5 September 2010

Stephen Hawking: Tuhan dan Hal-Hal yang Tak Selesai

The Big Bang was the result of the inevitable laws of physics and did not need God to spark the creation of the Universe, Stephen Hawking has concluded.

Pada pra-peluncuran buku terbaru Stephen Hawking The Grand Design beberapa hari yang lalu, ia mengatakan bahwa proses penciptaan alam semesta, Big Bang, adalah hasil dari hukum fisika dan pada proses ini Tuhan tidak diperlukan.

“Because there is a law such as gravity, the Universe can and will create itself from nothing...

Spontaneous creation is the reason there is something rather than nothing, why the Universe exists, why we exist..

It is not necessary to invoke God to light the blue touch paper and set the Universe going.”

Tuhan tidak diperlukan pada penciptaan alam semesta. Begitulah pernyataan Stephen Hawking yang menggulirkan berbagai bantahan dan dukungan di media, bahkan sebelum buku baru The Grand Design terbit. Kaum agamawan juga ikut menanggapi secara positif maupun negatif. Kata kunci “Stephen Hawking” sendiri sempat menjadi trending topics di twitter. Pernyataannya seolah menghangatkan kembali perdebatan agama dan sains yang beberapa waktu sempat mendingin.

Saya belum berani berkomentar banyak sebelum benar-benar membaca The Grand Design. Akan tetapi, ketika membaca kontroversi seputar pernyataan Stephen Hawking ini, tiba-tiba saya jadi ingat buku Tuhan dan Hal-Hal yang Tak Selesai karya Goenawan Mohamad. Saya temukan relevansi dengan kata-kata Stephen Hawking ini: Mungkin Tuhan-nya Hawking tidak selesai dalam proses penciptaan alam semesta.

Jangan-jangan kontroversi ini juga terjadi ketika Charles Darwin mengemukakan bahwa evolusi yang bertanggung jawab terhadap terjadinya berbagai macam spesies di bumi: Tuhan-nya Darwin tidak rampung dalam proses penciptaan alam semesta. Atau juga dari perkembangan neurosains tentang terjadinya kesadaran (conciousness) dan jiwa: Tuhan tidak juga selesai pada proses terjadinya jiwa.

Selalu ada frontier baru dalam memahami “penciptaan” Tuhan. Frontier itu sendiri bukan limit yang membatasi, ia lebih pada tapal batas sementara untuk pemahaman selanjutnya masa depan. Dulu mungkin spesies, lalu jiwa, dan sekarang alam semesta, entah besok apa. Mungkin Tuhan memang tidak pernah final: Dia tak akan pernah benar-benar terang lantas kemudian selesai.

***

“Yang menyangka ada jalan pintas dalam iman akan menemukan jalan buntu dalam sejarah.

Tiap masa selalu ada orang yang mengembara dan membuka kembali pintu ke gurun pasir tempat Musa—yang tak diperkenankan melihat wajah Tuhan—mencoba menebak kehendak-Nya terus-menerus.

Di sana tanda-tanda tetap merupakan tanda-tanda, bukan kebenaran itu sendiri. Di sana banyak hal belum selesai.

Gurun pasir tak sepenuhnya dialahkan, dan cadar selalu kembali seperti kabut. Manusia bisa tersesat, tapi sejarah menunjukkan bahwa iman tak pernah jera justru ketika Tuhan tak jadi bagian benda-benda yang terang.”

(Tuhan dan Hal-Hal yang Tak Selesai, Tatal 23)

1 komentar:

Chika mengatakan...

Does God Exist?

Religion is regarded by the common people as True, by the wise as False, and by the rulers as Useful.

"Religion Ruled The Dark Ages."

Trust those who seek the truth, doubt those who have found it.
The less you know, the more you believe.

"Religion are just cults with more members."

The truth will set you free but first it will make you angry.

Did the universe need a designer and creator?


Read The Book-Trailler of Stephen Hawking's "The Grand Design" at http://bit.ly/TheGrandDesign