27 September 2008

Iman dan Ilmu : Mungkinkah disatukan?

Selama beberapa bulan terakhir ini, terhitung beberapa esai yang coba saya susun tidak selesai saya rampungkan atau kirimkan, mulai dari resensi film Batman Begins sampai masalah kepemilikan dunia secara pribadi. Berbagai alasan mengenai hal ini tidak jauh dari permasalahan mood, minimnya materi yang terkait, atau tidak layak dilanjutkan. Kalau memang ketik-ketikan ini akhirnya dapat dikirim di blog, besar harapan saya tulisan ini adalah sebuah awal baru mengakhiri fase panjang ketidakproduktifan saya dalam tulis-menulis.

Mengenai hal ini, saya agak malu mengingat lebih 100 tahun yang lalu, Charles Duell di kantor paten US mengatakan, “Semua yang penemuan dapat ditemukan sudah pernah ditemukan”. Kenyataannya, justru seratus tahun terakhir inilah yang membuat wajah dunia berubah signifikan hingga seperti sekarang. Kaitan dengan romantika ini, apa yang mau saya sampaikan saya rasa sudah pernah diceritakan orang lain, setidaknya mengenai materi yang sama.

Beberapa waktu belakangan ini, saya berusaha menyediakan waktu khusus untuk mempelajari berbagai hal sesuai minat secara acak. Keberadaan internet membawa saya ke pengetahuan kolektif manusia yang hampir tidak terbatas, mulai dari hal yang eksakta hingga urusan abstrak. Perkembangan informasi yang begitu cepat membuat pengetahuan usang dalam hitungan menit, meskipun begitu saya pikir pengembangan pemahaman akan membuat kita tetap relevan dengan tingkat kecepatan ini.

Pemahaman sains dan teknologi sendiri semakin berkonvergensi terhadap pemahaman sosial dan ketuhanan. Hal ini menyebabkan ‘gambaran besar’ kemanusiaan yang makin jelas. Misalnya saja, saat ini penemuan fosil dan genetika semakin mempersempit mata rantai urut-urutan evolusi spesies pra-manusia hingga menjadi manusia modern. Hal ini semakin menegaskan bahwa manusia pertama berasal dari Afrika sekitar 10.000 tahun yang lalu.

Ditinjau dari literatur Islam sendiri, fakta evolusi manusia sendiri diizinkan memiliki ruang alias tidak bertentangan dengan Al-Quran dan Al-Hadits. Pada sisi yang lain, kisah populer umat Islam bahwa istri Adam bernama “Hawwa atau Hawa” sampai sekarang belum saya temukan di Al-Quran. Terhadap fakta-fakta ini, pemahaman kita tentang Adam sebagai manusia pertama akan mengalami redefinisi dan berdampak pada pemahaman dan keimanan kita terhadap hukum Tuhan.

Menurut Ulil Abshar-Abdalla, iman yang kuat tak akan takut pada keraguan, sedangkan iman yang dangkal dan dogmatis selalu was-was pada pertanyaan dan keragu-raguan. Usaha memahami hakikat ketuhanan dengan iman dan ilmu adalah sebuah usaha yang berkelanjutan. Menggunakan keimanan dan pemahaman untuk mengelola bumi dengan kasih sayang mungkin sebenarnya apa yang menjadi tugas manusia di muka bumi.