghendaki stabilitas. Masyarakat menghendaki ketertiban. Sejarah menghendaki keamanan. Jiwa menghendaki ketenangan. Hati menghendaki keheningan. Mental menghendaki endapan. Dan seluruh kehidupan ini, di ujungnya nanti, menghendaki ketentraman, keheningan, kemurnian. Karena itu, agama menganjurkan kembali ke fitri.

Kita berdagang, berpolitik, berperang, bergulat, bekerja banting tulang, bikin rumah, bersaing dengan tetangga. Yang tertinggi dari itu semua dan yang paling dirindukan oleh jiwa, adalah "air bening hidup". Hidup bagai gelombang samudera. Hidup bergolak. Segala pengalaman perjalanan

Anda adalah arus air sungai yang mencari muaranya.

Masa muda melonjak-lonjak. Tapi masa muda berjalan menuju masa senja. Dan masa senja bukanlah lonjakan-lonjakan, melainkan ketenangnan dan kebeningan. Maka, lewat naluri ataupun kesadaran, setiap manusia mengarungi waktu untuk pada akhirnya menemukan "air bening".

Ada orang yang dipilihkan oleh Tuhan atau memilih sendiri untuk mengembara langsung ke gunung-gunung dan menemukan sumber air murni. Orang lain menunggu saja saudaranya pulang dari gunung untuk dikasih secangkir kebeningan. Orang yang lain lagi menjumpai dunia adalah kotoran, maka ia ciptakan teknologi untuk menyaring kembali air itu dan menemukan kebeningannya.

Sementara ada orang yang hidupnya menyusur sungai, parit-parit kumuh, got-got, kubangan-kubangan. Sampai akhir hayatnya tak mungkin ia memilih sesuatu yang lain, karena mungkin tak punya kendaraan, tak punya kapal, bahkan tak punya sendal untuk melindungi kakinya dari kotoran-kotoran. Ketidakmungkinan itu mungkin karena memang 'dipilihkan' oleh Yang Empunya Nasib, tapi mungkin juga didesak oleh kekuatan-kekuatan zaman yang membuatnya senantiasa terdesak, terpinggir, dan tercampak ke got-got.

Bagaimana cara orang terakhir ini menemukan air bening?

Di dalam sembahyangnya, permenungannya, penghayatannya, kecerdasannya serta kepekaan hatinya. Ia tahu tidak ada air yang tak bening. Semua air itu bening. Tidak ada "air kotor", melainkan air bening yang dicampuri oleh kotoran.

Dengan menemukan jarak antara kotoran dengan air bening, tahulah ia dan ketemulah ia dengan sumber kebeningannya. Ia terus hidup di got-got, dan justru kotoran-kotoran itu makin menyadarkannya pada keberadaan air bening dalam got-got.

Adakah makna hal itu dalam kehidupan Anda?

clip_image002

Emha Ainun Nadjib

"Secangkir Kopi Jon Pakir"

15 November 2010

Soal Sepele, Seni, dan Lagu Indonesia Raya

Seni tidak saja bicara soal merangkai keindahan, tapi juga membuka keberanian baru memandang soal sepele kembali menjadi perhatian. Soal-soal mulai menjadi sepele saat keinginan untuk mempertanyakannya tidak perlu lagi ada. Banyak hal dianggap lumrah saja tanpa perlu diperiksa kemungkinannya salah kaprah.

Pada awal abad ke-20, realitas bagi kaum pribumi adalah sebagai warga kelas tiga setelah kaum kolonial Hindia-Belanda dan kaum bangsawan kerajaan. Saat itu, identitas kebangsaan ditandai berdasarkan daerah yang ada dalam koloni Hindia-Belanda. Kita bisa lihat kedaerahan dari Jong Java, Jong Ambon, Jong Celebes, Jong Batak, Jong Sumatranen Bond yang eksis pada masa itu.

Sebelum istilah ‘Indonesia’ diputuskan untuk diperjuangkan dan kemudian berhasil menjadi sebuah entitas, ia adalah sebuah istilah yang hidup dalam seni. Melalui seni kemudian ia muncul dalam Kongres Pemuda Indonesia Kedua bulan Oktober 1928. Muhammad Yamin, sang pelopor puisi modern, menyusun rumusan naskah sumpah pemuda dalam rima puisi. Lalu dalam latar belakang kemapanan suku yang ada, sertamerta lahir jargon baru : “Tanah Indonesia, Bangsa Indonesia, dan Bahasa Indonesia.”

Ketika mendengar rencana pelaksanaan Kongres Pemuda Indonesia Kedua, seorang seorang reporter  surat kabar Sin Po menghubungi pelaksana acara untuk meliput pertemuan ini. Panitia takut peliputan dapat mencurigakan pemerintah kolonial Hindia-Belanda sehingga meminta reporter ini tidak meliput pertemuan meskipun kemudian mereka tetap mengundangnya.

Sang reporter muda yang juga musisi serta guru ini terinspirasi oleh Kongres Pemuda Indonesia Kedua dan mengekspresikannya ke dalam seni musik. Di akhir kongres ini, sang reporter, Wage Rudolf Supratman, kemudian memainkan komposisi instrumental berjudul ‘Indonesia’ dengan biolanya.

WR Supratman

Teks lagu ‘Indonesia’ mulai disebarkan setelah Kongres Pemuda kedua ini. Koran Sin Po mempublikasikan teks lagu ini bulan November 1928.  Lagu ‘Indonesia’ sendiri awalnya sepele dan dianggap kurang mengandung keindahan. Menurut Rosihan Anwar dalam bukunya Petite Historie I, Dr. Ch.D. van der Plas mengatakan lagu ‘Indonesia’ mengatakan lagu ini memiliki melodi Eropa yang banal (dangkal) dan syair yang pincang sehingga awalnya pemerintah Hindia Belanda tidak melarang peredaran lagu ini.

Tapi seni memang tidak selalu bicara soal keindahan, melainkan membuka keberanian baru memandang soal sepele menjadi perhatian. Sedikit demi sedikit, lagu ‘Indonesia’ mulai dinyanyikan pada setiap rapat partai-partai politik dan kemudian menjadi salah satu tanda kelahiran pergerakan nasionalisme seluruh nusantara di Indonesia.

Menjadi pelaku seni memang membutuhkan keberanian. Soal-soal sepele yang kembali menjadi terperhatikan memang sering meresahkan, apalagi kalau akhirnya berurusan dengan otoritas. Melihat euforia kaum pribumi, pemerintah Hindia-Belanda kemudian melarang peredaran lagu ‘Indonesia’ ini.

Supratman muda kemudian diburu oleh polisi Hindia-Belanda karena dianggap memperdengarkan lagu ‘Indonesia’ pertama kali. Di awal Agustus 1938, Supratman tertangkap saat ingin menyiarkan lagu karangannya dan kemudian ditahan di penjara Kalisosok, Surabaya. Ia meninggal muda karena sakit di penjara itu pada 17 Agustus 1938 tanpa sempat menikmati kemerdekaan Indonesia tujuh tahun kemudian.

***

Perubahan selalu terjadi terjadi, bahkan seni pun bisa jadi kembali sepele. Pada tahun 1950, Jusuf Ronodipuro atas persetujuan Soekarno (versi lain: Pemerintah Belanda) meminta Jozef Cleber, seorang arranger Belanda yang populer, untuk mengaransemen kembali dan membakukan lagu Indonesia Raya. Lagu kebangsaan ‘Indonesia Raya’ yang telah menjadi baku hingga saat ini, yaitu mengambil satu dari tiga stanza lagu ‘Indonesia’ aslinya Supratman.

Tapi apakah sebenarnya arti kata ‘asli’? Remy Sylado dalam tulisannya di Kompas mengatakan bahwa nada “Indonesia” ciptaan asli W.R. Supratman sangat mirip dengan sebuah lagu Belanda berjudul Lekka Lekka Pinda Pinda. Menjiplak atau terinspirasi? Memang tidak pernah ada batas jelas antara keduanya. There is nothing new under the sun..

Pada 1953, Kusbini ingin melepaskan kemiripan lagu ‘Indonesia Raya’ dari bayang-bayang plagiarisme. Ia utarakan niat ini ke Soekarno yang saat itu menjadi presiden seumur hidup. Reaksi Bung Karno yang presiden? "Hai, kamu seniman goblok! Kamu tidak punya kesadaran politik. Apa yang sudah diterima secara politik tidak usah diperkarakan secara estetik," tulis Remy.

Semenjak itu, lagu “Indonesia Raya” berhenti dipertanyakan dan telah kembali menjadi soal yang sepele.

(Atau bukan semenjak itu ya? Biar saja lah, itu kan soal yang sepele)

Courtesy : Youtube.com

***

INDONESIA RAJA
Wage Rudolf Supratman

I

Indonesia, tanah airkoe,
Tanah toempah darahkoe,
Disanalah akoe berdiri,
Mendjaga Pandoe Iboekoe.

Indonesia kebangsaankoe,
Kebangsaan tanah airkoe,
Marilah kita berseroe:
"Indonesia Bersatoe".

Hidoeplah tanahkoe,
Hidoeplah neg'rikoe,
Bangsakoe, djiwakoe, semoea,
Bangoenlah rajatnja,
Bangoenlah badannja,
Oentoek Indonesia Raja.

Refrain :
Indones', Indones',
Moelia, Moelia,
Tanahkoe, neg'rikoe jang koetjinta.
Indones', Indones',
Moelia, Moelia,
Hidoeplah Indonesia Raja.

II

Indonesia, tanah jang moelia,
Tanah kita jang kaja,
Disanalah akoe hidoep,
Oentoek s'lama-lamanja.

Indonesia, tanah poesaka,
Poesaka kita semoeanja,
Marilah kita berseroe:
"Indonesia Bersatoe".

Soeboerlah tanahnja,
Soeboerlah djiwanja,
Bangsanja, rajatnja, semoea,
Sedarlah hatinja,
Sedarlah boedinja,
Oentoek Indonesia Raja.

Refrain

III

Indonesia, tanah jang soetji,
Bagi kita disini,
Disanalah kita berdiri,
Mendjaga Iboe sedjati.

Indonesia, tanah berseri,
Tanah jang terkoetjintai,
Marilah kita berdjandji:
"Indonesia Bersatoe"

S'lamatlah rajatnja,
S'lamatlah poet'ranja,
Poelaoenja, laoetnja, semoea,
Madjoelah neg'rinja,
Madjoelah Pandoenja,
Oentoek Indonesia Raja.

Refrain

26 September 2010

Celotehan tentang Buku dan Ide

Membaca beberapa buku dengan topik yang berbeda secara bersamaan sering menghasilkan ide iseng dan kadang tercampur satu sama lain. Misalnya saja, saat ini saya sedang melompat-lompat membaca secara bersamaan buku (kuliah) Intermediate Accounting-nya Donald Kieso dkk, buku (sains populer) The Grand Design-nya Stephen Hawking, dan buku Professional Blogging for Dummies-nya Susan Getgood. Tumben sekali, bisa dapat tiga buku yang secara berturut-turut menarik buat dibaca dan moga-moga bisa dibaca sampai khatam. Saya pernah beberapa kali mendapatkan buku yang hanya mampu saya baca sampai kata pengantarnya saja. Selain mungkin saya kurang cerdas, mungkin buku-buku seperti itu lebih cocok dipajang saja dibandingkan dibaca.. :)

Buku Intermediate Accounting tulisan Donald Kieso dan kawan-kawan lumayan menarik karena setiap hal dikaitkan dengan contoh yang faktual, misalnya dengan skandal korporasi besar macam Enron, Worldcom, dan Dell (saya baru pertama kali mendengar skandal akuntansi Dell ini). Memang awalnya membaca buku akunting ini adalah tugas kuliah, tapi lama-lama saya jadi cukup emosional menghayati kisah skandal korporasi raksasa yang mulai mirip sinetron. Meskipun (fotokopian) buku ini setebal bantal ukuran A4, tapi dengan dua gelas Hot Americano dan suasana yang tepat, ‘kisah 1001 malam’ dalam buku ini bisa masuk dalam otak (meskipun belum tentu bisa dikeluarkan kalau nanti ujian). Saya jadi kepikiran kalau ternyata filosofi di balik tugas akuntansi dalam perusahaan itu ternyata mulia juga. Setidaknya, saya mulai mengerti mengapa tipikal orang akunting (yang saya kenal) memiliki karakter yang serius, kaku (tegas?), dan straightforward. Untuk orang akunting yang baca, mohon jangan marah atau ngambek ya.. Ini saya beri artikel tentang perbandingan antara pengacara dan akuntan.

***

Buku The Grand Design adalah karya terbaru dari Stephen Hawking yang cukup heboh. Komentar Stephen Hawking beberapa hari sebelum peluncuran buku ini lumayan heboh dan cukup membangun word of mouth. Menurut saya, Stephen Hawking ini adalah seorang marketer sejati. Selain kemampuan membangun word of mouth, tulisan beliau yang sederhana juga membuat saya sulit berhenti walaupun baru mulai membaca buku ini beberapa bab saja. Memang dari dulu, tulisan Stephen Hawking relatif mudah dicerna oleh orang awam. Sedikit kutipan yang menarik pada kata pengantar The Grand Design :

“Untuk memahami alam semesta pada level terdalam, kita perlu mengetahui bukan hanya bagaimana alam semesta bekerja, tapi juga mengapa alam semesta ini bekerja.

mengapa ada daripada tiada?

mengapa kita ada?

mengapa susunan hukum alam yang ini, bukan yang lainnya?

Inilah pertanyaan terakhir tentang Hidup, Alam Semesta dan Segalanya…”

***

Buku Professional Blogging for Dummies tulisan Susan Getgood keluaran tahun 2010 ini juga cukup menarik.  Isinya sesuai dengan judulnya, walaupun klaim “for dummies”-nya perlu diperjelas lagi karena menurut saya bukunya cukup detail dan rumit bagi pembaca yang benar-benar dummy. Cukup mencerahkan dengan update terbaru tentang bagaimana menjadi blogger profesional. Di masa depan, menjadi blogger sebagai sebuah profesi akan menjanjikan. Informasi yang personal khas media informasi blog memang semakin diterima. Saya sendiri sering menggunakan kanal informasi blog untuk mencari macam-macam review tentang sesuatu. Saya juga jadi ingat Supian, seorang teman saya yang sukses menjalani profesi menjadi blogger ini, bahkan mengajarkan orang lain mengikuti langkahnya (dan juga sukses). Nah, ini namanya ilmu yang bermanfaat buat orang lain…

***

Otak punya kemampuan melakukan multitasking, yaitu kemampuan melakukan beberapa tugas (mikir) secara bersamaan. Saya sering menugaskan otak saya mencari jawaban atau mengingat sesuatu di ‘background’ sambil melakukan hal yang lain membutuhkan konsentrasi khusus. Biasanya dalam beberapa menit tiba-tiba keluar jawabannya dalam ingatan. Makanya, ketika membaca beberapa buku secara bersamaan, sering ada kesimpulan yang orisinal dan kadang-kadang nyeleneh.

Campur punya campur dari buku-buku yang saya ceritakan sebelumnya, ternyata saya jadi punya ide untuk membuat journey blog tentang catatan perjalanan kuliah. Isinya ada pesan dan kesan di masa kuliah, tugas-tugas yang dikumpulkan, dan syukur-syukur bisa ada kesimpulannya. Mestinya bisa sejalan dengan orang memiliki minat yang sama.

Saya sendiri sering sulit menulis secara mengali, dan juga secara teratur. Dalam menulis, saya suka ‘gatal’ mengedit tulisan sebelum dirampungkan dan sering berakibat idenya keburu lewat karena kesibukan mengedit. Sering banyak ide dan review yang terlewatkan karena masalah ini. Sangat disayangkan karena banyak ide yang hilang dan isi buku yang cepat dilupakan begitu selesai dibaca. Makanya, kalau ada blog tentang perjalanan kuliah moga-moga bisa diingat kembali.

Sedikit membaca sedikit lupa, banyak membaca banyak pula lupa..

Sedikit menulis sedikit ingat, banyak menulis mana sempaat.. *melambai* :D

20 September 2010

Ulasan Film “Sang Pencerah”

Siapa yang belum menonton film “Sang Pencerah” karya Hanung Bramantyo? Film ini menggambarkan sebuah versi kehidupan KH. Ahmad Dahlan, sang pendiri organisasi Muhamadiyyah. Bagi yang belum, sila menyempatkan diri pergi ke bioskop untuk menonton sebelum film ini habis. Perkiraan saya, film ini akan usai tayang di layar lebar dalam satu dua minggu dan mulai dipasarkan lewat media DVD atau VCD.

Yang sudah menonton, apakah Sang Pencerah cukup menghibur? Bagi saya film ini sangat menghibur dan memberikan visualisasi yang sangat baik. Momen yang terjadi saat ini juga (kebetulan?) sesuai dengan tema film Sang Pencerah ini. Ya, kebebasan beragama dan perbedaan pendapat memang menjadi topik yang hangat di Indonesia saat ini. Insiden FPI, HKBP, dan Ahmadiyyah memberikan momentum bagi larisnya film ini. Minggu ini, mungkin penonton film Sang Pencerah sudah mencapai 20 juta orang.

Detil setting Sang Pencerah yang cukup realistis sesuai jamannya menggambarkan hasil riset praproduksi yang teliti. Konon, Hanung mengambil referensi dari belasan buku tentang Muhamadiyyah dan melakukan konsultasi dengan pihak keluarga dan kerabat dekat KH. Ahmad Dahlan. Dengan riset ini, tempat shooting di Kebun Raya Bogor dapat disulap sangat mirip dengan situasi Kauman Yogyakarta satu abad yang lalu.

Materi pengembangan naskah film Sang Pencerah ini memasukkan beberapa fiksi untuk menambal cerita, misalnya pada kisah seputar masa muda Muhammad Darwis (nama kecil KH Ahmad Dahlan). Di awal cerita, penggambaran bahwa pengikut aliran Syekh Sitti Jenar mempertahankan ritual sesajen sehingga membelokkan ajaran Islam perlu dicek kembali. Konsep Sitti Jenar lebih mengajarkan orang agar meminta langsung ke Tuhan tanpa perantara benda atau manusia lain. Praktek sinkretisme dengan budaya sebelumnya (animisme dan Hindu/Budha) seperti ritual sesajen ini cenderung diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga.

Saya kurang mengerti detil tata cara memproduksi film. Tapi sepertinya dalam pembuatan film Sang Pencerah, urusan ini berada pada standar pembuatan film di Indonesia. Tidak usah dibandingkan dengan Hollywood dan Bollywood yang sangat produktif menghasilkan film layar lebar. Kita usahakan dan doakan saja perfilman Indonesia dapat segera mencapai ke level ini.

Secara keseluruhan, menurut saya film Sang Pencerah sangat menghibur dan memancing keingintahuan. Film ini lebih baik dibanding film Indonesia yang sedang sama-sama ditayangkan di bioskop saat ini seperti “Dawai 2 Asmara” dan “Lihat Boleh Pegang Jangan.”

Moga-moga modal 12 miliarnya buat film Sang Pencerah bisa balik ya, Pak Raam Punjabi. Sukses dan buat film seperti ini lagi ya Pak! :)

5 September 2010

Stephen Hawking: Tuhan dan Hal-Hal yang Tak Selesai

The Big Bang was the result of the inevitable laws of physics and did not need God to spark the creation of the Universe, Stephen Hawking has concluded.

Pada pra-peluncuran buku terbaru Stephen Hawking The Grand Design beberapa hari yang lalu, ia mengatakan bahwa proses penciptaan alam semesta, Big Bang, adalah hasil dari hukum fisika dan pada proses ini Tuhan tidak diperlukan.

“Because there is a law such as gravity, the Universe can and will create itself from nothing...

Spontaneous creation is the reason there is something rather than nothing, why the Universe exists, why we exist..

It is not necessary to invoke God to light the blue touch paper and set the Universe going.”

Tuhan tidak diperlukan pada penciptaan alam semesta. Begitulah pernyataan Stephen Hawking yang menggulirkan berbagai bantahan dan dukungan di media, bahkan sebelum buku baru The Grand Design terbit. Kaum agamawan juga ikut menanggapi secara positif maupun negatif. Kata kunci “Stephen Hawking” sendiri sempat menjadi trending topics di twitter. Pernyataannya seolah menghangatkan kembali perdebatan agama dan sains yang beberapa waktu sempat mendingin.

Saya belum berani berkomentar banyak sebelum benar-benar membaca The Grand Design. Akan tetapi, ketika membaca kontroversi seputar pernyataan Stephen Hawking ini, tiba-tiba saya jadi ingat buku Tuhan dan Hal-Hal yang Tak Selesai karya Goenawan Mohamad. Saya temukan relevansi dengan kata-kata Stephen Hawking ini: Mungkin Tuhan-nya Hawking tidak selesai dalam proses penciptaan alam semesta.

Jangan-jangan kontroversi ini juga terjadi ketika Charles Darwin mengemukakan bahwa evolusi yang bertanggung jawab terhadap terjadinya berbagai macam spesies di bumi: Tuhan-nya Darwin tidak rampung dalam proses penciptaan alam semesta. Atau juga dari perkembangan neurosains tentang terjadinya kesadaran (conciousness) dan jiwa: Tuhan tidak juga selesai pada proses terjadinya jiwa.

Selalu ada frontier baru dalam memahami “penciptaan” Tuhan. Frontier itu sendiri bukan limit yang membatasi, ia lebih pada tapal batas sementara untuk pemahaman selanjutnya masa depan. Dulu mungkin spesies, lalu jiwa, dan sekarang alam semesta, entah besok apa. Mungkin Tuhan memang tidak pernah final: Dia tak akan pernah benar-benar terang lantas kemudian selesai.

***

“Yang menyangka ada jalan pintas dalam iman akan menemukan jalan buntu dalam sejarah.

Tiap masa selalu ada orang yang mengembara dan membuka kembali pintu ke gurun pasir tempat Musa—yang tak diperkenankan melihat wajah Tuhan—mencoba menebak kehendak-Nya terus-menerus.

Di sana tanda-tanda tetap merupakan tanda-tanda, bukan kebenaran itu sendiri. Di sana banyak hal belum selesai.

Gurun pasir tak sepenuhnya dialahkan, dan cadar selalu kembali seperti kabut. Manusia bisa tersesat, tapi sejarah menunjukkan bahwa iman tak pernah jera justru ketika Tuhan tak jadi bagian benda-benda yang terang.”

(Tuhan dan Hal-Hal yang Tak Selesai, Tatal 23)

29 Agustus 2010

Ramadhan Orang Ramai: Protes (bagi) diri sendiri

Marhaban ya Ramadhan. Begitulah sambutan kita bagi bulan Ramadhan yang penuh rahmat. Sebuah sambutan kita anggap perlu rayakan secara gegap gempita. Maka dari itu, kita bangun seperangkat ritual sambutan. Tidak hanya puasa yang diwajibkan bagi yang beriman, kita juga susun ritual yang melengkapinya. 

Yang pertama, kita hadirkan atmosfer Ramadhan. Maka dari itu, kita mainkan nada-nada islami, kita selipkan kurma khas Timur Tengah di hidangan berbuka, dan kita tonton para Ustad Ramadhan yang setahun sekali menghiasi layar kaca kita. Sungguh tidak lengkap melalui bulan yang penuh rahmat tanpa detil-detil ini.

Yang kedua, amal baik perlu ditingkatkan dengan janji ganjaran pahala yang besar. Setanpun juga dikerangkeng. Maka dari itu, kita lakukan amal baik yang tidak kita lakukan di bulan lain. Kita berbondong-bondong bagikan makanan berbuka bagi orang yang tidak mampu dan bersedekah lebih besar daripada waktu-waktu sebelumnya.

Yang ketiga, tiada ada sambutan tanpa makan-makan dan kebersamaan. Maka dari itu, kita ikuti beberapa kali buka bersama. Sambil menemui lagi kawan lama dan mencari kawan baru. Dengan makanan yang mungkin tidak pernah kita jumpai dari pada waktu-waktu lainnya. Dengan jumlah yang lebih besar dari jumlah pada hari-hari lainnya.

Ibadah Ramadhan bukan lagi ibadah pribadi. Puasa sudah tidak lagi rahasia, semuanya terbuka dan dirayakan. Inilah perkembangan ekspresi ibadah puasa Ramadhan kita saat ini.

Terserah Yesus mengatakan, “Tetapi apabila engkau berpuasa, minyakilah kepalamu dan cucilah mukamu, supaya jangan dilihat oleh orang bahwa engkau sedang berpuasa melainkan hanya oleh Bapamu yang ada di tempat tersembunyi.

Atau Imam Ghazali juga berkata, “Memakan apa yang tak dimakan di selain bulan Ramadan, mengonsumsi sesuatu lebih banyak dari hari-hari non-puasa, sungguh telah jauh melenceng dari ruh puasa.”

Atau Syekh Siti Jennar ikut menuduh, “Puasa lan kaji wes palson kabeh.”

Atau Goenawan Muhammad yang terheran-heran, "Ramadan telah jadi sebuah paradoks: ketika orang diharuskan menahan nafsu, kreativitas menyiapkan hidangan justru meningkat; omzet perdagangan makanan naik sampai 60 persen. Orang ramai berbelanja untuk membuat meriah meja berbuka puasa dan sahur mereka."

Ini adalah Ramadhan kita hari ini: Ramadhan bagi orang ramai dan ditonton orang ramai. Ini adalah realita ibadah kita sekarang. Yang tidak seperti begini, dimohon jangan ikut-ikut!

22 Juli 2010

Sejarah Pembentukan Hadits

Mempelajari sejarah keagamaan merupakan salah satu hal penting sangat penting dalam ‘menghidupkan’ pemahaman dan keyakinan beragama. Pemahaman agama yang dogmatis saja semakin tidak memadai untuk tetap mencerahkan kehidupan kita. Mempelajari sejarah perkembangan Islam sendiri membantu saya memahami bagaimana keragaman dalam Islam yang kita temui saat ini ternyata memiliki latar belakang sejarah yang kuat. Beberapa waktu lalu, saya melihat sebuah perdebatan tentang hadits dalam sebuah diskusi online dan membuat saya tertarik untuk menengok sedikit tentang sejarah pembentukan hadits. Berikut ini adalah sedikit laporan tentang apa yang telah saya temui.
Al-hadits (literal: perkataan/narasi) adalah kumpulan catatan dari perkataan dan perbuatan Nabi Muhammad. Saat ini, makna hadits meluas dan identik dengan As-sunnah (tradisi) yang bermakna bahwa semua perkataan dan perbuatan Nabi Muhammad dapat dijadikan sebagai referensi dalam hukum Islam. Bila Al-Quran relatif seragam, koleksi hadits yang dimiliki masing-masing kelompok Islam, seperti misalnya Muslim Sunni dan Syiah, terdapat perbedaan.
Hadits memiliki sumber dari perkataan dan perbuatan Nabi Muhammad. Akan tetapi, penulisan hadits sendiri baru dimulai pada era Umar bin Abdul Aziz (Khalifah ke-8 Dinasti Umayyah). Penulisan hadits ini terjadi sekitar akhir abad pertama Hijriah (720an M) sekitar 90-an tahun setelah wafatnya Muhammad. Pada masa kehidupan Nabi Muhammad, beliau sendiri melarang sahabat untuk menulis perkataannya karena khawatir tercampur dengan Al-Quran. Hal ini tercatat pada Shahih Muslim dan beberapa koleksi hadits lain.
“Janganlah kalian semua menulis dariku, barang siapa menulis dariku selain al-Quran maka hendaklah menghapusnya” (Shahih Muslim Juz II, hal 710)
Pada era Khalafaur Rasyidin, mushaf Al-Quran sudah mulai diformalisasi dan mencapai bentuk nyata pada masa Utsman. Di sisi lain, perkataan dan perbuatan Nabi masih diceritakan dari mulut ke mulut dan belum mulai dituliskan. Mengapa perkataan Nabi Muhammad akhirnya dituliskan menjadi koleksi hadits? Perkembangan penulisan koleksi hadits salah satunya dapat dilihat secara paralel dengan perkembangan politik Arab dimulai pada era dinasti Umayyah seperti berikut ini.
Menjelang berakhirnya masa Khalafaur Rasyidin terjadi konflik Ali bin Abi Thalib dan Muawiyyah bin Abu Sufyan. Dengan terjadinya pembunuhan Ali, maka masa Khalafaur Rasyidin berakhir dan kekuasaan digantikan oleh Muawiyyah yang kemudian mendirikan Dinasti Umayyah. Pemerintahan Muawiyyah dan khalifah pelanjutnya yang ekspansif, tidak stabil, dan otoriter menggunakan banyak kutipan perkataan Nabi sebagai legitimasi pemerintahan. Beberapa khalifah dari Dinasti Umayyah melakukan legitimasi melalui pengutipan perkataan Nabi untuk menanggapi suatu isu atau menjalankan suatu kebijakan. Di samping itu, lawan politik Dinasti Umayyah, seperti misalnya kaum Syiah dan Khawarij juga mengutip perkataan nabi sebagai legitimasi tindakan-tindakan masing-masing.
Tindakan khalifah ini membuat kutipan yang diklaim sebagai perkataan Muhammad digandakan sehingga jumlahnya berkembang pesat. Dalam beberapa riwayat, jumlah perkataan Nabi pada masa ini mencapai satu juta kutipan. Hingga saat ini, kita dapat melihat beberapa hadits yang bersifat kedaerahan dan menggambarkan budaya Arab pada era pertengahan. Hadits ini bisa jadi pernah digunakan untuk mendukung kekuasan khalifah pada era pasca-Muhammad. Salah satunya adalah hadits yang mengambarkan kaum Quraisy (termasuk Bani Umayyah) lebih tinggi daripada kaum lain. Sebagai upaya administrasi, Umar bin Abdul Aziz sebagai khalifah Umayyah ke-8 mulai memerintahkan kaum ulama para era pemerintahannya yang singkat untuk memulai penulisan hadits yang berkembang dari mulut ke mulut pada masyarakat Arab kala itu.

"Para Imam itu dari golongan Quraisy, jika mereka memimpin mereka adil, jika mereka berjanji mereka tepati, dan jika dimintai kasih sayangnya, mereka akan memberikan”(HR. Ahmad)

Setelah dinasti Umayyah runtuh, Dinasti Abbassiyah mulai berdiri pada tahun 758M. Ulama pada dinasti Abbasiyah menghadapi sangat banyak tulisan hadits dan beberapa di antaranya kontradiktif satu sama lain. Menanggapi hal ini, ulama Abbassiyah mulai mengembangkan metode seleksi hadits untuk keperluan politik dan keagamaan. Berkat pengenalan teknologi kertas ke dunia muslim sebelumnya sekitar tahun 751 M, perkembangan ilmu hadits sebagai metode seleksi hadits ini makin berjalan sangat pesat.
***
Ilmu hadits sebagai metode seleksi hadits memiliki dua komponen penting, yaitu matan dan sanad. Matan adalah redaksional urutan kata yang mengandung narasi perkataan atau perbuatan Nabi. Dalam matan ini, urutan kata-kata diperhatikan secara detil. Sanad adalah urutan rantai satu per satu orang yang meriwayatkan hadits hingga ke Nabi. Ketersambungan rantai urutan sanad ini juga mempertimbangkan reputasi orang yang meriwayatkan hadits. Berdasarkan kedua komponen ini, maka didapatkan suatu derajat kekuatan hadits. Dikatakan sebagai hadits shahih (kuat/sound) karena redaksional pesan dan urutan pencerita konsisten satu sama lain, sedangkan dikatakan sebagai hadits dhaif (lemah) karena kedua komponen ini kurang konsisten. Selain itu, berkembang pula berbagai klasifikasi lain yang lebih kompleks mengenai hadits.
Dengan metodologi seleksi hadits yang sedemikian ketat, pendekatan terhadap keaslian koleksi dari hadits shahih ini dapat dilakukan. Meskipun begitu, keshahihan hadits tidak mempastikan bahwa hadits ini benar-benar dikatakan oleh Muhammad sendiri. Tetap ada ruang dalam perdebatan antarulama hingga saat ini mengenai otentisitas hadits meskipun telah dinyatakan sebagai hadits shahih oleh ulama lain. Imam Muslim sebagai ulama yang menyeleksi hadits dengan ketat sendiri tidak pernah mengklaim koleksi haditsnya sebagai hadits yang pasti dikatakan oleh Muhammad. Imam Muslim mengatakan bahwa tujuannya adalah mengumpulkan koleksi hadits yang disetujui keakuratannya oleh umat Islam. Jadi, proses pembentukan hadits hingga menjadi bentuk formal hingga saat ini merupakan kesepakatan ulama pada masa abad kedua dan ketiga Hijriah dalam upaya mengumpulkan riwayat kenabian melalui metode pendekatan sejarah yang kuat.
Koleksi hadits memiliki variasi dalam pada berbagai kelompok Muslim, seperti misalnya pada Muslim Sunni dan Syiah. Muslim Syiah hanya menggunakan kumpulan hadits yang diriwayatkan oleh keturunan Nabi Muhammad melalui Fatimah (Istri Ali sekaligus anak Muhammad) atau sahabat yang memihak Ali bin Abi Thalib. Riwayat yang berasal dari sahabat Nabi yang diklaim memusuhi Ali, seperti misalnya Aisyah (istri Muhammad) yang melawan dengan Ali dalam perang Jamal, tidak dimasukkan dalam koleksi hadits Syiah. Secara umum, koleksi hadits Syiah memiliki sudut pandang keluarga Muhammad, sedangkan koleksi hadits Sunni memiliki banyak sudut pandang sahabat Nabi.
Dalam tradisi muslim Sunni, sejarah menunjukkan proses formalisasi hadits dimulai sejak 90 tahun hingga 230 tahun setelah wafatnya Muhammad. Dalam tradisi Sunni, terdapat enam koleksi hadits utama yang sering digunakan, yaitu Shahih Bukhari dan Muslim serta Sunan An-Nasa’i, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah. Dua koleksi yang pertama, Shahih Bukhari dan Muslim dianggap memiliki otoritas tertinggi. Imam Bukhari menyeleksi 300 ribu hadits menjadi tinggal 2600an hadits saja melalui penelitian yang sangat ketat selama enam belas tahun. Melengkapi metode ketatnya, konon pada setiap memulai penulisan hadits Bukhari melakukan shalat untuk meneguhkan pikirannya. Metode seleksi yang ketat, meskipun berbeda, juga dilakukan oleh Imam Muslim yang merupakan murid dari Iman Bukhari. Dengan perbedaan metode ini, hadits yang sama-sama terdapat dalam Shahih Bukhari dan Shahih muslim menjadi hanya 1400an hadits saja.
***
Hadits secara umum diletakkan sebagai sumber hukum Islam, kecuali oleh beberapa kelompok muslim yang hanya mempercayai Al-Quran saja dan tidak mempercayai hadits. Kelompok ini minoritas dan mengalami tekanan dalam komunitas Muslim mayoritas. Kita juga perlu mengetahui  bahwa kritik kelompok ini ditekankan pada keabsahan proses penulisan perkataan dan perbuatan Nabi Muhammad. Kelompok ini mempertanyakan keotentikan periwayatan dan apakah berasal langsung dari Muhammad.
Dalam tradisi muslim Sunni, masing-masing mazhab memiliki variasi dalam penggunaan hadits sebagai sumber hukum. Imam Syafi’i yang dijuluki Natsir As-sunnah (Pembela As-sunnah) sangat menekankan penggunaan hadits sebagai referensi utama, baik dalam ibadah maupun sosial. Imam Hanafi yang lebih rasionalistik menggunakan hadits secara ketat pada ibadah, sedangkan pada kegiatan sosial, beliau lebih menekankan penggunaan nalar. Imam Maliki yang lebih longgar dalam penggunaan hadits memasukkan tradisi yang dilakukan oleh para Sahabat Madinah pasca-Muhammad sebagai living hadits.
Perkembangan hadits selanjutnya semakin menarik, terutama dengan berkembangnya gerakan reformasi Islam untuk kembali ke tradisi masa kehidupan Nabi oleh Ahlul Hadits atau juga biasa dikatakan sebagai kaum Salafi. Hal ini moga-moga dapat saya laporkan pada tulisan selanjutnya. Demikianlah sedikit serba-serbi tentang sejarah pembentukan hadits. Semoga berguna.. :)

21 Juni 2010

Iklan BBM Non-subsidi

Iklan anjuran penggunaan BBM (Bahan Bakar Minyak) non-subsidi di televisi saya sambut dengan baik. Iklan ini merupakan salah satu upaya dalam pengurangan subsidi BBM oleh pemerintah. Wacana pengurangan subsidi BBM telah menjadi permasalahan kompleks karena masyarakat Indonesia kita sudah lama terbiasa menikmati subsidi BBM oleh pemerintah. Wacana pengurangan subsidi BBM untuk  beberapa jenis kendaraan ditentang oleh berbagai pihak. Tahun 2010 ini, volume BBM subsidipun berusaha dijaga pada level 36,5 juta kiloliter saja, kurang dari estimasi volume kebutuhan nyata tahun 2010 sebesar 40 juta kiloliter.

image

Meskipun wacana pengurangan subsidi BBM ini telah berkembang, pemerintah sendiri tetap mengusulkan ke DPR tambahan BBM bersubsidi untuk tahun 2011 mencapai hingga 42,5 juta KL. Hal ini menunjukkan bahwa dalam satu tahun ke depan subsidi BBM masih tetap akan naik. Tindakan pemerintah saat ini lebih mengarah kepada mengerem laju peningkatan volume subsidi ini, dibandingkan menguranginya secara drastis.

Saya sendiri tidak setuju dengan subsidi BBM terus membebani belanja pemerintah Indonesia dan bahkan meningkat tahun depan. Subsidi BBM ini harus dikurangi dan pada gilirannya harus dihentikan. Bentuk subsidi dari pemerintah lebih tepat tidak dikenakan kepada suatu jenis produk, melainkan subsidi langsung pada kelompok masyarakat tertentu. Jadi, bentuk subsidi model langsung ke masyarakat seperti BLT (Bantuan Langsung Tunai) atau sistem kupon makanan bagi orang yang hidup di jalanan adalah lebih tepat sasaran dibandingkan subsidi BBM, subsidi listrik, subsidi air, atau subsidi jenis produk lainnya.

Harga minyak mentah sebagai bahan baku BBM beberapa tahun belakangan ini juga berfluktuasi sangat liar. Dalam jangka waktu lima tahun belakangan, harga minyak mentah pernah turun drastis berada pada titik terendah US$30 perbarel dan mencapai titik tertinggi US$145 perbarel. Saat ini, harga minyak mentah berada pada tengah-tengah, sekitar US$70an perbarel. Harga BBM nonsubsidi seperti bensin Pertamax 92 bergerak mengikuti fluktuasi harga minyak mentah ini, sekitar Rp 6500 perliter. Di sisi lain, BBM bersubsidi, seperti bensin Premium memiliki harga jual yang tetap sehingga fluktuasi selisih harga ini menjadi ditanggung oleh subsidi pemerintah. Bisa dibayangkan bagaimana angggaran belanja subsidi BBM tahun ini bila dapat dialihkan untuk pembangunan di daerah tertinggal di Indonesia. Atau bagaimana kalau uang ini digunakan untuk perluasan lapangan kerja?

***

Di samping anggaran subsidi BBM, kita juga perlu bertanya: Berapa sebenarnya biaya yang terkandung dalam BBM? Kita dapat mengetahui berapa harga minyak mentah di pasaran, biaya proses produksi dari minyak mentah menjadi BBM, dan harga BBM yang sampai ke tangki bensin kita. Akan tetapi, biaya sesungguhnya dari penggunaan BBM ini memiliki perhitungan lebih rumit. Ada suatu biaya yang tersembunyi, yang oleh ahli ekonomi disebut sebagai “eksternalitas”. Gangguan kesehatan karena polusi udara hasil pembakaran BBM dan dampak kerusakan lingkungan adalah beberapa contoh dari eksternalitas. Komponen biaya eksternalitas tidak tercermin dalam harga BBM saat ini, tetapi secara tidak langsung akan membebani masyarakat.

Sebuah badan bernama Resource for Future pernah melakukan perhitungan dan menyarankan bahwa harga BBM harus dinaikkan sekitar Rp 3.000 perliter kalau kita ingin memasukkan biaya eksternalitas. Kalau kita khawatir dengan global warming, kita malah perlu menambahkan Rp 4.500 untuk setiap liter BBM. Jadi kira-kira biaya BBM sebenarnya yang mencakup biaya eksternalitas diestimasikan sekitar Rp 11.000 perliter. Jadi, BBM mestinya tidak perlu disubsidi, melainkan harus dipajaki : Rp 6.500  masuk ke kantong perusahaan minyak dan Rp 4.500 masuk sebagai pajak pemerintah. Pajak BBM ini dapat digunakan untuk membiayai eksternalitas berupa perbaikan kerusakan yang ditimbulkan akibat penggunaan BBM ini.

Perhitungan biaya eksternalitas sebenarnya lebih rumit lagi. Kita tidak bisa menghitung berapa ongkos dari kepunahan burung Pelikan akibat kerusakan karena produksi minyak. Kita juga belum tahu secara menilai kerusakan suatu ekosistem akibat eksploitasi minyak. Isu yang sedang hangat di Amerika saat ini adalah kerusakan yang ditimbulkan akibat tumpahnya minyak oleh BP (British Petroleum) di Teluk Meksiko. Kerusakan akibat tumpahan minyak BP ini adalah kecelakaan lingkungan terbesar di dunia. Presiden Obama membatalkan kunjungannya ke Asia, termasuk Indonesia, untuk mengurusi langsung permasalahan tumpahan minyak ini. BP sendiri akhirnya setuju untuk membayar dana kompensasi lebih dari Rp180 triliun, dua kali lipat lebih besar dari anggaran subsidi BBM Indonesia setahun.

image

***

Lalu kalau subsidi BBM dihapuskan, bagaimana dengan masyarakat yang tidak mampu? Apakah itu adil bagi masyarakat miskin kalau BBM mencapai harga Rp 11.000? Kemampuan ekonomi masyarakat miskin pasti akan kesulitan dengan harga BBM ini. Di sinilah mekanisme BLT akan mensubsidi masyarakat tidak mampu. Uang tunai atau kupon pembelian akan dialirkan langsung ke masyarakat miskin dan dapat digunakan untuk konsumsi, termasuk diantaranya membeli BBM. Anggaran belanja pemerintah yang telah lebih ringan karena tambahan pendapatan dari pengalihan subsidi dan pendapatan pajak BBM dapat dialirkan untuk kebutuhan subsidi BLT ini.

Memang proses penyaluran BLT  seperti yang pemerintah lakukan sebelumnya membutuhkan biaya ekonomi yang cukup besar, bahkan ada potensi kebocoran dalam mekanisme BLT ini. Birokrasi menjadi rumit, pungli memotong subsidi di sana-sini, dan penyaluran bantuan bisa jadi mengalir ke pihak yang tidak tepat. Akan tetapi, BLT berikut permasalahannya dapat dengan mudah dibatasi sasarannya dan periode waktunya. Bantuan berupa uang tunai kepada kelompok masyarakat tidak mampu ini lebih baik daripada membagi-bagikan uang dalam bentuk subsidi BBM ke seluruh masyarakat, baik yang mampu maupun yang tidak mampu.

Selain untuk BLT, anggaran tambahan yang masih tersisa cukup banyak dari pengalihan subsidi dan pajak BBM ini juga dapat digunakan untuk subsidi pendidikan, perawatan kesehatan, dan bentuk subsidi jaring pengaman sosial lainnya. Anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN dapat mudah terpenuhi dan hal ini dapat mendukung pengembangan pendidikan nasional. Asuransi kesehatan yang disediakan oleh pemerintah model Jamkesmas dan Askes dapat menyediakan lebih banyak premi untuk mencakup lebih banyak lapisan masyarakat. Saya senang melihat pemerintah Korea Selatan yang menggratiskan kesehatan bagi seluruh warga negaranya, meskipun hanya untuk perawatan kesehatan dasar saja. Saya berharap suatu hari, pemerintah Indonesia akan bisa menyediakan pelayanan macam itu kepada warga negaranya. Ini akan mudah bila uang pemerintah tidak lagi harus digunakan untuk mensubsidi BBM.

Jadi pertanyaannya: apakah kita siap menghilangkan subsidi BBM? :)

6 Juni 2010

Israel, Pakistan, dan Bogor

Kita mengutuk tindakan penyerangan tentara Israel terhadap Freedom Flotilla, sama seperti kita mengutuk tindakan penyerangan terhadap Mesjid Ahmadiyyah di Pakistan dan perusakkan Gereja di Bogor. 


Akan tetapi, orang Israel, Pakistan, dan Bogor, sebagai manusia, tetap kita hormati sebagaimana manusia lainnya. 


Yang kita benci bukan manusianya, melainkan adalah perbuatan kejahatannya. Sama seperti kita tidak membenci koruptor, melainkan perbuatan korupsinya. 


Manusianya sendiri, dari ras apapun, dari negara manapun, dari agama apapun, wajib kita cintai seperti apa yang diajarkan kebijaksanaan manapun.

23 Mei 2010

Dan Manusia Menciptakan Kehidupan

Proses penciptaan kehidupan adalah ranah ketuhanan. Kita selalu berpikir ada sesuatu yang lebih di dalam sesuatu yang hidup selain atom-atom penyusunnya yang saling berinteraksi satu sama lain. Ada sesuatu yang kita sebut ruh atau nyawa yang merupakan daya hidup yang ditiupkan Tuhan saat sesuatu dibangkitkan dari materi yang mati menjadi kehidupan. Apa jadinya kalau manusia menemukan cara menciptakan kehidupan dari materi yang mati? Apakah dengan ini manusia mengambil alih hak penciptaan kehidupan dari Tuhan?

Hal ini menjadi pertanyaan filsuf, pakar bioetika, saintis, dan orang-orang lain yang peduli ketika dua orang biolog, Craig Venter dan Hamilton Smith berhasil menciptakan kehidupan dari benda-benda yang mati. Mereka berhasil membiakkan bakteri yang mampu bereproduksi secara mandiri dari materi genetik yang disintesis sendiri di laboratorium mereka. Mereka menciptakan kehidupan sintesis.

imageSetelah 15 tahun melakukan riset puluhan jutaan dolar, beberapa hari yang lalu Venter dan Smith mengumumkan telah melakukan sintesis kehidupan pertama kali. Perkembangan penelitian ini telah diamati oleh publik selama lebih dari satu dekade dengan beberapa keberhasilannya, mulai dari penemuan pertama kali urutan utuh DNA dari makhluk hidup (bakteri), kemudian penemuan urutan utuh DNA manusia pertama (DNA milik Venter sendiri), hingga saat ini adalah penemuan sintesis kehidupan.  Selama periode ini, karier Craig Venter sendiri mengalami pasang surut, mirip dengan perkembangan penelitiannya panjangnya ini. Ia berpindah ke berbagai pusat penelitian, dan akhirnya memulai sendiri pusat penelitiannya.

 

Penemuan sintesis kehidupan ini mungkin terlaksana berkat kemajuan bioteknologi yang sangat pesat. Proses sequencing (mengurutkan) dan sintesis DNA  semakin cepat sehingga mempersingkat waktu penelitian. Di samping itu, biaya sequencing dan sintesis DNA ini juga menurun selama satu dekade terakhir. Mungkin hal ini dapat dijelaskan dengan Hukum Gordon Moore dalam kepesatan perkembangan teknologi komputer. Pengembangan bakteri buatan ini sendiri melibatkan satu juta pasang basa DNA sintesis, sekitar seratus kali lebih panjang dari sintesis virus polio yang dilakukan oleh Eckard Wimmer pada tahun 2002.

Banyak kritik yang berkembang menanggapi klaim penciptaan kehidupan ini. Ada beberapa saintis yang mengkritik mengenai keabsahan metode dan teknik penelitian Venter. Ada pula kritik yang menyangkal bahwa penemuan ini dapat dikatakan dengan istilah “penciptaan kehidupan”. Halaman depan majalah The Economist minggu ini mengatakan, “Pedants may quibble..” (artinya silakan cari sendiri ya). Memang benar bahwa penemuan ini hanya menggantikan seluruh informasi genetik dalam bakteri, sedangkan spare part lain untuk menjalankan proses kehidupan pertama kali pembentukannya diambil dari “cangkang” bekas makhluk hidup yang telah mati.

Meskipun begitu, dengan kemampuan kehidupan buatan manusia ini bereproduksi secara mandiri, menurut saya istilah “sintesis kehidupan” adalah tepat. Keberhasilan bereproduksi secara mandiri menunjukkan bahwa informasi genetis hasil sintesis dapat mereplikasi kehidupan selanjutnya. Hal ini berarti makhluk baru ini telah berhasil membuat spare part baru untuk para keturunannya. Di samping itu, penelitian tentang produksi spare part sel juga telah berkembang dengan baik. Tahun lalu, George Church dari Harvard University telah berhasil menciptakan ribosom buatan yang merupakan pabrik spare part di dalam sel.

***

Kalau boleh didramatisir, cara kita memandang diri kita dan dunia tempat kita hidup ini akan berbeda setelah penemuan cara menciptakan kehidupan. Pada novel terkenal jaman dulu, Victor Frankenstein dibuat dari spare part dari tubuh orang mati yang kemudian dialirkan kilat untuk memberikan ruh kehidupan. Di masa depan, mungkin blue print kehidupan akan disusun dalam sebuah software komputer untuk kemudian dapat dicetak menjadi kehidupan sebenarnya. Software Microsoft Life atau Adobe DNAmaker bisa jadi akan siap dipasarkan kurang dari satu dekade lagi.

image

Dari sudut kualitas kemanusiaan, taraf kehidupan kita akan berubah secara drastis. Sintesis kehidupan memindahkan babak perkembangan kemanusiaan dari era teknologi informasi ke  era bioteknologi. Di masa depan, kita akan melihat berbagai fenomena yang terjadi miliaran tahun dapat dipersingkat prosesnya menjadi beberapa tahun, bulan, hari, bahkan jam saja. Kalau perut bumi mampu memproduksi minyak bumi selama puluhan juta tahun, bakteri artifisial di masa depan mungkin hanya membutuhkan beberapa jam saja untuk membuat minyak solar dari bakteri. Kalau kehidupan terus menemukan model yang sesuai dengan lingkungan dalam empat miliar tahun melalui mekanisme evolusi, manusia menemukan hal ini hanya beberapa waktu saja.

Saya jadi membayangkan berbagai implikasi sebagai akibat penemuan ini. Sisi positifnya adalah  sumber energi tidak lagi diperebutkan dengan produksi energi alternatif yang berlimpah; zat pencemar dapat terurai dengan mudah dengan bioremediasi modern; perubahan iklim dapat diatasi dengan perkembangan revolusi hijau; teknologi kesehatan akan bertambah baik dan murah, meneruskan perkembangan pengetahuan immunologi, endotel, dan rekayasa genetika; ekonomi akan menemukan definisi baru, ia bukan lagi studi tentang scarce resources allocation melainkan abundant resources allocation. Mengenai penemuan ini, saya jadi ingat teknologi replikator makanan di seri Startrek. Tinggal katakan makanan apa yang kita inginkan, maka makanan ini akan keluar dari mesin ini. Kalau teknologi seperti itu sudah berhasil ditemukan, apa lagi fungsi uang?

image

Meskipun begitu, sisi negatif – atau setidaknya potensi negatif – tetap mengekor pada lompatan inovasi macam ini. Penemuan sintesis kehidupan akan mirip dengan penemuan nuklir. Ia juga memiliki potensi mengancam kemanusiaan, salah satunya dengan potensi pengembangan bentuk senjata biologis baru. Teroris atau hacker muda yang serampangan bisa jadi menciptakan senjata biologis baru yang berbahaya. Resiko kecelakaan akibat ketidaksengajaan, misalnya makhuk hidup baru ini tidak sengaja lolos dari laboratorium, juga mungkin terjadi meskipun resikonya dapat ditekan menjadi semakin rendah.

Resiko berbahaya akibat teknologi sintesis kehidupan ini bisa ditangani dengan peraturan yang ketat seperti perlakuan internasional terhadap teknologi nuklir. Saat ini untuk menanggapi penemuan ini, Presiden AS telah meminta komisi bioetika di pemerintahannya untuk melakukan kajian lengkap selama enam bulan mengenai teknologi sintesis kehidupan. Sebagai alternatif, dengan berkembangnya era keterbukaan, kebijakan open source dapat jauh lebih ramah terhadap lompatan inovasi. Open source akan membuat perkembangan penemuan berguna menjadi tidak terhambat untuk mencegah resiko penemuan berbahaya.

***

Dari sudut pandang filosofis, konsep kehidupan kembali dapat dipertanyakan. Apakah kehidupan biologis itu mekanik sama seperti mekanika Newton? Dengan kemampuan menciptakan kehidupan, apakah kita akan berpandangan kehidupan biologis semakin dapat diprediksi dan tentunya dimanipulasi? Kalau dulu evolusi mengambil alih perkembangan kehidupan melalui mekanisme mutasi dan seleksi alam, penemuan sintesis kehidupan ini memindahkan mekanisme kendali alam ke mekanisme tangan manusia. Yang pasti, kajian bioetika akan semakin marak dengan adanya penemuan ini. Dan juga kita akan menunggu perdebatan macam Harun Yahya terhadap evolusinya.

Bagaimana dengan konsep ketuhanan? Penemuan sintesis kehidupan akan mendefinisikan kembali konsep ketuhanan, seperti sejarah penemuan teknologi lainnya yang terus meredefinisi konsep ketuhanan. Istilah “Playing God” tertulis dalam berbagai komentar dan kritik terhadap penemuan teknologi ini, seperti dulu ketika pemahaman heliosentris dan nuklir berkembang.  Entah bagaimana konsep ketuhanan nanti akhirnya, tapi yang pasti ia akan terus berubah seiring dengan waktu.

Dahulu kala, ketika manusia masih tergantung dengan alam, benda-benda yang menentukan hajat hidup manusia dipertuhan. Kita mengenal era Dewa matahari di masyarakat pertanian, Dewa bulan di masyarakat penggembala padang pasir, dan Dewa sungai, gunung, atau hutan pada masyarakat yang tinggal dekat tempat-tempat ini. Dan ketika manusia mulai dapat mengendalikan alam, manusia membangun konsep keilahian untuk menjelaskan berbagai fenomena yang tidak dapat dijelaskan. Tuhan menjadi pencipta dan pengatur yang terlibat langsung dengan dengan kehidupan di dunia.

Saat ini, makin banyak fenomena yang mampu dijelaskan oleh manusia. Dengan penemuan ini saja, fenomena kehidupan yang dulu merupakan urusan ketuhanan telah diketahui mekanismenya oleh manusia. Jadi ke mana konsep ketuhanan akan mengarah? Mungkin saja atheisme akan menjamur dengan banyaknya orang yang menyerah terhadap ketuhanan. Meskipun begitu, tetap saja banyak manusia yang membutuhkan spiritualitas, menyerahkan sesuatu yang tidak ia pahami atau mampu lakukan terhadap ‘sesuatu’ yang didefinisikan Tuhan.

Mungkin pemahaman ketuhanan akan bergerak ke arah transendensi. Tuhan yang tidak bisa dideteksi oleh indera, tidak terpikirkan oleh akal logika rasional, dan tidak tercakup imajinasi manusia. Tuhan yang tidak begini dan tidak begitu, tidak ada yang menyerupai-Nya. Dengan begini, maka Tuhan yang tidak terlibat dengan dunia. Mungkin seperti kata Ibnu Rusydi menanggapi kritik Al-Ghazali terhadap filsuf: Tuhan tidak mengetahui hal-hal yang kecil. Mungkin Dia menyerahkannya kepada manusia.

16 Mei 2010

Buku Anekdot tentang Globalisasi

Globalisasi itu sangat kompleks. Makanya, kalau ada orang yang mau tahu bagaimana T-shirt berpartisipasi dalam globalisasi, mestinya orang ini cukup ajaib, kalau tidak setengah gila. Tapi ternyata Pietra Rivoli adalah seorang yang cukup ajaib untuk mencari tahu tentang perjalanan T-shirt miliknya dari berkeliling dunia mulai dari proses produksi bahan baku hingga hancurnya benda miliknya ini. Dan karena dirinya tidak sepenuhnya gila, Rivoli menuliskan pengalaman pencariannya ini pada tahun 2005 ke dalam sebuah buku yang berjudul “The Travels of A T-Shirt on The Global Economy”.

The Travels of a T-Shirt in the Global Economy

Buku The Travels of A T-Shirt on The Global Economy ini adalah sebuah anekdot mengenai topik globalisasi, setidaknya terlihat dari judulnya yang cukup panjang dan menggelitik ini. Bila sebelumnya banyak buku yang membicarakan globalisasi dengan cara serius, buku ini lebih banyak menceritakan globalisasi melalui sebuah benda sederhana dan sepele, yaitu T-shirt. Dalam buku ini, Rivoli banyak membicarakan sejarah industri tekstil di negara yang pernah, masih, dan mungkin akan menjadi episentrum produksi sandang.

Industri tekstil adalah sebuah industri yang padat karya. Tahapan produksinya yang terentang luas dari hulu hingga hilir menyerap tenaga kerja yang banyak. Pada proses hulu, kapas yang merupakan bahan baku tekstil dihasilkan oleh pertanian kapas. Kemudian, kapas ini dikirimkan ke pemintalan menjadi benang. Selanjutnya, benang dirajut menjadi kain. Kain inilah yang merupakan bahan setengah jadi yang kemudian dijahit menjadi pakaian jadi. Dengan adanya modernisasi teknologi dalam industri tekstil, industri padat karya ini berangsur mulai berubah menjadi padat modal. Sejak tiga abad yang lalu, jumlah tenaga kerja industri tekstil mulai menurun dengan ditemukannya traktor, mesin pemintal benang, mesin perajut, dan mesin jahit. Jadi, industri tekstil ini turut memicu revolusi industri dan penghapusan perbudakan.

File:Catalonia Terrassa mNATEC 
Pentinadora.jpg

Karena berbagai kepentingan, industri tekstil merupakan salah satu jenis industri yang sering kali diproteksi oleh negara. Proteksi industri oleh suatu negara dilakukan dengan beberapa cara. Yang pertama, melalui pemberian subsidi kepada industri dalam negeri. Subsidi bisa diberikan pada harga pupuk, bibit, serta alat dan bahan produksi lainnya disamping pula ongkos distribusi. Yang kedua, melalui pemberlakukan tarif dan quota untuk impor mendatangkan barang sejenis dari luar negeri. Tarif merupakan sejumlah biaya tambahan yang disetor ke negara tujuan saat mengimpor barang, sedangkan quota merupakan jumlah barang terbanyak yang dapat diimpor dari masing-masing negara dalam satu tahun. Melalui berbagai insentif, industri tekstil dalam negeri diharapkan bisa tumbuh cepat dan menjadi kompetitif setelah masa proteksi.

Amerika Serikat (AS) telah memproteksi sangat ketat industri kapas dalam negeri sejak 40 tahun yang lalu dan baru mulai menguranginya pada tahun 2005. Fakta ini bertentangan dengan fakta bahwa negara AS adalah pendukung utama globalisasi dan perdagangan bebas. Meskipun AS mengalami defisit perdagangan secara keseluruhan sejak tahun 1975, komoditi kapas tetap menjadi komoditas ekspor yang paling sukses. Pada tahun 2009, ekspor kapas Amerika sebesar 12 juta bal merupakan jumlah terbesar di seluruh dunia. Karena banyaknya jumlah orang dan perusahaan yang terlibat dalam industri tekstil, proteksi tekstil di AS adalah hasil tawar menawar politik untuk dapat memenangkan kursi pemilihan. Memang dari sananya, politik itu inkonsisten karena semua pihak harus disenangkan.

Meskipun begitu, kalau kita mempelajari sejarah, proteksi suatu negara hampir selalu dapat ditembus oleh para wirausahawan. Kewirausahaan selalu kreatif menemukan celah dari setiap proteksi yang diberlakukan suatu negara. Bagaimanapun proteksi diberlakukan, pusat perkembangan industri tekstil tetap saja berpindah dari satu negara ke negara lainnya. Pergeseran keuntungan komparatif dari masing-masing negara selalu terjadi sehingga memicu hal ini tetap dan akan terus terjadi. Inggris adalah negara utama yang mengembangkan industri tekstil pada tahun 1700an, diikuti oleh Amerika Serikat pada tahun 1900an, dan pada abad ini Cina muncul sebagai kuda hitam dalam industri tekstil.

Proteksi perdagangan itu sering kali menggelikan. Pada awal abad ke-17, industri wol Inggris tidak memiliki saingan meskipun harganya mahal. Bahan wol merupakan bahan yang tidak nyaman digunakan karena menyebabkan gatal di kulit dan proses pencuciannya sulit. Bahan katun dari India mulai memasuki Inggris pada pertengahan 1600an dan segera populer karena murah, ringan, dan mudah dibersihkan. Kesuksesan wol ini mengkhawatirkan karena mengganggu industri wol yang telah maju. Di beberapa daerah, pengangguran akibat ditutupnya pabrik wol ini dapat mencapai di atas 50%.

Kegoncangan sosial ekonomi akibat katun ini menjadi perdebatan panjang di parlemen Inggris yang didukung oleh perusahaan penghasil wol. Akhirnya, pada tahun 1689, ada peraturan yang mengizinkan orang berpakaian katun hanya pada musim panas. Pada tahun 1699, ada aturan baru yang membuat semua hakim, juri, mahasiswa, dan profesor harus berpakaian wol setiap saat. Tentu saja, aturan yang mendikte cara berpakaian ini gagal. Jadi, industri wol berpaling ke pihak yang lebih lemah dan tidak melawan. Aturan selanjutnya adalah wanita pelayan inggris diwajibkan memakai topi dari wol. Puncaknya adalah pemaksaan berpakaian wol kepada pihak yang sangat lemah dan tidak bisa melawan dengan disahkannya sebuah aturan yang menyatakan bahwa :

Tidak ada jenazah dari siapapun.. akan dikubur dengan mengenakan pakaian, pakaian longgar, selimut, atau kain selubung.., kecuali dengan pakaian yang terbuat dari wol dari domba.

Karena pada masa itu harga kain wol sangat mahal dan tidak banyak kaum miskin dan menengah yang menggunakannya, untuk acara-acara kematian dan penguburan, ada puisi indah yang berkaitan dengan aturan ini :

Karena semasa mereka yang hidup tidak sanggup memakainya (wol), mereka di saat mati berkesempatan memakainya.

***

Jadi, tidak ada yang bebas di pasar bebas (sementara ini), kecuali slogannya. Globalisasi dan perdagangan bebas masih tetap menjadi bahasan politik ketimbang ekonomi. Buku The Travels of a T-Shirt in the Global Economy menggunakan kisah sederhana tentang T-shirt untuk mengungkapkan sisi-sisi politik dan manusiawi tentang perdebatan mengenai globalisasi. Di dalamnya, terdapat bisnis yang mencenangkan, politik baik dan buruk, sejarah yang memberikan pencerahan, terutama harapan dan impian yang nyata.

Indonesia sendiri telah masuk ke dalam pusaran globalisasi. Tahun 2010 ini CAFTA sudah dimulai. Tidak ada lagi batas perdagangan antara Cina dan ASEAN. Industri dalam negeri yang paling menderita salah satunya adalah industri tekstil dan produk tekstil (TPT).

Tekstil dari Cina yang sangat murah sudah bertebaran di pasar-pasar mulai dari yang tradisional hingga yang modern. Di sisi satu menyenangkan konsumen, di sisi lain membunuh industri dalam negeri. Saat ini sudah ratusan ribu pengangguran akibat ditutupnya pabril tekstil dalam negeri. Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu dan Menteri Perindustrian MS Hidayat yang tidak biasanya bersama-sama hadir dalam satu acara pelaku usaha, tetapi kali ini mereka hadir di Munas Nasional Asosiasi Pertekstilan Indonesia bulan lalu untuk menunjukkan dukungannya pada industri tekstil dalam negeri. Dan masih banyak lagi pihak yang khawatir, apakah industri tekstil Indonesia mampu kompetitif di era globalisasi dan pasar bebas ini.

Memang mudah menyalahkan semua orang. Satu paragraf ini dengan mudah saya isi dengan menyalahkan orang lain. Pemerintah Indonesia salah tidak memproteksi industri tekstil, pengusaha Indonesia salah tidak kompetitif di pasar tekstil, pekerja di Indonesia salah produktivitasnya rendah, konsumen Indonesia salah tidak cinta produk dalam negeri, Cina salah karena membanjiri pasar dengan produk di bawah standar, dan pasti ini ujung-ujungnya Amerika Serikat bergerak bentuk neokolonialisme dan neoliberalismenya, malah boleh ditambahkan lagi ini pasti Israel yang memiliki agenda Zionisme. Pokoknya semua bisa disalahkan, bahkan bisa dikaitkan dengan teori konspirasi.

Tapi menurut saya daripada sibuk menunjuk hidung satu sama lain, yang lebih penting dan lebih baik adalah pertanyaan, “Jadi bagaimana solusinya?”