Who Were the Denisovans?
2 September 2012
Denisova (juga) Nenek Moyang Kita
Who Were the Denisovans?
1 September 2011
Spesies, Evolusi, dan Kepunahan
Manfred: Mammoths can't go extinct; we're the biggest animals on Earth.
Diatryma Mom: Uh, what about the dinosaurs?
Manfred: The dinosaurs got cocky. They made enemies***
Sid: Maybe we could rapidly evolve into water creatures.
Diego: That's genius, Sid.
Sid: Call me Squid.-Ice Age 2-
Film “Ice Age: The Meltdown” yang saya tonton di sebuah televisi swasta tadi siang menginspirasi saya untuk berbagi cerita seputar perkembangan terbaru seputar spesies, evolusi, dan kepunahan. Kutipan oleh Manfred si mammoth dan Sid si kukang di atas menggambarkan parodi keluguan pemahaman evolusi dan kepunahan. Mammoth, spesies gajah purba besar yang berambut dan bergading besar, punah sekitar 4500 tahun yang lalu. Sedangkan kukang, hewan yang terkenal lambat dan malas, juga tidak pernah berevolusi menjadi makhuk air, apalagi jadi cumi-cumi..
Dalam sebuah survei menyambut dua abad kelahiran Charles Darwin, lembaga riset Gallup melaporkan bahwa hanya 39% orang di Amerika Serikat percaya evolusi. Sebanyak 25% orang Amerika Serikat tidak percaya evolusi dan hanya mempercayai kreasionisme. Sisanya, sekitar 36% tidak berpendapat atau tidak menjawab. Hasil survei juga menunjukkan bahwa pilihan ini berhubungan dengan pendidikan dan religiusitas. Membaca hasil survei ini, saya jadi penasaran berapa banyak orang Indonesia yang percaya teori evolusi.
Pengertian tentang evolusi menurut saya lebih penting daripada sekedar kepercayaan saja. Dengan pengertian memadai, orang akan mampu berpendapat rasional dalam perbandingan antara evolusi dan kreasionisme. Tulisan ini bukan ingin menceritakan evolusi secara mendalam, melainkan hanya comot sana-sini saja beberapa perkembangan evolusi terakhir yang (menurut saya) menarik.
Evolusi Modern
Teori Evolusi modern berkembang seiring dengan berbagai temuan ilmiah terbaru. Teori ini merupakan gabungan berbagai cabang Biologi yang bermuara pada evolusi. Awalnya, perkembangan evolusi modern berasal dari ditemukannya kesesuaian antara teori seleksi alam Darwin dan teori genetika Mendel pada awal abad ke-20. Sangat ironis bagi Mendel karena pada mulanya publikasi genetika Mendel justru sangat anti-evolusi, bahkan secara spesifik menentang buku “The Origin of Species” tulisan Darwin.
Saat ini, teori Evolusi modern tidak lagi sesederhana teori “Darwinisme” saja. Berbagai perkembangan ilmu Biologi, khususnya Biologi molekuler, Sitologi, Biosistematik, Botani, Morfologi, Ekologi, dan Paleontologi telah membuat bangunan teori Evolusi modern lebih kokoh. Misalnya, penemuan peta genom memungkinkan peneliti membandingkan genom dan kekerabatan setiap makhluk hidup. Manusia dan simpanse memiliki kekerabatan yang sangat dekat karena peta genom kedua spesies ini mirip hingga 99% serta menghasilkan protein yang juga sangat mirip.
Beberapa temuan baru bahkan mensubtitusi pondasi awal yang dibangun oleh Darwin. Konsep pohon kehidupan (tree of life) yang diperkenalkan oleh Darwin dua ratus tahun lalu tidak memadai lagi saat transfer genetik horisontal ditemukan sepuluh tahun belakangan. Dalam perjalanan sains, konsep pohon kehidupan Darwin memang menjadi kurang relevan, tapi teori Evolusi modern sejauh ini didukung oleh berbagai temuan baru.
Spesies: Penciptaan dan Kepunahan
Spesies merupakan pengelompokkan makhluk hidup yang mampu kawin dan menghasilkan keturunan yang mampu menghasilkan keturunan juga. Setelah 250 tahun perkembangan taksonomi, tahun 2010, diperkirakan ada 7-100 juta spesies di bumi. Dari perkiraan ini, hanya 1,7 juta spesies saja yang telah teridentifikasi, lebih dari sejuta adalah serangga. Sisanya masih belum teridentifikasi.
Pembentukkan spesies makhluk hidup baru (spesiasi) terjadi setiap saat diarahkan oleh proses evolusi dalam jangka panjang. Manusia sendiri telah mampu melakukan spesiasi buatan melalui persilangan sejak era pertanian ribuan tahun lalu. Domba modern merupakan salah satu spesies baru yang diciptakan manusia dari domba mouflon melalui domestikasi sekitar 11.000 tahun yang lalu.
Manusia bahkan telah menciptakan spesies kehidupan sintetis dari benda mati. Tahun 2010, Craig Venter menciptakan spesies bakteri yang sama sekali baru melalui penyusunan materi DNA di laboratorium. Melalui penemuan kehidupan sintetis, konsep generation spontanea yang telah ditinggalkan sejak abad ke-19 bisa menjadi relevan kembali. Sains menerima perubahan, bahkan perubahan balik.
Kepunahan spesies makhluk hidup juga terjadi terjadi setiap saat, dengan atau tanpa kehadiran manusia. Ia adalah bagian dari proses evolusi. Selama 3,8 miliar tahun kehidupan hadir di bumi, diperkirakan 99,9% spesies yang pernah ada di bumi telah punah. Suatu spesies umumnya memiliki umur kurang dari sepuluh juta tahun, mulai terbentuk hingga kepunahannya. Meskipun begitu, beberapa spesies bertahan menjadi fosil hidup tidak mengalami perubahan selama ratusan juta tahun, misalnya kecoa telah bertahan selama 350 juta tahun hingga saat ini. Spesies manusia modern diperkirakan baru berusia 200 ribu tahun dan sangat mungkin akan punah dalam beberapa juta tahun lagi.
Belakangan baru disadari, laju kepunahan terjadi lebih cepat akibat ledakan populasi manusia. Peningkatan drastis populasi manusia hingga 6,9 miliar tahun ini menimbulkan ketidakseimbangan alam karena konsumsi berlebihan, perusakkan habitat, penyebaran penyakit, dan perubahan iklim. Harimau Bali secara resmi telah dinyatakan punah di Indonesia tahun 1937 akibat kerusakan habitat dan perburuan liar. Beberapa hari ini ada berita yang menyatakan dugaan bahwa anoa dan babi rusa telah punah di Sulawesi Utara. Spesies orang utan, badak jawa, dan komodo akan menunggu kepunahan beberapa (puluh) tahun lagi.
Dengan perkembangan biologi molekuler, saintis berupaya menghadirkan spesies yang telah punah melalui metode kloning. Memang belum ada upaya yang berhasil hingga saat ini, tapi perkembangan pesat biologi molekuler memberikan harapan. Museum Australia di Sidney memulai proyek kloning harimau Tasmania (Thylacine) tahun 1999. Thylacine merupakan karnivora berkantung dari Australia yang punah pada awal abad ke-20. Proyek Thylacine yang kontroversial ini sempat dihentikan tahun 2005 dan kembali dilanjutkan pada tahun yang sama dan berkembang hingga saat ini. Apakah mungkin manusia bisa menghentikan kepunahan? Apakah mungkin mammoth akan kembali muncul di bumi? Kita tunggu saja perkembangan penelitian ini.
Epilog
Evolusi adalah paradigma sentral dalam Biologi. Theodosius Dobzhansky, salah satu pendiri teori Evolusi modern mengatakan bahwa tidak ada yang masuk akal dalam Biologi kecuali dalam kerangka evolusi. Ia adalah pendukung evolusi modern sekaligus seorang Kristen orthodoks yang taat. Dalam upayanya mendamaikan sains dan religiusitas Dobzhansky mengatakan:
Apakah fakta evolusi bertentangan dengan keimanan agama? Tidak. Adalah sebuah kekeliruan untuk menggunakan kitab suci sebagai teks dasar astronomi, geologi, biologi, dan antropologi. Simbol yang ditafsirkan tidak sebagaimana mestinya akan menimbulkan konflik yang khayal dan tak terpecahkan. Kekeliruan ini malah menimbulkan penghinaan: Sang Pencipta dituduh merencanakan penipuan..

15 Februari 2011
Seks Dalam Panggung Evolusi Kehidupan
Kehidupan itu dimulai dari lembaran. Terdengar agak puitis, tapi memang kehidupan mulai hadir di muka bumi sekitar 3,8 milyar tahun lalu dalam bentuk lembaran-lembaran mikroba. Kehidupan berkembang perlahan menyesuaikan dengan lingkungan bumi yang keras dan tidak stabil ketika itu. Pada masa ini, kehidupan berkembang biak dengan cara membelah diri (aseksual).
Kemudian satu milyar tahun yang lalu, sel eukariot menemukan cara bereproduksi secara seksual. Reproduksi seksual membutuhkan keterlibatan dua jenis seks yang berbeda. Reproduksi seksual ini ternyata meningkatkan variasi makhluk hidup dan membantu penyebaran sifat kehidupan yang unggul, dan menghilangkan sekaligus menghilangkan mutasi genetis yang berbahaya. Kelemahannya, reproduksi seksual berproses lebih lambat, boros energi, dan beresiko menghilangkan campuran gen yang baik. Meskipun begitu, ternyata alam mendukung mekanisme reproduksi seksual ini sehingga bisa bertahan hingga saat ini.
***
Pertanyaannya lantas, mengapa hanya ada dua jenis seks? Bayangkan kalau ada seratus jenis seks yang berbeda, mestinya proses reproduksi seksual akan lebih mudah. Sembilan puluh sembilan dari seratus jenis seks dari spesies yang sama akan lebih mudah dicari dan dikawini (99%) dibandingkan satu dari dua jenis yang dapat dikawini (50%).
Saintis Inggris bernama Laurence Hurst mengajukan teori bahwa mengapa hanya ada dua jenis seks dipengaruhi oleh penurunan gen mitokondria. Tidak seperti gen yang pada umumnya yang terletak pada inti sel, gen mitokondria terletak pada organ sel (organel) yang bernama mitokondria.
Mitokondria dapat bereproduksi sangat cepat dengan cara membelah diri seperti bakteri. Bahkan, banyak saintis yang mempercayai mitokondria awalnya adalah sejenis bakteri yang masuk ke dalam sel eukariot dan akhirnya bersimbiosis dengan sel eukariot ini. Peristiwa endosimbiotik antara eukariot dengan mitokondria ini diperkirakan terjadi sekitar 2 milyar tahun yang lalu.
Gen mitokondria ini dapat direplikasi sangat cepat. Apabila 99% populasi dapat kawin mawin antara satu dengan lainnya, maka mutasi gen mitokondria ini dapat menyebar sangat cepat. Bila mutasi gen mitokondria ini merusak, maka seluruh populasi inang akan punah dengan cepat pula.
Oleh karena itu, evolusi membatasi jenis seks hanya ada dua saja agar resiko penyebaran gen mitokondria ini dapat dibatasi. Ketika sistem reproduksi seksual dengan dua jenis seks dimulai, sistem sperma dan telur semakin berkembang. Keduanya akan bertemu dan terjadilah pembuahan. Kedua jenis seks, jantan dan betina, akan mentransfer gen kepada inti sel anak. Akan tetapi, gen pada mitokondria hanya berasal induk betina saja.
Penurunan DNA mitokondria yang hanya berasal dari induk betina saja (melalui sel telur) merupakan pendekatan yang paling sukses dalam evolusi. Hal ini membatasi penyebaran gen mitokondria yang memiliki resiko membahayakan populasi makhluk inangnya. Pembatasan resiko kepunahan ini menjelaskan mengapa hanya ada dua jenis seks dalam perjalanan evolusi. Banyak kehidupan dengan jenis seks yang lebih dari dua tidak sintas (survive) dalam perjalanan evolusinya.
Dan ini mengawali perjalanan kita: mengapa hanya ada dua jenis seks..
(bersambung)
Inspirasi:
Why are there only two sexes?
Evolution of sexual reproduction
24 Januari 2011
Celotehan tentang Evolusi Manusia (2) : Genetika
Setelah memposting tulisan saya terakhir, sungguh sebuah kebetulan beberapa hari selanjutnya, saya malah mengikuti sebuah diskusi menarik mengenai Asal Usul Manusia di Freedom Institute. Sebagai pembicara ketika itu adalah Prof. Sangkot Marzuki, Direktur Lembaga Eijkman di Jakarta. Pak Sangkot sendiri secara pribadi adalah seorang peneliti di bidang Biologi Molekuler yang sangat produktif mengeluarkan publikasi ilmiah.
Saya sendiri merasa bangga dengan peneliti Indonesia setelah mendegarkan penjelasan di diskusi kemarin. Ternyata Lembaga Eijkman di bawah kepemimpinan Pak Sangkot sangat aktif di bidang penelitian Biologi Molekuler. Salah satu fokus bidang penelitian Lembaga Eijkman adalah keragaman genom manusia (Human Genome Diversity) yang terkait dengan evolusi manusia. Tahun 2006 lalu, Lembaga Eijkman mengadakan seminar mengenai evolusi manusia mengundang Prof. Svante Pääbo dari Max Planck Institute for Evolutionary Anthropology Leipzig, Jerman.
***
Prof. Svante Pääbo bisa dikatakan sebagai seorang selebriti di bidang evolusi manusia. Ia adalah salah satu tokoh yang memulai penelitian di bidang paleogenetika, sebuah cabang ilmu yang menggunakan genetika untuk mempelajari spesies yang telah punah. Bulan Mei 2010 lalu, ia mempublikasikan hasil studi pemetaan genom Homo neanderthal. Selain itu, studi ini juga menghasilkan kesimpulan bahwa sebagian genom manusia modern (Homo sapiens) non-Afrika berasal dari manusia purba Homo neanderthal.
Sebelum penelitian tentang keterkaitan genom manusia purba dan manusia modern ini dipublikasikan, teori Out of Afrika merupakan teori yang paling diterima mengenai asal usul manusia modern. Teori ini menyatakan bahwa manusia modern memiliki satu asal usul yang sama yang berasal dari Afrika. Sekitar 60 ribu tahun yang lalu, sekelompok kecil manusia modern ini meninggalkan Afrika dan menyebar ke seluruh dunia menggantikan populasi manusia purba di seluruh dunia.
Pada 1-2 juta tahun yang lalu, manusia purba juga berasal dari Afrika dan menyebar ke seluruh dunia. Populasi manusia purba Homo neanderthal menyebar di Eropa dan Asia Tengah dan Barat sebelumnya. Populasi Homo erectus menyebar hingga ke Asia Timur dan Tenggara (Jawa). Penyebaran manusia modern Homo sapiens dari Afrika sekitar 60 ribu tahun yang lalu membuat populasi Homo neanderthal dan Homo erectus tergusur oleh manusia modern ini.
Berdasarkan hasil studi tahun 2010 ini, maka Pääbo menyimpukan bahwa Homo sapiens tidak menggantikan secara keseluruhan Homo neanderthal, melainkan juga melakukan perkawinan. Proses kawin mawin terjadi setelah sebagian kecil populasi Homo sapiens ini bermigrasi meninggalkan Afrika. Hasilnya adalah manusia modern di luar Afrika dengan materi genetik yang bercampur dan berkembang biak hingga saat ini. Di Afrika sendiri, manusia modern memiliki genom murni yang tidak bercampur oleh genom Homo neanderthal.
Hasil ini memunculkan pertanyaan seputar kemanusiaan yang semakin kompleks. Apakah Homo sapiens dan Homo neanderthal adalah spesies yang sama? Kalau tidak sama, lantas mengapa keturunan campuran ini dapat berkembang biak? Padahal dua individu dikatakan satu spesies kalau perkawinan lawan jenisnya menghasilkan keturunan yang mampu berkembang biak kembali.
Belum lagi kita masuk ke ranah filsafat, di mana batas-batas ‘kemanusiaan’ itu sendiri? Apakah sebenarnya perbedaan Homo sapiens dengan Homo neanderthal tidak lain hanya perbedaan budaya saja? Bedanya populasi yang satu sintas (survive), sedang yang lain punah. Itu mungkin pertanyaan yang muncul dan perlu dijawab selanjutnya..
***
Penelitian mengenai evolusi dan penyebaran manusia (anthropogeny) memang berkembang sangat pesat dan dinamis. Kalau sebelumnya pengembangan teori penyebaran manusia hanya mengandalkan bukti fosil dan arkeologi, aplikasi teknologi genetika mendorong pesat perkembangan penelitian di bidang ini.
Teknologi genetika sendiri sebelumnya juga sangat terbatas. Teknologi sebelumnya hanya menggunakan materi genetik pada makhluk hidup saja. Saat ini, teknologi sampling materi genetik juga dapat dilakukan pada makhuk yang telah mati ratusan ribu tahun yang lalu. Penelitian paleogenetika telah menggunakan teknik baru ini dan berhasil mengeksplorasi banyak hal seperti yang dilakukan oleh Pääbo.
Bukan saja untuk melihat masa lalu, teknologi genetika sendiri mengizinkan kita menengok proses evolusi yang sedang terjadi pada garis keturunan beserta kita di dalamnya. Dengan uji genetika personal yang saat ini semakin menjamur, kita bisa mengetahui urutan genom kita dengan harga terjangkau dalam waktu cepat. Menurut Pak Sangkot, saat ini kita bisa mengetahui urutan genom kita di Australia dengan hanya seribu dolar saja. Informasi dalam artikel ini membuat membuat saya sangat terkesan dengan komersialisasi bisnis uji genetika personal.
Lebih gila lagi, kemampuan manusia telah mencapai tahapan, bukan hanya mempelajari saja, tetapi juga merekayasa genetika dan mengarahkan evolusi manusia di masa depan. Penciptaan kehidupan buatan oleh Craig Venter tahun 2010 kemarin juga membuka mata kita bahwa di masa depan manusia akan mampu membangun materi genetiknya sendiri.
Apakah dengan berbagai hal baru ini, populasi manusia lantas akan sintas (survive) seperti dalam jargon survival of the fittest? Saya rasa saya makin yakin..
Reference:
Neanderthal genes 'survive in us'
The personal genetic-testing industry is under fire…
16 Januari 2011
Celotehan tentang Evolusi Manusia (1)
Saya agak heran karena belakangan ini saya jarang menemui orang yang tidak mempercayai teori evolusi. Bukannya apa-apa, pengalaman saya sewaktu kuliah di jurusan Biologi, bahkan ada dosen Biologi sendiri yang tidak mempercayai teori evolusi dan mengatakan pada mahasiswa bahwa teori ini bohong belaka. Pada pusat pendidikan yang mengkaji proses evolusi, ada pendidiknya yang tidak mempercayai terjadinya proses evolusi ini. Saya jadi jadi bertanya-tanya, apa mungkin saat ini konsep evolusi sudah diterima luas? Atau jangan-jangan jaringan pertemanan saya sendiri tidak terlalu luas dan homogen sehingga menemui orang yang cenderung sepemikiran saja?
Bahasan evolusi yang sering menjadi kontroversi ialah evolusi pada manusia. Sering ada yang tersinggung dengan pernyataan bahwa nenek moyang manusia adalah kera. Lebih dari satu abad yang lalu, Thomas Huxley mengatakan nenek moyang manusia adalah kera. Argumen yang diajukan Pak Thomas adalah bahwa terdapat banyak kemiripan antara manusia dan kera. Tetapi perbedaan antara manusia dan kera jadi terlihat sangat jauh kalau kita melihat kapabilitas mental dan perilaku moral antara kedua spesies ini. Mari kita bahas mengenai evolusi yang terjadi pada manusia sehingga terdapat perbedaan sangat signifikan antara manusia dan kera.
***
Populasi manusia (Homo sapiens) telah berkembang pesat dan menyebar luas sejak 50 ribu tahun terakhir. Diperkirakan populasi manusia pada tahun 9000 SM hanya ada sekitar 5 juta saja. Akan tetapi dengan perkembangan yang pesat ini, ukuran populasi manusia saat ini diperkirakan sekitar 6,9 miliar.
Bandingkan dengan kera yang secara genetik dekat dengan manusia dan juga memiliki kecerdasan yang tinggi, yaitu orang utan (Pongo pygmaeus). Hewan ini tidak dipertimbangkan sebagai spesies yang sukses. Populasinya terbatas di Indonesia saja dan jumlahnya sangat kecil, bahkan terancam punah. Studi oleh pemerintah RI tahun 2007 memperkirakan bahwa populasi orang utan tinggal sekitar 61 ribu saja.
Ukuran populasi manusia yang 100 ribu kali lebih tinggi dibandingkan orang utan menyebabkan peluang terjadinya mutasi lebih tinggi. Angka terjadinya mutasi yang tinggi ini menyebabkan proses evolusi pada manusia terjadi lebih cepat. Dalam 10 ribu tahun terakhir, perubahan genom manusia terjadi sangat cepat, mengubah mulai dari sistem pencernaan hingga tulang manusia. Laju evolusi ribuan tahun terakhir ini jauh lebih besar daripada laju evolusi jutaan tahun sebelumnya. Perbandingan jangka panjang antara laju evolusi manusia dan laju evolusi simpanse, keluarga kera yang juga dekat dengan manusia, mencapai 10 hingga 100 kali.
Manusia memulai kebudayaan pertanian sekitar 10 ribu tahun yang lalu. Proses bercocok tanam dan beternak hewan mulai dilakukan. Aktivitas baru ini membutuhkan konsentrasi populasi manusia pada suatu tempat. Banyaknya individu manusia pada suatu tempat membuat berbagai penyakit menjadi lebih berbahaya, seperti misalnya pada penyakit malaria dan tuberkolosis.
Pola makanan juga mulai berubah mengikuti kebudayaan pertanian. Kekurangan daging dan kekurangan nutrisi secara umum menyebabkan postur tubuh lebih pendek serta gigi dan otak mengecil. Volume otak manusia mengecil dari 1500 cc menjadi 1350 cc dalam 20 ribu tahun terakhir.
Akan tetapi, gen yang baru muncul dari proses evolusi membuat populasi manusia dapat bertahan bahkan sukses berkembang. Misalnya, ada gen membuat manusia dewasa tetap bisa mencerna susu sehingga mengurangi terjadinya kekurangan nutrisi. Sebagai pertahanan tubuh, muncul pula gen yang bertanggung jawab pada kekebalan manusia terhadap penyakit malaria.
Dalam keseluruhan populasi manusia, tidak semua bagian mengalami laju evolusi yang sama. Populasi manusia Afrika mengalami laju evolusi yang lambat. Peyebaran manusia di mulai dari Afrika sehingga populasi awal manusia di Afrika sudah terbiasa hidup di daerah ini dan tidak perlu menyesuaikan terhadap iklim baru.
Pada daerah subtropis seperti di Eropa dan Asia Timur, laju evolusi manusia menjadi lebih tinggi karena kebutuhan adaptasi di daerah dan iklim baru ini. Misalnya, gen yang bertanggung jawab untuk warna kulit dan warna mata yang lebih terang muncul belakangan karena kebutuhan adaptasi ini.
Jadi, saya mengerti kalau James D. Watson, sang peraih nobel dan penemu bentuk struktur double helix rantai DNA, mengatakan bahwa orang Afrika secara genetis lebih tertinggal daripada orang Eropa. Salah satunya dapat diamati dari tingkat kecerdasan IQ-nya. Pembahasan seputar masalah ini telah saya tulis pada posting sebelumnya.
***
Melihat fenomena ini, saya jadi berpikir bagaimana menyikapi perbedaan antarmanusia ini. Arah dan kecepatan evolusi antarmanusia saja sudah sangat berbeda. Bagaimana menyikapi perbedaan ras yang secara alami muncul dari ekspresi genom manusia? Lalu bagaimana dengan berbagai pemisahan buatan manusia belakangan, macam agama, suku, dan negara?
Apakah kita cukup berusaha mencari persamaan saja? Atau sebenarnya kita akhirnya perlu menelanjangi perbedaan-perbedaan kita?
Lantas apa jadinya kalau kemudian kita tahu bahwa tiap manusia tidak satupun ada yang sama? Akankah kita siap melihat populasi kita apa adanya?
Reference :
Culture Speeds Up Human Evolution
Shrinking of the Human Brain and the Lesser Intelligent Race