31 Desember 2007

11 November

“Yang fana adalah waktu. Kita abadi:
memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga
sampai pada suatu hari
kita lupa untuk apa.
"Tapi,
yang fana adalah waktu, bukan?"
tanyamu. Kita abadi.“
-– Sapardi Djoko Damono

Benarkah yang fana adalah waktu; kita abadi? Sampai saat ini, manusia selalu bergantung pada makhluk yang bernama waktu. Hampir seluruh peristiwa manusia, kalau tidak semua, diberikan atribut waktu.

“Kapan“ menjadi penting, minimal posisi relatif waktu dibandingkan terhadap “Sekarang”-nya manusia. Past, present, future, present continues dan seterusnya… menjadi faktor utama pada bahasa dalam mendefinisikan bentuk-bentuk kalimat. Tidak jarang “Kapan” harus dinyatakan dalam titik, suatu unit satuan terdetail. Tanpa disadari, ada pertukaran tempat… Bersama-sama dengan Ruang, Waktu menjadi Subjek dan manusia menjadi objek.

Seperti misalnya “Kapan” sekarang ini, di penghujung tahun 2007, saya berusaha menuliskan sekadar catatan untuk memback-up ingatan saya yang mudah lupa.
“Kapan“ menjadi Subjek. Bila tidak, kenapa harus “Sekarang“?
---------

Sebuah awal, 1 Januari 2007 mempertemukan saya dengan seorang perempuan bernama Yanu, seorang karyawan dari perusahaan yang sama. Hal-hal mengenai dia dan saya adalah tema penting untuk Tahun 2007.

Waktu berjalan dengan sopan. Sabar, tidak grasa-grusu, tenang, konsisten, tidak membocorkan rahasia apapun yang ia jaga sehingga pada waktunya ia bicara. Sebaliknya, Sang Waktu berteriak selantang-lantangnya apa yang harus kita ketahui pada saatnya. 11 bulan 10 hari setelah pertemuan pertama, tepatnya 11 November 2007 kami menikah disaksikan berpuluh-puluh, beratus-ratus, atau bahkan mungkin beribu-ribu orang. Mengikatkan diri dengan kesakralan yang sederhana... dan sisanya adalah hingga saat ini.

Melihat dengan kesadaran inderawi, dengan mudah dapat disimpulkan ini adalah kebetulan acak, random, dengan probabilitas yang kecil, tapi toh terjadi juga. Hubungan yang singkat, padat, dan sedikit teratur di tengah ’chaos’. Yah, bisa dikatakan ini adalah suatu fenomena di tengah seluruh populasi fenomena lainnya yang derajat ke-’penting’-annya sama.
Logika mengatakan bahwa kejadian ini pasti ada proses logisnya. Bisa dikatakan peristiwa demi peristiwa yang terjadi secara berurutan mengarahkan kita ke tujuan yang berangsur-angsur memiliki permutasi yang meningkat. Tapi tetap ada suatu ‘missing link’, ada keteraturan di antara ’chaos’. Ada kebetulan-kebetulan yang terjadi dalam rentetan waktu yang ‘chaos’ sehingga kejadiannya bisa seperti ini.

Jangan-jangan ada yang kebetulan yang terjadi yang sebenarnya bukan kebetulan? Ada campur tangan? Sulit dibuktikan dengan logika dan sistem pembuktian terbalik. Bisa jadi pertimbangan bila ada yang mengklaim tentunya...

Atau malah jangan-jangan memang kebetulan itu sendiri memang tidak pernah jadi kebetulan? Wah, jangan-jangan Tuhan memang sedang bermain dadu?

"Tapi,
yang fana adalah waktu, bukan?"
tanyamu. Kita abadi.“

Happy New Year 2008.

Tomang-Jakarta, 31 Desember 2007 11.51 PM

30 September 2007

Jalaluddin Rumi

“Dunia tersembunyi memiliki awan dan hujan.
Tetapi dalam jenis yang berberbeda.
Langit dan cahaya mataharinya, juga berbeda.
Ini tampak nyata, hanya untuk orang yang berbudi halus --
mereka yang tidak tertipu oleh kesempurnaan dunia yang semu.“

Nama Rumi mungkin sempat terlintas dalam kehidupan kita. Kesempatan menikmati sepotong karyanya pertama kali didapat ketika di bangku kuliah dulu dari tulisan manajemen Gede Prama.

Suatu hari Rumi berdoa dalam-dalam.
Sehabis berdoa, ia ketuk pintu Kekasih Yang Maha Mencintai.
Dari dalam ada yang bertanya: "Siapa?".
Dengan teduh Rumi menjawab: "Aku...!
Tanpa menunggu lama-lama suara tadi menjawab kembali:"Tidak ada tempat untuk berdua."
Kembali Rumi berdoa dalam-dalam.
Setelah dirasa cukup, ia ketuk lagi pintu yang sama.
Kali ini pun terdengar suara yang sama: "Siapa?"
Dengan bergetar Rumi menjawab: "Engkau!"
Tanpa aba-aba pintu itu langsung terbuka.

Dari pandangan awam, kesan pertama yang tergambar dari tulisannya adalah keakraban antara jiwa dan Tuhan. Bagi yang merasa topik ini berada pada domain lain dan terasa tabu dan menakutkan, mungkin puisi-puisinya bisa terasa lebih nyaman karena berada pada konteks keseharian yang bersahabat. Bukan pada konteks sakral-ritual, apalagi pengkotak-kotakan baik-buruk, surga-neraka, islam-kristen-hindu-budha-kafir, dsb.

“Bukan Kristen atau Yahudi atau Muslim,
bukan Hindu, Budha, sufi, atau zen.
Bukan agama atau sistem budaya apa pun.
Aku bukan dari Timur atau Barat,
bukan keluar dari samudera atau timbul dari darat,
bukan alami atau akhirat,
bukan dari unsur-unsur sama sekali.
Aku bukan wujud,
bukan entitas di dunia ini atau akhirat,
bukan dari Adam atau Hawa
atau cerita asal-usul mana pun.
Tempatku adalah Tanpa-Tempat,
jejak dari yang Tanpa-Jejak.
Bukan raga maupun jiwa“


Sebuah kebetulan, tepat 800 tahun yang lalu, 30 September 1207, Jalaluddin Rumi lahir. Banyak yang telah dikatakan dia masih terdengar, berbicara bukan pada telinga, tetapi pada hati manusia.

Membandingkan latar belakang perang salib semasa hidup Rumi dengan perang minyak saat ini yang terpaut delapan abad, adalah waktu yang sangat lama untuk puisi-puisi Rumi masih terdengar aktual hari ini. Kalau ada istilah “Sains populer“, mungkin karya-karya Rumi ini boleh dikatakan “Ketuhanan populer“. Sedemikian populernya sehingga literatur Rumi mungkin dapat disandingkan dengan Shakespeare dan Khalil Gibran. Sedikit yang sempat terbaca, syair pendeknya beberapa kali mengundang celotehan spontan “Busyet dah“ dan “Gile bener”, misalnya saja:

“Kecerdasan adalah bayangan dari Kebenaran obyektif
Bagaimana bayangan dapat bersaing dengan cahaya matahari?”

Atau katanya lagi --

“Hidup/jiwa seperti cermin bening; tubuh adalah debu di atasnya.
Kecantikan kita tidak terasa, karena kita berada di bawah debu”

Bagaimanapun indahnya, tulisan Rumi akan selalu menimbulkan keresahan masyarakat dan mengusik intelektual, emosional, dan spiritual pembacanya. Tapi sudah seharusnya manusia terus melakukan perjalanan dan tidak berhenti: baik keluar - menapaki keluasan alam semesta; maupun kedalam - menyusuri kedalaman hati.

Nabi bersabda bahwa Kebenaran telah dinyatakan:
"Aku tidak tersembunyi, tinggi atau rendah
Tidak di bumi, langit atau singgasana.
Ini kepastian, wahai kekasih:
Aku tersembunyi di kaibu orang yang beriman.
Jika kau mencari aku, carilah di kalbu-kalbu ini."


Pada batu nisan di atas makam Rumi, orang menatahkan kata-kata yang pernah dikatakannya :

“Ketika kita mati, jangan cari nisan kita di bumi, tetapi carilah di hati manusia.“

Dear Rumi, selamat hari kelahiran ke-800, semoga kau bahagia bersama-Nya.

17 September 2007

One hour before 2nd quarter of my life

Hi, it’s me again.. 3 bulan yang telah lewat terakhir menulis di sini.

Well, sekarang jam 23.00 WIB, sekitar satu jam lagi menuju 17 September 2007. Yang katanya sih sekitar satu jam lagi menuju perempat kedua hidup saya. Yup, beberapa waktu lagi saya berusia 26 tahun..

Berani-beraninya memberi nama perempat kedua dalam hidup, padahal siapa yang berani menjamin umur saya mencapai 100 tahun? Menurut
sebuah sumber, harapan hidup rata-rata orang saat ini di seluruh dunia adalah 67 tahun, sedangkan untuk laki-laki Indonesia khususnya adalah 68.7 tahun. Jadi kalau mencapai 100 tahun, sudah diberi bonus oleh Allah sebanyak 22.3 tahun.

Pernah suatu kali ada pertanyaan mengiris dari seorang sahabat sekaligus guru saya, kalau memang tidak disebut saudara (sebenarnya suatu kehormatan karena dia selalu memanggil saya saudara), “Memangnya kenapa orang takut mati?”. Sebuah pertanyaan yang tidak nyaman untuk dijawab dan didiskusikan bagi orang umum, tetapi mungkin tidak bagi beliau.

Seperti biasa pertanyaan yang diajukan adalah retoris dan di balik ini pasti ada sesuatu yang menunggu menghajar kenyamanan, tidak jarang mengobrak-abrik fundamental jalan pikiran dan keyakinan. Sesuatu ini tidak harus selalu jawaban, mungkin juga pertanyaan lainnya yang lagi-lagi tidak terjawab.

Seorang peserta dalam diskusi ini menyeletuk, “Takut tidak siap”

“Memang kapan siapnya?
…………………

Suasana mencair dengan tawa tanpa kehilangan makna bagi saya…

Sudah kali kedua saya bersinggungan langsung dengan orang-orang yang merindukan kematian, salah satunya dari ucapan salah satu dari mereka, “Kematian itu seperti pulang kampung…”. Lantas, bukannya mereka menjadi hidup asal-asalan. Hidup mereka serius dan tidak kehilangan makna. Tidak sedikit pula kontribusi yang mereka berikan kepada dunia…

Beberapa waktu belakangan ini, beberapa kali momen dimana saya diberikan kesempatan untuk meredefinisi ulang kehidupan dan kematian. Seperti tagline-nya Matrix Revolution (2003) : “Everything that has a beginning has an end”, pada setiap kehidupan pasti terdapat kematian, sesungguhnya kita ini milik Allah dan kepada-Nya lah kita akan kembali.

Bagaimanapun juga tetap sulit, tetapi perasaan setelah meredefinisikannya membuat kita lebih mendekati pemahaman akan hakikat hidup-mati. Kebenaran itu selalu absolut, tetapi pemahaman akan kebenaran itu relatif... Dan juga dinamis bagi orang yang menyempatkan diri mencarinya.

Tidak berapa lama lagi, Insya Allah saya akan memulai KDRT, bukan kekerasan dalam rumah tangga, tetapi kehidupan dalam rumah tangga :P. Seperti yang dikatakan seorang teman, ibadah besar itu terjadi setelah menikah… Menghidupi keluarga dan membesarkan anak? Semoga pernikahan akan membawa keikhlasan dalam hati seluruh anggota keluarga.

Well, mungkin cerita ini hanya sampai perempat kedua, mungkin juga tidak… tergantung jatah preman. Tetapi inti permasalahannya seharusnya bukan lagi kapan dan berapa lama, tapi apa dan bagaimana mengisinya...

Sebelum saya mengakhiri tulisan ini, ada cerita yang mungkin sudah pernah kita dengar :

Ada suatu kisah tentang kegiatan seorang guru dan beberapa muridnya. Guru tersebut mengambil sebuah ember, kemudian memasukkan beberapa butir batu yang cukup besar hingga mencapai bibir ember. Kemudian ia bertanya, “sudah penuhkan ember ini?” Para murid menjawab “sudah”, kemudian sang guru memasukkan batu-batu kerikil dan mengguncangkan ember tersebut hingga butiran kerikil berjatuhan ke dasar ember dan mengisi celah-celah batu besar. Kemudian sang guru bertanya kembali, “sudah penuhkan ember ini?” Para murid terdiam, dan seorang murid menjawab “ mungkin belum”. Lalu sang guru mengeluarkan satu plastik pasir dan mulai memasukkannya ke dalam ember. Butiran kecil pasir menyusup di antara celah-celah kerikil dan batu hingga mengisi ruang dari dasar ember hingga permukaan ember. Setelah itu sang guru mengambil air dan menuangkan perlahan-lahan ke dalam ember, hingga ember menjadi benar-benar penuh.

Itulah kehidupan. Isilah hidup ini dengan tujuan dan prioritas hidup yang diibaratkan dengan batu besar. Kemudian dilanjutkan dengan hal-hal yang lebih praktis yang diibaratkan dengan batu kerikil, pasir dan air. Jangan dilakukan sebaliknya, karena jika demikian, hidup ini hanya dipenuhi kerikil-kerikil masalah tanpa ada tujuan dan prioritas, karena batu-batu besar akan sulit masuk saat ember sudah dipenuhi kerikil, pasir atau bahkan air.

Hanya kita yang dapar mengukur ‘ember kehidupan’ kita masing-masing. Apakah sudah cukup terisi dan membuat hidup kita lebih bermakna, sehingga kita dapat berjalan tegak di muka bumi dan memberi arti bagi sekitar kita? Karena sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain.


Akhir kata:
Selamat ulang tahun Cokhy di bulan Ramadhan ini, doaku untuk-Mu ya Allah :
“Berikanlah hidayah-Mu untukku, untuk mengikhlaskan diri pada-Mu..
Penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah..
Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allahirobbil’alamin”

Wassalamualaikum Wr. Wb
Jakarta, 17 September 2007 12:07 WIB

17 Juli 2007

Punya siapakah hati manusia?

Beberapa hari ini adalah waktu-waktu di mana cobaan datang dengan cara yang tidak diduga-duga. Ternyata tidak semua cobaan datang dengan cara yang elegan, seperti selalu yang dibayangkan, diceritakan di kisah-kisah terkenal, disinetronkan teve-teve swasta. Seperti apa? Kekurangan, kehilangan, kehampaan..
Ternyata cobaan pun bisa datang dengan cara lainnya yang tidak kalah elegan : dari kecukupan, mendapatkan, kehadiran..

Seorang penyair dari Arab pernah berkata :
“Manusia tidak disebut insan kecuali karena sifat pelupanya…
Dan hati tidak dinamakan kalbu kecuali karena ia cepat berubah.”

Ini adalah hanya sebuah masalah klasik, yang dialami miliaran manusia, sebelum kita, saat ini, dan sesudah kita. Jadi, tidak perlu menganggap bahwa ini adalah soal-soal yang luar biasa.

:
“Yesterday, I could not imagine how I could reach end of the day without spending time together with you... Today, I cannot imagine how I reach end of the day being with you”

Fakta yang sama, perasaan yang berbeda...
Perasaan yang sama, logika yang berbeda...
Logika yang sama, tingkat komprehensi yang berbeda..
Tingkat komprehensi yang sama, hati yang berbeda..
Hati yang berbeda, pemilik yang selalu saja sama..

Doaku pada-Mu:
“Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku atas pilihan-Mu“

tomang, 11.05
cokhy indira fasha

1 April 2007

Last day of Being Abroad

Hari ini saya pulang ke Jakarta setelah lebih dari 29
hari berada di luar tanah air tercinta Indonesia. Saat
ini saya sedang di KLIA (Kuala Lumpur International
Airport) menunggu boarding MH721 jam 13.20 nanti.

Akhir-akhir ini saya banyak menghabiskan waktu di
airport ini yang memang ternyata sangat nyaman untuk
menunggu jadwal penerbangan. Dalam bulan ini, saya
sudah ENAM kali mengunjungi tempat ini, mulai dari
kedatangan dari Jakarta, sampai pergi pulang ke Penang
dan Seoul hingga akhirnya saat ini untuk pulang ke
Jakarta.

Tidak salah penilaian, sebagai The Best Airport of
2005, memang KLIA menyediakan berbagai fasilitas yang
baik untuk kenyamanan penumpang. Mulai dari kafe,
seperti saya saat ini sedang di Starbucks, sampai
tempat parkir untuk meninggalkan kendaraan yang sangat
nyaman. Seperti yang di dunia marketing saat ini,
orang bicara soal customer experience, KLIA memberikan
experience yang luar biasa baik terhadap saya.

What have I got from this long trip? Well, 'hijrah'
panjang ini memberikan saya banyak hal yang mengubah
cara pandang saya terhadap dunia.

Daily Life
Dalam kehidupan sehari-hari di Kuala Lumpur dan Seoul,
saya mendapati bahwa ada banyak cara manusia untuk
menjalankan hidupnya sehari-hari.

Meskipun Koreans selalu makan bersama, tetapi tidak
berbicara sedikitpun ketika makan, semuanya terlalu
serius dengan makanannya. Sampai akhirnya setelah
selesai makan, masuk ke sesi minum Soju, barulah
suasana mulai cair dan pembicaraan santai terjadi. Itu
menurut mereka adalah cara terbaik menghormati
makanan.

Di Malaysia, tidak ada yang signifikan berbeda dengan
Indonesia, kecuali perbedaan ras masih lumayan
berpengaruh terhadap kehidupan sehari-hari di sini.
Dibandingkan dengan Indonesia, perihal rasis masih
terasa kental di tempat ini. Di luar itu, harus diakui
pemerintahan kerajaan Malaysia memiliki visi dan
eksekusi yang luar biasa signifikan dan berhasil
terhadap perkembangan negara ini. Dilihat dari
infrastruktur kota, selain petunjuk jalan yang sangat
membingungkan, Malaysia saya anggap sangat baik bagi
negara yang start-nya sedikit tertinggal dengan
Indonesia. Hanya pemimpin yang baiklah yang bisa
mengubah semua ini.

Di hari-hari libur, saya mengunjungi museum di Seoul
dan KL. Hmm, sangat menarik melihat timeline
kebudayaan Korea dan Malaysia, bagaimana mereka
melakukan evolusi budaya hingga saat ini. Dari
perjalanan ke museum ini, sangat menyenangkan untuk
melihat mengapa mereka melakukan hal-hal yang sangat
berbeda untuk hal-hal yang sama sehari-hari. They
don't do different things, they just do things
differently..

Working Environment
Kalau anda memang berniat untuk mengembangkan
kemampuan manajemen anda, memang cara yang terbaik
adalah apprenticeship di perusahaan yang terbaik.
Tidak ada satu pelajaran MBA-pun yang dapat
menggantikan pengalaman bekerja dalam lingkungan
sebenarnya. Uang akan mengalir ke praktek manajemen
terbaik. Untuk mendapatkan itu, anda harus berada di
team terbaik.

Dari semua buku manajemen yang pernah saya baca, dari
seminar manajemen yang pernah saya ikuti, tidak
satupun yang memberikan pencerahan melebihi praktek
magang di lingkungan yang terbaik yang saya ikuti.
Well, ketika saya disuruh pergi oleh boss saya
mengikuti program magang ini, saya sempat bertanya apa
yang perusahaan harapkan dari program ini. Mereka
tidak menjawab. Mereka membiarkan saya menjawab
sendiri pertanyaan itu..

I'm Back..
Dear Indonesia, here I'm back to you. Dari semua
hal-hal yang menarik yang dijumpai di negeri seberang,
tidak ada yang bisa menghilangkan rasa kangen saya
terhadap ibu pertiwi. Semua hal yang ditemui hanya
memberikan gambaran bahwa Indonesia masih bisa
memiliki kesempatan memperbaiki diri dan maju. Kita
tidak ketinggalan amat kok.. Tapi dibutuhkan otot
kawat tulang besi, dan yang paling penting ditambah
lagi tekad baja dan kemauan keras untuk mengejar
ketertinggalan Indonesia.

Here is Cokhy reporting from outside of country.

KLIA, 1 April 2007 13.05 GMT+8



____________________________________________________________________________________
The fish are biting.
Get more visitors on your site using Yahoo! Search Marketing.
http://searchmarketing.yahoo.com/arp/sponsoredsearch_v2.php

24 Maret 2007

Seoul trip --in a glance--

Hi, It's me again..
Well, sekarang gw lagi di Seoul, Korea Selatan.. Tepatnya berada di kamar 402 Hotel Major di sekitar MRT Station Samseong. 45 menit sebelum janjian keluar dengan teman seperjuangan gw di sini, Pimonsak Songnaka dari B Braun Thailand.

Sementara menunggu, mari kita menulis blog selama 30 menit ke depan..

Sekilas info, gw dateng ke kota ini untuk mendapatkan 'feel' mengenai pekerjaan yang gw lakukan di kantor B Braun Indonesia tercinta. Gw datang ke sini untuk melihat 'how the business is done' di B Braun Korea. Well, I have to admit they've done a GREAT job. It's like watching management book in reality..
Setelah jamannya blog dengan content text and picture-nya, lalu youtube dengan content audio video-nya, trus slideshare dengan content slide presentasinya, wah, ini pengalaman baru lagi nih, content-nya reality show lho ..:)


Banyak yang bisa diceritakan mengenai Seoul dengan segala gaya hidup ke-urban-annya.. Tapi, in a glance, yang bisa dikatakan tentang Seoul adalah keramahan dan kemahalan.

Keramahan?
Mungkin anda semua pernah mengalami berada di suatu tempat yang sedikit orang yang bisa berkomunikasi dengan anda, tulisannya ga bisa kebaca semua (karena ga pake hurut alfabet!). Bingung abis bukan? Hehe, paling-paling bahasa tarzan keluar deh.

Bingung memang, tapi harus diakui manusia di ranah Korea memiliki keramahan di atas rata-rata. Teman-teman B Braun Korea adalah host yang luar biasa OK-nya. Budaya pelayanan orang Korea memang sudah mendarah daging. Di tengah modernitas Seoul, mereka tidak melupakan budayanya..

Seperti pepatah yang gw baca di lift menuju kantor B Braun Korea (Posco Building 13th fl.), "Man who forget his history is like tree without root".

Bagaimana wanita yang paling muda menyiapkan makanan dan menuangkan minuman; Bagaimana orang yang tertua melindungi orang yang lebih muda; Bagaimana mereka memperlakukan tamu secara istimewa; Sangat natural, tanpa dibuat-buat, berjalan alami, menjadi budaya.

Kemahalan?
Wih, hidup di Seoul sungguh sangat mahal.. Kemarin gw coba hitung2, biaya hidup sebulan seorang lajang dengan gaya hidup normal, ga neko-neko, insap-insap saja, bisa mencapai 2.5 juta won, atau sekitar 25 juta rupiah. Detail? Rent fee 1 juta won, makan (30 hari x
3 kali makan sehari x 8000 won = 720.000 won), transport (30 hari x 3000 won = 90.000 won), dan lain-lain (700.000-an lah..)

Hmm, lumayan juga kan? Menurut sebuah sumber, Seoul adalah kota termahal kedua setelah Moskow. No wonder...

Tadi baru aja gw makan di burger king, cuma makan onion ring doang sih, takut yang laen-laen mengandung babi.. Tapi yang herannya apa coba, untuk mendapatkan satu bungkus kecil saus sambal (chili sauce) anda harus membayar 100 won.. busyet deh..

Maklum lah orang udik..

Well, it's about time, so I have to go..

Tapi di balik semua ini, gw bersyukur bisa diberi kesempatan untuk melihat sepotong bumi-nya Allah.. Caem punya deh pokoke. Sudah seperlima jalan keliling dunia nih.. Asia-Oriental area, accomplished.. Masih ada European area, American area , African area, Australian area.

Amien..

10 Maret 2007

Doa di titik nadir

Ya Allah,
Entah mengapa akhir-akhir ini aku merasakan kejujuran dan kepercayaan menjadi barang langka pada manusia..

Semua datang bertubi-tubi pada saat yang bersamaan pada saat aku sendiri, t anpa teman tanpa sanak saudara di negeri antah berantah ini..

Ya Allah,
Aku selalu berusaha berbuat baik, berusaha tidak berkata kebohongan, tipu daya bicara, dan sedapat mungkin menjalankan perintah-Mu ya Allah.

Aku akui, sering kali aku pun berbuat salah menjalankan larangan-Mu ya Allah.. Kadang sengaja ataupun tidak sengaja, yang mungkin sampai ini aku tidak tahu.. Untuk itu aku memohon tobat pada-Mu ya Allah.

Ya Allah,
Kini aku menyadari..
Seberapa percaya kita terhadap orang yang kita sayangi, orang yang kita anggap bagian tubuh sendiri, memang tidak akan pernah bisa mengalahkan rasa percaya manusia terhadap Rabbnya..

Siapa yang bisa tahu : apa yang diimani manusia, seberapa luasnya pikiran manusia, seberapa dalamnya hati seseorang, kalau bukan diri-Mu ya Allah..

Ya Allah,
Ini adalah waktu yang tidak mau aku lupakan dalam hidup..
Yang membuat aku belajar bahwa aku tidak berkuasa atas apapun di muka bumi,
Yang membuat aku belajar bahwa tidak ada kekuatan selain kekuatan-Mu..

Hamba-Mu ini sedang berada di titik nadir..
Hamba-Mu berada di titik bawah logika dan emosi..
Tiada yang bisa aku lakukan kecuali berdoa pada-Mu.

Ya Allah,
Tabahkan hati ini pada dunia yang penuh kebohongan dan ketidakpercayaan..
Berikan hamba-Mu hidayah untuk berjalan di jalan-Mu,
Berikan hamba-Mu keberanian untuk berkata jujur dan dapat dipercaya,
Berikan hamba-Mu kekuatan untuk selalu syukur dan tawwadu' kepada-Mu..

Ya Allah,
Kepada-Mu lah aku menyerahkan diri..
Kepada-Mu lah aku menyerahkan urusanku: hidup, mati, jodoh, rejeki..
Kepada-Mu lah aku menyembah dan kepada-Mu lah aku minta tolong..

Amiin ya robbal'alamin.

Kuala Lumpur, 10 Maret 2007
11.31 WIB

9 Maret 2007

International Citizenship

Dear all,
Ada saat-saat di mana kita memaksakan diri untuk mengingat kejadian dalam suatu titik di hidup kita. Kapan? Gw masih inget beberapa hal yang menurut gw penting untuk diingat-paksakan.

Sebagai kenangan kita di masa depan, untuk menandai bahwa saat itu adalah sebuah batu pijakan untuk hal-hal yang akan menentukan ke mana kita akan pergi. Agar kita ingat, “This will be one of my moment of history when everything is about to change from now on because of this”.

Sekarang…
Gw duduk di kantor regional B Braun Asia Pasific di Kuala Lumpur untuk menjalankan attachment program selama sebulan. Semacam magang untuk mempersiapkan diri mengembangkan bisnis di negara masing-masing.

Gw bersama Pimonsak dari Thailand dan satu orang lagi dari Malaysia akan menyusul, Lincoln. Minggu depan, setelah dari sini, kita akan pergi ke Seoul untuk menjadi magang’ers di sana selama seminggu.

Bapak gw adalah seorang warganegara Indonesia sesungguhnya. Beliau telah melakukan perjalanan ke seluruh tempat di Indonesia. Dari kota sampai kampung-kampungnya… Dia pernah bilang, “Kalo papah sekarang keliling Indonesia, kamu harus keliling dunia ya..”.

Mungkin karena genetik, makanya to become international citizen is one of my dream. Maksudnya, gw masih cinta Indonesia dan Indonesia masih merupakan tanah kelahiran, tapi pola pikir dan bagaimana gw memandang dunia ini, itu yang gw inginkan berubah.

Bagaimana gw bisa punya sahabat di Madrid, bagaimana gw bisa bersosialisasi dengan wajar di Mumbai, bagaimana gw bisa menemukan restoran favorit gw di Johannesburg…

Dibalik semua itu, yang penting adalah bagaimana menjadi warga negara dunia yang memandang semua orang itu setara, semua ras itu tidak berbeda, semua perbedaan warna kulit itu cuma sebatas perbedaan kandungan pigmen di epidermis saja, tidak lebih…
"I have a dream that my four little children will one day live in a nation where they will not be judged by the color of their skin but by the content of their character" --- Martin Luther King, Jr. : "I Have a Dream"

Now, I am international citizen. Ok lah, I’m not an international citizen yet, still regional citizen only. But, it’s a milestone to become international citizen, right?

Buat gw ini adalah KLB (Kejadian Luar Biasa), gw bisa keluar negeri sendiri. Jalan-jalan di negeri orang... Anak kampung begini kok bisa-bisanya sok-sok’an kayak gini, hehe..

Di Jakarta?
Masih ada keluarga yang gw kangenin sekarang…
Masih ada Yanu yang gw juga kangenin banget... dari tadi ditelp ga di-angkat :(
Masih ada sahabat gw, tempat bertukar pikiran dan partner bertualang bersama.

Tapi di luar semua itu, ini adalah momen yang gw pilih untuk diingat baik-baik. Buat gw ini adalah hal besar yang akan mengarahkan gw ke hal lebih besar lagi: “Becoming one of international citizen in this lonely planet.”

Ini adalah masalah mindset…
Dan mindset adalah hal yang paling sulit untuk diubah, kan?

"The mind is everything. What you think you become." - Buddha-

7 Maret 2007

Anyway

Anyway

People are unreasonable, illogical, and self-centered,
Love them anyway.

If you do good, people may accuse you of selfish motives,
Do good anyway.

If you are successful, you may win false friends and true enemies,
Succeed anyway.

The good you do today may be forgotten tommorow,
Do good anyway.

Honesty and transparency make you vulnerable,
Be honest and transparent anyway.

What you spend years building may be destroyed overnight,
Build anyway.

People who really want help may attack you if you help them,
Help them anyway.

Give the world the best you have and you may get hurt,
Give the world your best anyway.

- Mother Teresa, Meditations from a Simple Path