Presentasi sering kali menjadi momen yang membosankan. Materi yang asing, kehilangan alur cerita, presenter berperforma rendah adalah sebuah jenis penyiksaan dalam kehidupan formal masyarakat modern. Kuliah, pekerjaan, dan bisnis adalah area formal di mana kita sering terpapar oleh presentasi yang sering kali membosankan.
Dalam kuliah yang saya ikuti beberapa waktu yang lalu, para mahasiswa (yang cukup berumur) melakukan protes pada kampus. Pasalnya adalah performa penyampaian materi kuliah seorang dosen yang di bawah harapan. Penguasaan material presentasi dan cara penyampaian yang buruk membuat banyak peserta kuliah tidak memahami materi yang disampaikan. Bahkan para mahasiswa curiga kalau beliau sendiri tidak memahami topik yang disampaikan.
Wajah ngantuk dan blank terhadap bahan yang disampaikan adalah pemandangan yang menyedihkan bagi seorang presenter. Ada presenter yang menjadi panik dan semakin memburuk performanya. Ada pula presenter yang tetap cuek maju terus pantang mundur. Ngerti ga ngerti yang penting selesai, ambil honor terus pulang.
Saya harus mengakui, pada banyak presentasi yang saya berikan, saya sering kali menemui wajah-wajah kosong. Apalagi kalau saya bicara terlalu banyak tanpa melibatkan partisipan (padahal kalau begitu namanya bukan partisipan lagi). Ketiadaan respon balik sering kali membuat presenter kehilangan pijakan pada pemahaman partisipan.
Biasanya kalau begitu, saya akan menyambungkan materi presentasi dengan hal yang dekat pada kehidupan sehari-hari atau sering juga cerita lucu (sex jokes always work for men). Pada situasi yang terlanjur formal, dengan peserta yang juga jaim (jaga image), mencairkan suasana relatif lebih menantang. Oleh karena itu, ice breaking selalu penting untuk mencairkan suasana sebelum presentasi.
Beberapa hari belakangan, saya sedang mempelajari situs presentasi Prezi. Situs ini memiliki inovasi dalam zooming presentation yang menarik bagi saya. Zooming presentation memberikan beberapa kemungkinan baru dalam penyajian presentasi.
Pertama, Prezi mempertahankan gambaran besar sementara berbagai detil disampaikan. Memahami gambaran besar berarti memahami konteks. Sedangkan, mengetahui detil akan memperkaya pemahaman itu sendiri, terlebih bila relevan dengan pengalaman pribadi.
Dalam banyak presentasi, terlalu banyak detil akan menenggelamkan gambaran besar sehingga pemahaman dan retensi terhadap materi menjadi rendah. Dengan navigasi tombol yang sederhana, Prezi memudahkan zooming in untuk menyediakan detil sekaligus zooming out untuk menyediakan gambaran besar.
Kedua, Prezi memungkinkan organisasi informasi secara lebih baik. Dengan pilihan pengaturan bentuk dan posisi, kumpulan ide akan lebih mudah diasosiasikan. Pergerakan setiap langkah pada Prezi juga memudahkan hubungan antar-ide.
Otak cenderung mencari pola dari pengalaman sehari-hari. Dalam upaya memahami pola ini, manusia belajar dengan mencari berbagai persamaan. Persamaan ini akan membangun persepsi asosiasi. Selain itu, keterhubungan informasi juga menjadi penting dalam mendapatkan pemahaman ini. Kedua hal ini akan meningkatkan pemahaman serta retensi memori.
Ketiga, Prezi membebaskan dari pola berpikir linear yang menjadi batasan media presentasi konvensional. Ide tidak dihasilkan dalam pikiran secara linier. Dengan keterbatasan teknologi konvensional, otak harus menata kembali pola penyampaian ide secara linear.
Manusia berpikir beberapa hal sekaligus secara simultan. Ada dialog yang ramai saat sebuah ide dimatangkan di otak. Prezi menyediakan workspace yang menyediakan alur presentasi lebih fleksibel dan memungkinkan produksi ide secara simultan.
Prezi memungkinkan momen membosankan pada presentasi tentang sesuatu yang tidak jelas dari seorang asing di depan ruangan bisa kita ubah. Berbagai fitur yang ditawarkan Prezi memungkinkan presentasi dipersiapkan lebih matang, disampaikan lebih jelas, dipahami lebih dalam, dan diingat lebih lama. Jadi, presentasi itu sudah seharusnya menarik!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar