Beberapa hari ini, saya jadi mendalami sejarah mengenai perang salib. Awalnya bermula dari obrolan iseng dengan beberapa teman melalui situs jaringan sosial seputar Shalahuddin Al-Ayyubi, seorang tokoh Islam pada perang salib. Akhirnya, rasa penasaran menghampiri saya dan mengajak saya menyelami sejarah tentang perang salib.
Sudah banyak sumber yang menceritakan perang salib sehingga saya memilih tidak menuliskan kembali sejarah secara detail dalam tulisan ini. Kali ini, lebih baik saya menceritakan bagaimana kesimpulan saya terhadap usaha penelitian kecil terhadap pendekatan objektif mengenai sejarah perang salib. Dan kembali lagi, saya takjub dengan berbagai versi sejarah perang salib yang saya temui.
Ternyata berusaha memahami sejarah perang salib secara objektif dapat memberikan pencerahan untuk saya. Secara umum, pemahaman ini membantu mendefinisikan kembali pemahaman mengenai toleransi (dan perselisihan) agama, diantaranya adalah Islam, Kristen, dan Yahudi. Secara khusus, usaha pemahaman ini juga mendefinisikan kembali dogma yang dibangun seputar perang salib berkaitan dengan perang Israel-Palestina yang hingga saat ini belum terlihat penyelesaiannya.
Usaha memahami sejarah secara objektif ternyata membutuhkan kita mempelajari berbagai sudut pandang suatu kejadian. Bagi yang sudah menonton film Vantage Point (2008) tentunya akan paham bahwa sebuah kejadian dapat dipahami secara berbeda dari sudut pandang orang-orang yang ada di TKP. Film ini sangat sukses (bagi saya) untuk memberikan pemahaman bahwa persoalan multitafsir adalah sebuah keniscayaan. Oleh karena itu, usaha memahami suatu kejadian secara objektif membutuhkan kita memahami berbagai sudut pandang dari pihak-pihak yang berkepentingan, baik yang pihak berlawanan: pihak yang menang, pihak yang kalah, maupun pihak yang nonton.
Sejarah perang salib ini sendiri cukup unik karena versi sejarah masing-masing pihak ini tersedia secara luas. Rentetan sejarah ini ditulis dan diceritakan turun temurun sesuai sesuai sudut pandang dari masing-masing pihak. Hal ini memudahkan orang awam macam saya untuk tengok sana sini mencari persamaan-persamaan secara umum, menemui perbedaan-perbedaan pada detail, dan akhirnya mendapatkan kesimpulan (sementara). Mestinya para sejarahwan telah mendapatkan kesimpulan yang jauh lebih maju mengenai perang salib ini.
***
Sebelum saya melakukan penelitian kecil ini, perang salib yang saya pahami adalah perang antara penganut agama Islam dan Kristen. Tidak jelas (dan tidak tertarik untuk tahu) siapa yang menang. Dari berbagai informasi saat itu, saya berpandangan bahwa pada dasarnya perang salib ini tetap terus tersimpan dan berpotensi meletus kembali hingga saat ini. Kesimpulan ini sering juga dikaitkan dengan terjadinya perang Israel-Palestina yang terjadi pada daerah yang sama. Demo-demo dari berbagai ormas saat ini sering mengaitkan antara perang Israel-Palestina sebagai perang atas nama agama. Hal-hal macam ini memudahkan kesimpulan bahwa perang ini harus didukung dengan solidaritas keagamaan. Penganut agama Islam mendukung negara Palestina, sedangkan penganut agama Yahudi mendukung negara Israel.
Latar belakang yang saya miliki berasal dari lingkungan keluarga Islam. Dari latar belakang ini, tentunya banyak informasi masuk sehingga membangun kesimpulan sementara saya tentang sejarah perang salib dan implikasinya saat ini. Ternyata kesimpulan saya sedikit mengalami perubahan dengan usaha penggalian mengenai sejarah perang salib ini.
Sebagai bahan pemikiran tentang perang salib ini, saya sempat membaca Islam : a short history dan History of God (Karen Armstrong) serta History of Arabs (Phillip Hitti). Ketiga buku ini menurut saya cukup baik dalam usaha memberikan tinjauan yang objektif mengenai sejarah Islam, termasuk diantaranya sejarah perang Salib. Di sisi lain, masing-masing buku ini juga memberikan detail dan kesimpulan yang sedikit berbeda sehingga justru memperkaya sudut pandang saya tentang perang salib. Menurut teman saya, ada sebuah buku lagi yang bagus mengenai kisah perang salib ini, yaitu Holy War (Karen Armstrong).
Sebagai tambahan, saya juga sempat menggali Wikipedia, termasuk di antaranya halaman Shalahuddin Al-Ayyubi, Crusades, Richard the Lionheart, pertempuran Hattin. Selain itu ada juga beberapa situs yang ‘subjektif’ yang berkaitan dengan sejarah perang salib ini, baik dari sisi Islam, maupun dari sisi Kristen. Sejauh ini, bagi yang ingin mengetahui mengenai perang salib secara mudah, silakan bisa membaca di sini. Thread ini saya temukan terakhir, tetapi memberikan justifikasi final saya untuk menulis obrolan ini. Menurut saya, rasanya thread ini relatif objektif.
***
Kesimpulan yang saya dapatkan berdasarkan penelitian kecil (dan awam) ini adalah bahwa sejarah perang salib ini sangat kompleks, tidak sesederhana perang antaragama, Islam Arab dan Kristen Eropa. Sedikit gambaran, perang salib terjadi selama hampir dua abad ini sering dibagi menjadi sembilan peperangan. Meskipun begitu, sulit membagi secara pasti berapa kali tahapan perang ini terjadi karena peperangan ini terjadi secara terus menerus tidak terputus.
Selanjutnya, ketika perang salib ini berlangsung, selain penguasa Islam berperang melawan penguasa Kristen, ada pula penguasa dari satu agama juga satu bertarung satu sama lain (Islam-Islam dan Kristen-Kristen). Bahkan, beberapa kali penguasa Islam meminta bantuan penguasa Kristen untuk memerangi penguasa Islam lainnya dan juga sebaliknya. Jadi, sebenarnya cerita mengenai pemihakan masing-masing penguasa terhadap masing-masing agama, baik Islam maupun Kristen, tidak sesuai dengan detil mengenai apa yang terjadi.
Dilihat secara umum dari sisi tokoh-tokoh yang terlibat, saya juga menyimpulkan perang salib ini bukan murni merupakan perang atas nama agama (apalagi atas nama Tuhan). Tetap ada landasan keagamaan yang terdapat di dalamnya, tetapi sulit untuk disederhanakan hanya urusan agama saja. Ada landasan lain yang lebih ‘manusiawi’ yang menjadi motivasi peperangan panjang ini, mulai dari keinginan berkuasa, motivasi ekonomi berupa harta dan uang, kehormatan pribadi, kebanggaan kesukuan, hingga balas dendam yang juga mewarnai perang salib ini. Sepertinya aspek manusiawi inilah yang sering tidak digambarkan secara detailnya dalam membangun dogma penafsiran perang salib ini.
Perang salib secara gambaran besar merupakan usaha perebutan memperebutkan Jerusalem kembali yang merupakan tempat suci masing-masing agama. Tetapi pada waktu yang sama, harus dipahami juga bahwa ketika itu juga perebutan kekuasaan antarpemerintahan Islam antara Dinasti Abassiyah dan Dinasti Fatimiyyah. Akhirnya, Dinasti Fatimiyyah kalah dan dibubarkan saat Shalahuddin Al-Ayyubi (Eropa : Saladin) menjadi wazir Dinasti Fatimiyyah. Pada khutbah Jumat setelah kematian Al-Adid khalifah terakhir Dinasti Fatimiyyah, Shalahuddin mengatakan bahwa mulai saat itu, khalifah adalah Al-Mustadi dari Dinasti Abbasiyah.
Shalahuddin selanjutnya menjadi penting dalam perang salib ketiga. Ketika bertarung melawan Richard the Lion Heart, akhirnya mereka sepakat untuk menjaga perdamaian dan mengusung kembali toleransi beragama di kota Jerusalem. Sebelum kesepakatan ini, pembunuhan atas nama agama di kota Jerusalem terjadi silih berganti. Awalnya, orang Kristen dan Yahudi dieksekusi ketika pendudukan Jerusalem oleh Dinasti Fatimiyyah. Ini adalah merupakan salah satu pemicu terjadinya perang salib. Sebagai balasan, orang Islam dan Yahudi dibunuh secara massal pada masa perang salib pertama. Shalahuddin dan Richard akhirnya berhasil membuat kesepakatan perdamaian melalui pernikahan antarkeluarga Shalahuddin dan Richard. Memang cinta (baca: pernikahan) dapat menghapuskan (baca : menunda) permusuhan, meskipun perdamaian ini tidak bertahan lama.
Shalahuddin merupakan tokoh yang dikagumi di negara Barat dan Timur. Di negara Barat, dia dikagumi karena kapasitas kepemimpinan, sikap menepati janji, dan kepatuhan terhadap atasan. Kekuatan militer yang dibangunnya sangat efektif, berbagai perjanjian dengan pihak Kristen Eropa ditepati, dan perselisihan politik dengan atasannya tidak lantas disertai dengan kudeta secara langsung. Sifat-sifat Shalahuddin ini menjadi sikap-sikap luhur ksatria dan menginspirasi karya sastra sejak abad ke-14 di negara Barat.
Shalahuddin sering dipandang manusia sempurna dalam berbagai kisah perang salib versi Islam. Di dunia Arab, ketokohan Shalahuddin sempat terlupakan karena dinastinya hanya bertahan 57 tahun dan tertutupi oleh kebesaran dinasti Baibar Mesir. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya tulisan yang mengacu pada ketokohannya setelah abad pertengahan. Baru abad ke-20, kisah Shalahuddin memperoleh tempat pentingnya kembali, secara umum karena nasionalisme Arab, terutama untuk menanggapi konflik Israel-Palestina. Kisah heroik tentang kepahlawanan Shalahuddin merebut Jerusalem menjadi doktrin keagamaan penting dari sisi Islam sebagai inspirasi melawan zionisme.
Perselisihan Shalahuddin dengan pemimpinnya Nuruddin dan Ismail anak Nuruddin, ekspansi wilayahnya ke Suriah dan Yaman, dan pembantaian musuhnya merupakan detil yang perlu digali untuk memahami sejarah perang salib ini secara wajar. Dengan detil ini dimasukkan dalam bangunan kesimpulan kita tentang perang salib, tentunya akan menambah objektivitas dalam menyikapinya.
***
Itulah kesimpulan (sementara) saya tentang usaha memahami sejarah perang salib secara objektif. Tentunya kesimpulan ini masih sangat awal dan dangkal. Diusahakan akan ada updatenya lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar