3 April 2010

Ekonomi yang Manusiawi dan Alami

Ekonomi bisa dipandang sebagai sebuah hal yang manusiawi. Kelangkaan dan keterbatasan sumber daya selalu terjadi. Respon terhadap kelangkaan yang dapat dikatakan sebagai perilaku ekonomi yang terjadi khas pada manusia. Semakin modern manusia, perilaku ekonomi ini semakin kompleks dan membutuhkan analisa yang juga semakin mendalam untuk memahaminya.

Semakin ke sini, kajian ekonomi menjadi semakin manusiawi. Kalau dulu, para ekonom banyak bicara tentang perilaku ekonomi yang rasional, saat ini penelitian mengenai irrasionalitas manusia semakin menyeimbangkan. Manusia memang tidak selalu rasional. Banyak keputusan pilihan yang dilakukan secara tidak rasional, tetapi emosional. Fenomena ini diteliti pada cabang ekonomi perilaku (behavioural economy), yang menambahkan aspek psikologi pada pertimbangan keputusan ekonomi.

Berhadapan dengan ketidakpastian, manusia cenderung memutuskan atau bertindak secara irrasional. Misalnya, pada kegiatan undian atau berjudi, manusia cenderung bertindak tidak rasional. Meskipun ilmu probabilitas pada statistik berusaha melakukan rasionalisasi pada ketidakpastian, tetap saja, secara umum manusia cenderung berperilaku irasional dalam perjudian. Hal ini juga dapat kita lihat terjadi pada runtuhnya pasar keuangan akibat subprime mortgage beberapa tahun kemarin yang efeknya masih terasa hingga saat ini.

Beberapa tahun terakhir, cabang ekonomi perilaku (Behavioural Economy) bahkan mulai meneliti perilaku ekonomi pada spesies selain manusia, salah satunya monyet capuchin. Keith Chen, seorang ekonom, dan Laurie Santos, seorang psikolog, melalui eksperimennya telah berhasil menggali insting monyet capuchin untuk makan dan bereproduksi untuk mengajarkan monyet ini melakukan aktivitas ekonomi pada berbagai macam hal, mulai dari membeli anggur, apel, Jell-O, dan bahkan seks. (link)

Melalui penelitian ini, ternyata perilaku ekonomi juga dilakukan oleh spesies monyet capuchin. Analisa terhadap penelitian ini telah menjadi perdebatan yang seru. Meskipun begitu, fakta yang ditemukan pada penelitian ini adalah bahwa, ketika diajarkan tentang uang, sekelompok monyet capuchin merespon secara rasional dari insentif yang sederhana, merespon secara tidak rasional terhadap undian (ketidakpastian), tidak mampu menabung, mencuri ketika ada kesempatan, dan mampu menggunakan uang untuk melakukan perdagangan makanan dan seks. Dengan kata lain, Capuchin berperilaku ekonomi mirip manusia. Di sisi lain, makanan dan seks bisa jadi merupakan bisnis manusia yang paling primitif karena bergerak berdasarkan insting kehewanan. Nah lho?

***

Ada sisi ekonomi lain yang juga menarik buat saya : kajian ekonomi juga mulai memasuki ranah lingkungan. Cabang ilmu Ekonomi Lingkungan dan Ekonomi Ekologis berusaha melakukan pendekatan ekonomi terhadap permasalahan lingkungan, meskipun secara berbeda. Meskipun pada awalnya, ekonomi manusia dan lingkungan alami terdengar antagonis, pemahaman interaksi antara satu sama lain dikaji semakin dalam dan banyak yang dirumuskan dalam bentuk kebijakan.

Ekonomi Lingkungan dikembangkan oleh ekonom yang mempelajari lebih dalam tentang aspek lingkungan. Cabang ilmu ekonomi ini menerapkan perangkat ekonomi untuk menjawab tantangan lingkungan. Misalnya, cabang ilmu ini mengaplikasikan penentuan nilai (valuasi) lingkungan untuk menjawab permasalahan lingkungan. Salah satunya aplikasinya adalah pada konsep perdagangan emisi karbon. Berdasarkan konsep ini, suatu negara wajib membayar biaya lingkungan berdasarkan emisi karbon yang dihasilkannya.

Carbon market

Sebaliknya, Ekonomi Ekologis dikembangkan oleh ekolog yang mempelajari lebih dalam tentang aspek ekonomi. Cabang ilmu ekonomi ini menganggap lingkungan dan ekonomi manusia sebagai dua hal yang setara. Oleh karena itu, bidang ini juga melakukan kajian pada kesalingbergantungan (interdependensi) antara keduanya. Ekonomi ekologis juga menekankan pada keberlanjutan (sustainabilitas) dan menolak pendapat bahwa kapital alami (ekosistem) dapat dipertukarkan dengan kapital buatan manusia (uang).

Lepas dari perdebatan antara kedua pendekatan ini, memang sudah saatnya aktivitas ekonomi manusia harus dapat disinergikan dengan lingkungan. Toh, nanti dampaknya akan kembali ke manusia juga, kan?

Tidak ada komentar: