20 September 2010

Ulasan Film “Sang Pencerah”

Siapa yang belum menonton film “Sang Pencerah” karya Hanung Bramantyo? Film ini menggambarkan sebuah versi kehidupan KH. Ahmad Dahlan, sang pendiri organisasi Muhamadiyyah. Bagi yang belum, sila menyempatkan diri pergi ke bioskop untuk menonton sebelum film ini habis. Perkiraan saya, film ini akan usai tayang di layar lebar dalam satu dua minggu dan mulai dipasarkan lewat media DVD atau VCD.

Yang sudah menonton, apakah Sang Pencerah cukup menghibur? Bagi saya film ini sangat menghibur dan memberikan visualisasi yang sangat baik. Momen yang terjadi saat ini juga (kebetulan?) sesuai dengan tema film Sang Pencerah ini. Ya, kebebasan beragama dan perbedaan pendapat memang menjadi topik yang hangat di Indonesia saat ini. Insiden FPI, HKBP, dan Ahmadiyyah memberikan momentum bagi larisnya film ini. Minggu ini, mungkin penonton film Sang Pencerah sudah mencapai 20 juta orang.

Detil setting Sang Pencerah yang cukup realistis sesuai jamannya menggambarkan hasil riset praproduksi yang teliti. Konon, Hanung mengambil referensi dari belasan buku tentang Muhamadiyyah dan melakukan konsultasi dengan pihak keluarga dan kerabat dekat KH. Ahmad Dahlan. Dengan riset ini, tempat shooting di Kebun Raya Bogor dapat disulap sangat mirip dengan situasi Kauman Yogyakarta satu abad yang lalu.

Materi pengembangan naskah film Sang Pencerah ini memasukkan beberapa fiksi untuk menambal cerita, misalnya pada kisah seputar masa muda Muhammad Darwis (nama kecil KH Ahmad Dahlan). Di awal cerita, penggambaran bahwa pengikut aliran Syekh Sitti Jenar mempertahankan ritual sesajen sehingga membelokkan ajaran Islam perlu dicek kembali. Konsep Sitti Jenar lebih mengajarkan orang agar meminta langsung ke Tuhan tanpa perantara benda atau manusia lain. Praktek sinkretisme dengan budaya sebelumnya (animisme dan Hindu/Budha) seperti ritual sesajen ini cenderung diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga.

Saya kurang mengerti detil tata cara memproduksi film. Tapi sepertinya dalam pembuatan film Sang Pencerah, urusan ini berada pada standar pembuatan film di Indonesia. Tidak usah dibandingkan dengan Hollywood dan Bollywood yang sangat produktif menghasilkan film layar lebar. Kita usahakan dan doakan saja perfilman Indonesia dapat segera mencapai ke level ini.

Secara keseluruhan, menurut saya film Sang Pencerah sangat menghibur dan memancing keingintahuan. Film ini lebih baik dibanding film Indonesia yang sedang sama-sama ditayangkan di bioskop saat ini seperti “Dawai 2 Asmara” dan “Lihat Boleh Pegang Jangan.”

Moga-moga modal 12 miliarnya buat film Sang Pencerah bisa balik ya, Pak Raam Punjabi. Sukses dan buat film seperti ini lagi ya Pak! :)

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Sudahlah Jangan Dibesar besarkan Nama KH Ahmmad dahlan / Muhammadiah. . . Tentan Di Film ini

Ane Hanya Bisa Tersenyum '