3 April 2011

Celotehan tentang Kematian (2)


Kehidupan setelah mati memang benar terjadi. Setidaknya, sejumlah kehidupan baru akan muncul menggunakan jasad telah mati sebagai makanannya. Penelitian forensik mengenai pembusukan tubuh yang mengalami kematian berkembang pesat. Penelitian ini memberikan gambaran fase kimiawi dan biologis yang terjadi setelah jasad dimakamkan.

Tepat setelah kematian, jasad mulai mendingin hingga menyesuaikan dengan suhu lingkungan. Dalam jasad yang telah mati, metabolisme tidak lagi terjadi sehingga proses regulasi suhu tubuh sudah tidak terjadi lagi. Suhu tubuh akan menurun sekitar 0,83 derajat Celsius setiap jam. Dalam dunia medis, hal ini dikenal dengan algor mortis.
Ketika saya melihat Almarhum Nenek untuk terakhir kali, sekitar 17 jam setelahmeninggal, tubuh beliau telah kaku. Istilah medisnya rigor mortis. Secara alami, jasad manusia mengalami kekakuan setelah meninggal lebih dari 3jam hingga mencapai maksimalnya setelah 12 jam karena terjadinya perubahan kimiawi dalam otot. Sekitar 72 jam kemudian, bergantung kondisi lingkungan, jasad yang telah mati berangsur-angsur akan kembali melunak. 
Kira-kira setelah tiga hari, proses pembusukan akan dimulai. Tahap yang awal terjadi disebut tahap pembusukan segar. Tahap ini ditandai dengan proses autolisis atau `cerna-diri. Enzim merupakan zat yang digunakan untuk berbagai proses dalam tubuh, termasuk diantaranya mencerna makanan. Proses autolisis terjadi saat enzim yang terdapat dalam sel tubuh tidak lagi dapat dikendalikan dan mencerna strukturnya sendiri. Hal ini menyebabkan cairan yang terdapat di dalam sel (intraselular) keluar. 
Berbagai jenis bakteri terdapat secara normal tubuh manusia, biasanya disebut flora normal tubuh manusia. Cairan yang keluar dari sel yang telah mati akan bertemu bakteri yang merupakan agen utama pembusukan. Koloni bakteri ini terutama terletak pada tempat yang berhubungan dengan dunia luar. Cairan yang keluar dari sel ini mengandung banyak makanan untuk bakteri. Ketika makanan tiba-tiba berlimpah, koloni bakteri akan berkembang biak secara cepat. Populasi bakteri yang semakin meningkat akan mempercepat kembali proses pembusukan. 
Pada bagian luar jasad, tanda-tanda entomologis juga mulai muncul. Larva lalat akan bertumbuh dimulai dari bagian luar jasad. Lalat akan meletakkan telurnya pada berbagai titik masuk tubuh manusia, seperti misalnya mata, mulut, luka terbuka, dan kelamin. Hal ini bertujuan untuk memudahkan larva lalat muda mencari makanan. Larva lalat yang masih muda tidak dapat menembus kulit, sehingga perlu diletakkan pada tempat yang mudah menjangkau makanan. Ketika mulai dewasa, larva lalat mampu menembus kulit dan memakan lemak di bawah kulit ini. Dalam kajian forensik, salah satu cara memperkirakan waktu kematian melalui petunjuk umur larva lalat yang terdapat pada jasad.  
Setelah mengalami proses pembusukan segar, tubuh mulai mengalami proses penggembungan. Metabolisme bakteri dalam tubuh yang mencerna jasad mati ini menghasilkan gas buangan. Sering kali, pada proses pengembungan ini, jalan untuk gas ini telah tertutup, bisa karena terurai atau tersumbat. Bila hal ini terjadi, maka tubuh akan mengembung sebagai akumulasi gas sisa metabolisme yang terbentuk saat proses pembusukan. Tekanan gas di dalam jasad yang sangat tinggi dapat menyebabkan tubuh yang telah mati ini meletup. Akibat letupan ini, dari luar jasad akan terlihat seperti tercabik seperti luka cambuk. Terbukanya jalan udara ini akan memudahkan agen-agen pembusuk lain dapat masuk ke dalam jasad dan semakin mempercepat proses pembusukkan.
Selanjutnya setelah proses penggembungan terjadi, jasad mulai mengalami proses pembusukan lanjut dan penguraian. Setelah tiga minggu, organ lunak dalam tubuh mencair dan meleleh dari berbagai rongga tubuh dan terserap ke tanah. Organ lunak, seperti bagian pencernaan, paru-paru, dan otak merupakan bagian pertama yang meleleh dan keluar tubuh diserap tanah. Kemudian, bagian luar tubuh mulai amblas karena isinya telah keluar.
Pada proses pembusukan lanjut dan penguraian, otot yang merupakan jaringan yang lebih keras akan dimakan oleh serangga karnivora. Jaringan kulit kadang terurai kadang pula tidak, tergantung pada kondisi lingkungan. Dalam kondisi lingkungan yang terlalu kering dan panas, penguraian kulit tidak terjadi karena bakteri sangat sensitif terhadap suhu dan kelembaban. Jaringan kulit yang tidak terurai dan yang tersisa akan mirip dengan cangkang manusia yang tidak terurai.
Proses mumifikasi (pembuatan mumi) salah satu tahapannya adalah  mengeluarkan seluruh organ dalam yang lunak untuk mencegah proses pembusukan. Kemudianjaringan lainnya, termasuk kulit, tetap diawetkan untuk menjaga kemiripan dengan bentuk aslinya.
***
Proses penguraian tubuh yang mati berjalan sangat efisien. Dalam beberapa bulan saja, hampir semua bagian tubuh telah terurai. Yang tersisa hanyalah bagian yang sulit terurai (misalnya tulang).  Melalui proses penguraian, jasad masuk kembali ke dalam siklus kehidupan-kematian; dan menjadi bagian alam. From ash to ash, from dust to dust..

Inspiration:

Tidak ada komentar: