Tampilkan postingan dengan label Genetika. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Genetika. Tampilkan semua postingan

29 Mei 2011

Memahami Proses Sains: Lamarck, Darwin, Epigenetika

Science may not be the only way of organizing and understanding our experience, but for accuracy, science is better than religion, politics, and art” -Daniel Willingham-

Sains berusaha memahami fenomena alam dengan cara yang rasional dan empiris. Bidang ini membuka kesempatan untuk mencari logika di balik suatu hal dan membuat pengalaman ini dapat direplikasi. Kebudayaan manusia mampu berkembang eksplosif berkat perkembangan sains dalam satu-dua abad belakangan.

Sains, secara resmi, merupakan temuan baru kebudayaan manusia. Dari 200 ribu tahun perkembangan Homo sapiens, sains baru berkembang dalam seperseribu periode ini. Dibandingkan agama, filsafat, politik, seni, dan berbagai badan pengetahuan lainnya, sains muncul sangat belakangan.

Lantas bagaimana sains belakangan dapat menjadi kunci perkembangan kebudayaan umat manusia? Salah satunya karena keterbukaannya terhadap perubahan. Teori sains berkembang melalui pengujian banyak pihak. Bila suatu teori sains terbukti salah oleh temuan baru, ia akan punah dan tergusur menjadi catatan sejarah.

Hanya teori sains yang tahan ujilah yang tetap bertahan hidup. Teori yang ‘masuk akal’ dan dapat direplikasi oleh banyak pihak akan berkembang pesat. Aplikasi teknologi yang mendukung perkembangan kebudayaan kemudian mempercepat perkembangan bidang sains ini. Ada semacam siklus bagaimana sains menjadi bahan baku perkembangan teknologi dan mengubah kebudayaan.

Transistor mungkin merupakan penemuan paling penting abad ke-20. Penemuan semikonduktivitas di bidang fisika pada transistor tahun 1948 menjadi pendorong inovasi teknologi informasi yang mengubah kebudayaan manusia secara signifikan. Jarak komunikasi semakin dekat dan mengubah interaksi manusia secara fundamental. Saat ini, sains fisika mengembangkan nanoteknologi dan superkonduktor dan membuat siklus ini berjalan.

The Crystal Triode

***

Keterbukaan sains terhadap perubahan juga dapat dilihat pada penemuan baru yang memberikan kesimpulan berlawanan dengan teori yang ada. Kesimpulan baru bahkan dapat mendukung teori yang telah ditinggalkan.

Sekitar 50 tahun sebelum Charles Darwin menerbitkan Origin of Life, Jean-Baptiste Lamarck, seorang naturalis Prancis abad ke-18,  mengatakan bahwa perubahan makhuk hidup karena kondisi lingkungan akan diwariskan kepada keturunannya. Contoh klasik dari teori Lamarck adalah leher jerapah memanjang untuk menggapai makanannya dan akan mewariskan leher yang panjang kepada keturunannya.

Theory of Inheritance of Acquired Characteristics

Teori Lamarck ini dikritisi dan telah dianggap usang seiring dengan perkembangan genetika. Teori Darwin mengatakan bahwa perubahan sifat orang tua yang didapatkan selama hidupnya tidak akan diturunkan terhadap anaknya. Kalau seseorang berolahraga rutin, kebugarannya tidak akan diwariskan kepada keturunannya. Sang anak juga harus berolahraga rutin untuk mendapatkan tingkat kebugaran yang sama.

Apalagi dengan ditemukannya struktur DNA tahun 1950an. DNA diketahui merupakan materi genetik pada makhluk hidup dan menurunkan sifat orang tua kepada anaknya. Perubahan fisik yang dialami orang tua dianggap tidak mempengaruhi dalam pewarisan sifat keturunan.

Tetapi, sains bersedia berubah seiring dengan penemuan baru. Penemuan terbaru tentang epigenetik mendukung kembali teori Lamarck. Kajian epigenetik mempelajari bagaimana proses kontrol ekspresi gen terjadi dalam sel. Tidak semua gen dapat serta merta aktif, ada tombol on/off yang menghidup-matikan ekspresi sifat pada makhluk hidup.

Beberapa penelitian membuktikan mekanisme epigenentik ternyata dipengaruhi oleh perubahan yang dialami oleh orang tua dan diwariskan kepada anak. Beberapa penelitian epigenetik berhasil menemukan hubungan epigenetik dengan obesitas dan kanker. Jadi, lingkungan orang tua, selain genetika, ternyata juga mempergaruhi sifat keturunan.

Agouti mouse

Penampakan kedua dua tikus Agouti kembar di atas sangat berbeda. Meskipun memiliki genom yang relatif mirip, tetapi keduanya memiliki epigenom yang berbeda. Perbedaan epigenetik ternyata diwariskan dari orang tuanya kepada keturunannya.

Penemuan baru ini berimplilkasi pada teori Lamarck yang telah usang dapat berpotensi menjadi relevan lagi. Bangunan sains menerima perubahan balik  ini dan memberikan pemahaman yang semakin berkembang terhadap fenomena alam.

***

Progresivitas inilah yang membawa sains menjadi kontributor penting dalam kebudayaan. Di sisi lain, progesivitas sains ini memiliki proses yang perlu dipahami. Oleh karena itu, tingkat melek sains (sains literacy) perlu dikembangkan dalam masyarakat.

Riset sains dasar mendorong inovasi dan perkembangan teknologi. Meskipun begitu, riset sains memerlukn waktu puluhan tahun dan biaya besar. Tantangan ini membuat kebijakan pemerintah pasang surut dalam memberikan dukungan terhadap perkembangan sains dasar.

Tiga hari yang lalu, Tom Coburn, senator dari Partai Republik AS, berkomentar negatif tentang berbagai riset yang dilakukan NSF (National Science Foundation) dan mengusulkan pemotongan dukungan pendanaan terhadap pusat penelitian ini. Saintis yang menjadi target kritiknya mengatakan Coburn terlalu menyepelekan, kalau tidak keliru memahami, pekerjaan riset itu sendiri.

Argumen yang disampaikannya menunjukkan bagaimana senator di negara semaju AS sekalipun memiliki tingkat melek sains yang rendah. Komentar Coburn menggambarkan bagaimana proses sains gagal dipahami olehnya. Ia juga mengomentari bagaimana penelitian ini tidak memiliki manfaat langsung terhadap transformasi masyarakat. Coburn mengharapkan riset sains dapat memberikan hasil instan.

Dalam proses sains, sebuah penelitian tunggal jarang menghasilkan transformasi yang cepat dan besar. Sebuah penelitian memecahkan potongan kecil dalam sebuah gambaran besar, menciptakan informasi kecil yang berguna, lalu bergabung dalam body of knowledge sains. Gabungan penelitian inilah akhirnya menghasilkan konsep transformatif dalam kebudayaan.

Perjalanan perkembangan sains masih jauh di depan, tapi sebuah perjalanan panjang dimulai dari sebuah langkah kecil. Salah satunya adalah mulai memahami proses sains yang evolutif. Kegagalan memahami proses sains menyebabkan perlambatan inovasi dalam jangka panjang. Dan pada akhirnya, kemandekkan kebudayaan manusia.

Siapa tahu? Siapa mau?..

17 Februari 2011

Variasi Seksual dari Mata Genetika

Setelah mengetahui mengapa kebanyakan makhluk hidup memiliki dua jenis seks, kita juga perlu membahas dari mana asal usul seksualitas. Umumnya kita dengan mudah mengetahui jenis seks manusia, pria dan wanita, berdasarkan ciri fisiknya. Tetapi kita juga sering menemui variasi ciri fisik yang menjadi abu-abu di antara kedua jenis seks ini.

Alterina Hofan

Kasus Alterina Hofan tahun 2010 lalu merupakan masalah seputar gradasi seksualitas. Alter dituduh jaksa bersalah mengubah status jenis kelamin pada KTP dan KK-nya dengan motif ingin menikahi Jane, istrinya sekarang. Jaksa menuntut 5 tahun penjara. Belakangan, tindakan Alter dinilai hakim bukan tindak pidana sehingga dilepaskan dari tuntutan penjara.

Sejak lahir, Alter mempunyai payudara dan vagina. Orang tuanya pun membuatkan akta kelahiran Alter berjenis kelamin wanita. Ketika memasuki masa akil baligh, Alter mengalami pertumbuhan penis dan psikologisnya menjadi seorang laki-laki. Diapun tidak mengalami menstruasi dan tidak memiliki rahim. Fakta itu yang membuat Alter merubah status seksualnya menjadi laki-laki.

***

Kontroversi di atas menunjukkan seberapa kerap terjadinya kerumitan dalam menentukan jenis seks manusia. Para ahli sering kerepotan memutuskan apakah genetik, hormon, ataukah ciri-ciri fisik yang menentukan jenis seks. Dengan peningkatan pesat populasi manusia, kita harus siap menemukan variasi seksual yang bakal lebih banyak terjadi.

Pada era sebelumnya, hidup begitu mudah ketika menentukan jenis seks hanya perlu melakukan identifikasi ciri fisik. Ketika bayi lahir, dapat mudah dilihat apakah ada penis (dan testis) atau vagina. Secepat itu pula jenis kelamin dapat ditentukan dari ciri fisik langsung.

Kemudian diketahui beberapa orang yang memiliki ciri-ciri seks ganda, wanita dan pria. Ada orang yang memiliki penis sekaligus vagina. Ada juga yang tiba-tiba berubah dari wanita ke pria (atau sebaliknya) seperti kasus Alter di atas. Karena tidak memiliki pemahaman yang cukup, orang dengan variasi ini cenderung dipinggirkan secara sosial.

Kemudian ilmu genetika manusia semakin berkembang dengan diketahuinya kromosom penentu jenis seks. Kromosom XX dimiliki oleh wanita, sedangkan kromosom seks XY dimiliki oleh pria. Verifikasi seks kemudian menjadi beken.

Uji ini pertama kali digunakan secara kontroversial dalam olahraga pada uji pertandingan olahraga yang dimulai pada kejuaraan Atletik Eropa tahun 1966. Pelaksanaan test ini dilakukan karena kekhawatiran ada pria yang yang mengikuti pertandingan atletik yang seharusnya dilakukan hanya untuk wanita saja. Test genetik yang dilakukan ketika itu hanya sesederhana uji kromosom XX dan XY saja.

Sindrom Klinefelter

Belakangan juga muncul variasi lain pada konfigurasi kromosom ini. Ada sindrom Klinefelter di mana seorang pria yang memiliki kelebihan kromosom X,  menjadi XXY. Variasi Klinefelter ini membuat perkembangan testis terganggu dan berkurangnya kesuburan. Pada beberapa individu dengan sindrom Klinefelter, terjadi pertumbuhan sekunder payudara meskipun memiliki ciri fisik pria (penis dan testis). Dan banyak pula perkembangan lain seputar variasi jumlah kromosom ini, mulai dari XXYY, XXX, XYY, dan lain-lain memiliki simptom berbeda dan kadang mematikan.

Sainspun terus berkembang. Kemudian ditemukan beberapa kasus manusia dengan kromosom XX yang memiliki organ seks pria (yang seharusnya wanita). Sebaliknya, juga ditemukan manusia dengan kromosom XY yang memiliki organ seks wanita (yang seharusnya pria). Dan hidup pun semakin sulit. Jenis seks mendadak tidak dapat lagi ditentukan hanya dengan kromosom XX dan XY saja.

Lalu diketemukan ternyata di dalam kromosom Y ternyata terdapat gen SRY (Sex-determining Region Y) yang menjadi gen pemicu pertumbuhan seksual pria. Kadang-kadang gen SRY ini dapat berpindah ke kromosom X sehingga kromosom X ini dapat memicu pertumbuhan seksual pria ini. Variasi ini dinamakan XX male syndrome.

Sebaliknya, pada beberapa kasus manusia dengan kromosom XY, gen SRY yang terletak pada kromosom Y-nya rusak. Hal ini menyebabkan gen SRY tidak dapat mengekspresikan ciri seks pria. Kemudian hal ini menyebabkan manusia dengan kromosom XY menjadi wanita. Variasi ini disebut sindrom Swyer atau XY gonadal dysgenesis.

***

Topik genetika seksual pun terus berkembang. Dengan berbagai riset, penentuan seksual menjadi semakin akurat, meskipun juga semakin rumit (dan makin mahal). Dan riset ini pun menunjukkan pria atau wanita itu bukan jenis seks yang terpisah. Ada variasi diantaranya..

Dan penemuan selanjutnya juga semakin membuka tabir rahasia variasi seksual pada manusia. Saya sendiri berharap pemahaman mekanisme penentuan seks pada manusia akan mengembangkan perilaku sosial manusia dalam menyikapi variasi ini. Sosial disini dimaksudkan seluas-luasnya: moral, agama, dan segala macam nilai yang hidup dalam masyarakat.

Apakah mungkin manusia lebih bijak setelah memahami variasi seksual dalam diri dan masyarakatnya sendiri? Sebuah pertanyaan yang perlu segera dijawab umat manusia..

(bersambung)

24 Januari 2011

Celotehan tentang Evolusi Manusia (2) : Genetika

Setelah memposting tulisan saya terakhir, sungguh sebuah kebetulan beberapa hari selanjutnya, saya malah mengikuti sebuah diskusi menarik mengenai Asal Usul Manusia di Freedom Institute. Sebagai pembicara ketika itu adalah Prof. Sangkot Marzuki, Direktur Lembaga Eijkman di Jakarta. Pak Sangkot sendiri secara pribadi adalah seorang peneliti di bidang Biologi Molekuler yang sangat produktif mengeluarkan publikasi ilmiah.

Saya sendiri merasa bangga dengan peneliti Indonesia setelah mendegarkan penjelasan di diskusi kemarin. Ternyata Lembaga Eijkman di bawah kepemimpinan Pak Sangkot sangat aktif di bidang penelitian Biologi Molekuler. Salah satu fokus bidang penelitian Lembaga Eijkman adalah keragaman genom manusia (Human Genome Diversity) yang terkait dengan evolusi manusia. Tahun 2006 lalu, Lembaga Eijkman mengadakan seminar mengenai evolusi manusia mengundang Prof. Svante Pääbo dari Max Planck Institute for Evolutionary Anthropology Leipzig, Jerman.

***

Svante Paabo with Neanderthal skull (Max Planck Institute)

Prof. Svante Pääbo bisa dikatakan sebagai seorang selebriti di bidang evolusi manusia. Ia adalah salah satu tokoh yang memulai penelitian di bidang paleogenetika, sebuah cabang ilmu yang menggunakan genetika untuk mempelajari spesies yang telah punah. Bulan Mei 2010 lalu, ia mempublikasikan hasil studi pemetaan genom Homo neanderthal. Selain itu, studi ini juga menghasilkan kesimpulan bahwa sebagian genom manusia modern (Homo sapiens) non-Afrika berasal dari manusia purba Homo neanderthal.

Sebelum penelitian tentang keterkaitan genom manusia purba dan manusia modern ini dipublikasikan, teori Out of Afrika merupakan teori yang paling diterima mengenai asal usul manusia modern. Teori ini menyatakan bahwa manusia modern memiliki satu asal usul yang sama yang berasal dari Afrika. Sekitar 60 ribu tahun yang lalu, sekelompok kecil manusia modern ini meninggalkan Afrika dan menyebar ke seluruh dunia menggantikan populasi manusia purba di seluruh dunia.

Pada 1-2 juta tahun yang lalu, manusia purba juga berasal dari Afrika dan menyebar ke seluruh dunia. Populasi manusia purba Homo neanderthal menyebar di Eropa dan Asia Tengah dan Barat sebelumnya. Populasi Homo erectus menyebar hingga ke Asia Timur dan Tenggara (Jawa). Penyebaran manusia modern Homo sapiens dari Afrika sekitar 60 ribu tahun yang lalu membuat populasi Homo neanderthal dan Homo erectus tergusur oleh manusia modern ini.

Berdasarkan hasil studi tahun 2010 ini, maka Pääbo menyimpukan bahwa Homo sapiens tidak menggantikan secara keseluruhan Homo neanderthal, melainkan juga melakukan perkawinan. Proses kawin mawin terjadi setelah sebagian kecil populasi Homo sapiens ini bermigrasi meninggalkan Afrika.  Hasilnya adalah manusia modern di luar Afrika dengan materi genetik yang bercampur dan berkembang biak hingga saat ini. Di Afrika sendiri, manusia modern memiliki genom murni yang tidak bercampur oleh genom Homo neanderthal.

Hasil ini memunculkan pertanyaan seputar kemanusiaan yang semakin kompleks. Apakah Homo sapiens dan Homo neanderthal adalah spesies yang sama? Kalau tidak sama, lantas mengapa keturunan campuran ini dapat berkembang biak? Padahal dua individu dikatakan satu spesies kalau perkawinan lawan jenisnya menghasilkan keturunan yang mampu berkembang biak kembali.

Belum lagi kita masuk ke ranah filsafat, di mana batas-batas ‘kemanusiaan’ itu sendiri? Apakah sebenarnya perbedaan Homo sapiens dengan Homo neanderthal tidak lain hanya perbedaan budaya saja? Bedanya populasi yang satu sintas (survive), sedang yang lain punah. Itu mungkin pertanyaan yang muncul dan perlu dijawab selanjutnya..

neanderthals_786

***

Penelitian mengenai evolusi dan penyebaran manusia (anthropogeny) memang berkembang sangat pesat dan dinamis. Kalau sebelumnya pengembangan teori penyebaran manusia hanya mengandalkan bukti fosil dan arkeologi, aplikasi teknologi genetika mendorong pesat perkembangan penelitian di bidang ini.

Teknologi genetika sendiri sebelumnya juga sangat terbatas. Teknologi sebelumnya hanya menggunakan materi genetik pada makhluk hidup saja. Saat ini, teknologi sampling materi genetik juga dapat dilakukan pada makhuk yang telah mati ratusan ribu tahun yang lalu. Penelitian paleogenetika telah menggunakan teknik baru ini dan berhasil mengeksplorasi banyak hal seperti yang dilakukan oleh Pääbo.

Bukan saja untuk melihat masa lalu, teknologi genetika sendiri mengizinkan kita menengok proses evolusi yang sedang terjadi pada garis keturunan beserta kita di dalamnya. Dengan uji genetika personal yang saat ini semakin menjamur, kita bisa mengetahui urutan genom kita dengan harga terjangkau dalam waktu cepat. Menurut Pak Sangkot, saat ini kita bisa mengetahui urutan genom kita di Australia dengan hanya seribu dolar saja. Informasi dalam artikel ini membuat membuat saya sangat terkesan dengan komersialisasi bisnis uji genetika personal.

Lebih gila lagi, kemampuan manusia telah mencapai tahapan, bukan hanya mempelajari saja, tetapi juga merekayasa genetika dan mengarahkan evolusi manusia di masa depan.  Penciptaan kehidupan buatan oleh Craig Venter tahun 2010 kemarin juga membuka mata kita bahwa di masa depan manusia akan mampu membangun materi genetiknya sendiri.

Apakah dengan berbagai hal baru ini, populasi manusia lantas akan sintas (survive) seperti dalam jargon survival of the fittest? Saya rasa saya makin yakin..

 

Reference:
Neanderthal genes 'survive in us'
The personal genetic-testing industry is under fire…