rambutmu yang rimbun tergerai
bagaikan pelepah palma menyentuh rerumputan
maka teduhlah pangkuanmu
dan kegelisahanku menggeletak di situ
matamu yang lebar memantulkan wajahku
aku menyebut namamu, kamu menyebut namaku
suara kita mengambang terapung dalam waktu melayang-layang di cakrawala jiwa
ditelan sepi yang abadi
dan segera saling merasa bahwa kita punya derita yang sama
bulu-bulu halus di susumu bergetar dilanda napas birahiku
leher dan pundakmu adalah pelabuhan zaman
teluk alam yang mampu menanggapi badai lelaki
menghamburlah badaiku kepadamu
badai dari kuku
badai dari ujung jari
badai dari kulit perut
badai dari mimpi kanak-kanakku
badai dari hasrat yang terpendam
badai dari naluri purbakala
badai 36 tahun dari hidupku
melanda pinggulmu
pinggulmu yang sentosa bagai perahu
membawaku mengembara ke alam dongengan
kamu adalah ratu syeba, cleopatra, drupadi
kamu adalah dewi durga
kukulum telingamu
gurih dan lembut rasanya
dan napas hidupku melewati selaput telinga,
masuk kedalam dada dan perutmu
aku mencari jiwamu
kita tak bisa bicara
kita tak usah bicara
kata-kata adalah bayangan dari harapan
tetapi bukan harapan yang sebenarnya
kata-kata adalah janji, tetapi bukannya isi hati
di dalam badai jiwa kita saling menerka dan meraba
wahai, wanita dengan rambut bau cendana
betapa kamu lihat diriku
aku ada,
tetapi siapakah aku
kukerahkan seluruh diriku kepada tanganku yang membelaimu
urat lehermu yang biru berbicara dalam denyutan-denyutan
jari-jarimu mencengkeram kasur sofa
itulah bahasa yang kuat
di luar kata-kata banyak kita bicara
denyut jantungmu berjawaban dengan denyut jantungku
dua tubuh satu getaran
dua jiwa satu bahasa
astaga!
kau gigit pundakku dan segera aku alami apa maknanya
WS Rendra
Komunitas Utan Kayu, 13 Mei 2006
dibacakan pada deklarasi "Masyarakat Bhinneka Tunggal Ika"
berdasarkan keprihatinan pada RUU APP
bagaikan pelepah palma menyentuh rerumputan
maka teduhlah pangkuanmu
dan kegelisahanku menggeletak di situ
matamu yang lebar memantulkan wajahku
aku menyebut namamu, kamu menyebut namaku
suara kita mengambang terapung dalam waktu melayang-layang di cakrawala jiwa
ditelan sepi yang abadi
dan segera saling merasa bahwa kita punya derita yang sama
bulu-bulu halus di susumu bergetar dilanda napas birahiku
leher dan pundakmu adalah pelabuhan zaman
teluk alam yang mampu menanggapi badai lelaki
menghamburlah badaiku kepadamu
badai dari kuku
badai dari ujung jari
badai dari kulit perut
badai dari mimpi kanak-kanakku
badai dari hasrat yang terpendam
badai dari naluri purbakala
badai 36 tahun dari hidupku
melanda pinggulmu
pinggulmu yang sentosa bagai perahu
membawaku mengembara ke alam dongengan
kamu adalah ratu syeba, cleopatra, drupadi
kamu adalah dewi durga
kukulum telingamu
gurih dan lembut rasanya
dan napas hidupku melewati selaput telinga,
masuk kedalam dada dan perutmu
aku mencari jiwamu
kita tak bisa bicara
kita tak usah bicara
kata-kata adalah bayangan dari harapan
tetapi bukan harapan yang sebenarnya
kata-kata adalah janji, tetapi bukannya isi hati
di dalam badai jiwa kita saling menerka dan meraba
wahai, wanita dengan rambut bau cendana
betapa kamu lihat diriku
aku ada,
tetapi siapakah aku
kukerahkan seluruh diriku kepada tanganku yang membelaimu
urat lehermu yang biru berbicara dalam denyutan-denyutan
jari-jarimu mencengkeram kasur sofa
itulah bahasa yang kuat
di luar kata-kata banyak kita bicara
denyut jantungmu berjawaban dengan denyut jantungku
dua tubuh satu getaran
dua jiwa satu bahasa
astaga!
kau gigit pundakku dan segera aku alami apa maknanya
WS Rendra
Komunitas Utan Kayu, 13 Mei 2006
dibacakan pada deklarasi "Masyarakat Bhinneka Tunggal Ika"
berdasarkan keprihatinan pada RUU APP
Tidak ada komentar:
Posting Komentar