16 Januari 2011

Celotehan tentang Evolusi Manusia (1)

Saya agak heran karena belakangan ini saya jarang menemui orang yang tidak mempercayai teori evolusi. Bukannya apa-apa, pengalaman saya sewaktu kuliah di jurusan Biologi, bahkan ada dosen Biologi sendiri yang tidak mempercayai teori evolusi dan mengatakan pada mahasiswa bahwa teori ini bohong belaka. Pada pusat pendidikan yang mengkaji proses evolusi, ada pendidiknya yang tidak mempercayai terjadinya proses evolusi ini. Saya jadi jadi bertanya-tanya, apa mungkin saat ini konsep evolusi sudah diterima luas? Atau jangan-jangan jaringan pertemanan saya sendiri tidak terlalu luas dan homogen sehingga menemui orang yang cenderung sepemikiran saja?

Bahasan evolusi yang sering menjadi kontroversi ialah evolusi pada manusia. Sering ada yang tersinggung dengan pernyataan bahwa nenek moyang manusia adalah kera. Lebih dari satu abad yang lalu, Thomas Huxley mengatakan nenek moyang manusia adalah kera. Argumen yang diajukan Pak Thomas adalah bahwa terdapat banyak kemiripan antara manusia dan kera. Tetapi perbedaan antara manusia dan kera jadi terlihat sangat jauh kalau kita melihat kapabilitas mental dan perilaku moral antara kedua spesies ini. Mari kita bahas mengenai evolusi yang terjadi pada manusia sehingga terdapat perbedaan sangat signifikan antara manusia dan kera.

***

Populasi manusia (Homo sapiens) telah berkembang pesat dan menyebar luas sejak 50 ribu tahun terakhir. Diperkirakan populasi manusia pada tahun 9000 SM hanya ada sekitar 5 juta saja. Akan tetapi dengan perkembangan yang pesat ini, ukuran populasi manusia saat ini diperkirakan sekitar 6,9 miliar.

Bandingkan dengan kera yang secara genetik dekat dengan manusia dan juga memiliki kecerdasan yang tinggi, yaitu orang utan (Pongo pygmaeus). Hewan ini tidak dipertimbangkan sebagai spesies yang sukses. Populasinya terbatas di Indonesia saja dan jumlahnya sangat kecil, bahkan terancam punah. Studi oleh pemerintah RI tahun 2007 memperkirakan bahwa populasi orang utan tinggal sekitar 61 ribu saja.

Ukuran populasi manusia yang 100 ribu kali lebih tinggi dibandingkan orang utan menyebabkan peluang terjadinya mutasi lebih tinggi. Angka terjadinya mutasi yang tinggi ini menyebabkan  proses evolusi pada manusia terjadi lebih cepat. Dalam 10 ribu tahun terakhir, perubahan genom manusia terjadi sangat cepat, mengubah mulai dari sistem pencernaan hingga tulang manusia. Laju evolusi ribuan tahun terakhir ini jauh lebih besar daripada laju evolusi jutaan tahun sebelumnya. Perbandingan jangka panjang antara laju evolusi manusia dan laju evolusi simpanse, keluarga kera yang juga dekat dengan manusia, mencapai 10 hingga 100 kali.

Manusia memulai kebudayaan pertanian sekitar 10 ribu tahun yang lalu. Proses bercocok tanam dan beternak hewan mulai dilakukan. Aktivitas baru ini membutuhkan konsentrasi populasi manusia pada suatu tempat. Banyaknya individu manusia pada suatu tempat membuat berbagai penyakit menjadi lebih berbahaya, seperti misalnya pada penyakit malaria dan tuberkolosis.

Pola makanan juga mulai berubah mengikuti kebudayaan pertanian. Kekurangan daging dan kekurangan nutrisi secara umum menyebabkan postur tubuh lebih pendek serta gigi dan otak mengecil. Volume otak manusia mengecil dari 1500 cc menjadi 1350 cc dalam 20 ribu tahun terakhir.

Akan tetapi, gen yang baru muncul dari proses evolusi membuat populasi manusia dapat bertahan bahkan sukses berkembang. Misalnya, ada gen membuat manusia dewasa tetap bisa mencerna susu sehingga mengurangi terjadinya kekurangan nutrisi. Sebagai pertahanan tubuh, muncul pula gen yang bertanggung jawab pada kekebalan manusia terhadap penyakit malaria.

Dalam keseluruhan populasi manusia, tidak semua bagian mengalami laju evolusi yang sama. Populasi manusia Afrika mengalami laju evolusi yang lambat. Peyebaran manusia di mulai dari Afrika sehingga populasi awal manusia di Afrika sudah terbiasa hidup di daerah ini dan tidak perlu menyesuaikan terhadap iklim baru.

Pada daerah subtropis seperti di Eropa dan Asia Timur, laju evolusi manusia menjadi lebih tinggi karena kebutuhan adaptasi di daerah dan iklim baru ini. Misalnya, gen yang bertanggung jawab untuk warna kulit dan warna mata yang lebih terang muncul belakangan karena kebutuhan adaptasi ini.

Jadi, saya mengerti kalau James D. Watson, sang peraih nobel dan penemu bentuk struktur double helix rantai DNA, mengatakan bahwa orang Afrika secara genetis lebih tertinggal daripada orang Eropa. Salah satunya dapat diamati dari tingkat kecerdasan IQ-nya. Pembahasan seputar masalah ini telah saya tulis pada posting sebelumnya.

***

Melihat fenomena ini, saya jadi berpikir bagaimana menyikapi perbedaan antarmanusia ini. Arah dan kecepatan evolusi antarmanusia saja sudah sangat berbeda. Bagaimana menyikapi perbedaan ras yang secara alami muncul dari ekspresi genom manusia? Lalu bagaimana dengan berbagai pemisahan buatan manusia belakangan, macam agama, suku, dan negara?

Apakah kita cukup berusaha mencari persamaan saja? Atau sebenarnya kita akhirnya perlu menelanjangi perbedaan-perbedaan kita?

Lantas apa jadinya kalau kemudian kita tahu bahwa tiap manusia tidak satupun ada yang sama? Akankah kita siap melihat populasi kita apa adanya?

Reference :
Culture Speeds Up Human Evolution
Shrinking of the Human Brain and the Lesser Intelligent Race

Tidak ada komentar: