“Science may not be the only way of organizing and understanding our experience, but for accuracy, science is better than religion, politics, and art” -Daniel Willingham-
Sains berusaha memahami fenomena alam dengan cara yang rasional dan empiris. Bidang ini membuka kesempatan untuk mencari logika di balik suatu hal dan membuat pengalaman ini dapat direplikasi. Kebudayaan manusia mampu berkembang eksplosif berkat perkembangan sains dalam satu-dua abad belakangan.
Sains, secara resmi, merupakan temuan baru kebudayaan manusia. Dari 200 ribu tahun perkembangan Homo sapiens, sains baru berkembang dalam seperseribu periode ini. Dibandingkan agama, filsafat, politik, seni, dan berbagai badan pengetahuan lainnya, sains muncul sangat belakangan.
Lantas bagaimana sains belakangan dapat menjadi kunci perkembangan kebudayaan umat manusia? Salah satunya karena keterbukaannya terhadap perubahan. Teori sains berkembang melalui pengujian banyak pihak. Bila suatu teori sains terbukti salah oleh temuan baru, ia akan punah dan tergusur menjadi catatan sejarah.
Hanya teori sains yang tahan ujilah yang tetap bertahan hidup. Teori yang ‘masuk akal’ dan dapat direplikasi oleh banyak pihak akan berkembang pesat. Aplikasi teknologi yang mendukung perkembangan kebudayaan kemudian mempercepat perkembangan bidang sains ini. Ada semacam siklus bagaimana sains menjadi bahan baku perkembangan teknologi dan mengubah kebudayaan.
Transistor mungkin merupakan penemuan paling penting abad ke-20. Penemuan semikonduktivitas di bidang fisika pada transistor tahun 1948 menjadi pendorong inovasi teknologi informasi yang mengubah kebudayaan manusia secara signifikan. Jarak komunikasi semakin dekat dan mengubah interaksi manusia secara fundamental. Saat ini, sains fisika mengembangkan nanoteknologi dan superkonduktor dan membuat siklus ini berjalan.
***
Keterbukaan sains terhadap perubahan juga dapat dilihat pada penemuan baru yang memberikan kesimpulan berlawanan dengan teori yang ada. Kesimpulan baru bahkan dapat mendukung teori yang telah ditinggalkan.
Sekitar 50 tahun sebelum Charles Darwin menerbitkan Origin of Life, Jean-Baptiste Lamarck, seorang naturalis Prancis abad ke-18, mengatakan bahwa perubahan makhuk hidup karena kondisi lingkungan akan diwariskan kepada keturunannya. Contoh klasik dari teori Lamarck adalah leher jerapah memanjang untuk menggapai makanannya dan akan mewariskan leher yang panjang kepada keturunannya.
Teori Lamarck ini dikritisi dan telah dianggap usang seiring dengan perkembangan genetika. Teori Darwin mengatakan bahwa perubahan sifat orang tua yang didapatkan selama hidupnya tidak akan diturunkan terhadap anaknya. Kalau seseorang berolahraga rutin, kebugarannya tidak akan diwariskan kepada keturunannya. Sang anak juga harus berolahraga rutin untuk mendapatkan tingkat kebugaran yang sama.
Apalagi dengan ditemukannya struktur DNA tahun 1950an. DNA diketahui merupakan materi genetik pada makhluk hidup dan menurunkan sifat orang tua kepada anaknya. Perubahan fisik yang dialami orang tua dianggap tidak mempengaruhi dalam pewarisan sifat keturunan.
Tetapi, sains bersedia berubah seiring dengan penemuan baru. Penemuan terbaru tentang epigenetik mendukung kembali teori Lamarck. Kajian epigenetik mempelajari bagaimana proses kontrol ekspresi gen terjadi dalam sel. Tidak semua gen dapat serta merta aktif, ada tombol on/off yang menghidup-matikan ekspresi sifat pada makhluk hidup.
Beberapa penelitian membuktikan mekanisme epigenentik ternyata dipengaruhi oleh perubahan yang dialami oleh orang tua dan diwariskan kepada anak. Beberapa penelitian epigenetik berhasil menemukan hubungan epigenetik dengan obesitas dan kanker. Jadi, lingkungan orang tua, selain genetika, ternyata juga mempergaruhi sifat keturunan.
Penampakan kedua dua tikus Agouti kembar di atas sangat berbeda. Meskipun memiliki genom yang relatif mirip, tetapi keduanya memiliki epigenom yang berbeda. Perbedaan epigenetik ternyata diwariskan dari orang tuanya kepada keturunannya.
Penemuan baru ini berimplilkasi pada teori Lamarck yang telah usang dapat berpotensi menjadi relevan lagi. Bangunan sains menerima perubahan balik ini dan memberikan pemahaman yang semakin berkembang terhadap fenomena alam.
***
Progresivitas inilah yang membawa sains menjadi kontributor penting dalam kebudayaan. Di sisi lain, progesivitas sains ini memiliki proses yang perlu dipahami. Oleh karena itu, tingkat melek sains (sains literacy) perlu dikembangkan dalam masyarakat.
Riset sains dasar mendorong inovasi dan perkembangan teknologi. Meskipun begitu, riset sains memerlukn waktu puluhan tahun dan biaya besar. Tantangan ini membuat kebijakan pemerintah pasang surut dalam memberikan dukungan terhadap perkembangan sains dasar.
Tiga hari yang lalu, Tom Coburn, senator dari Partai Republik AS, berkomentar negatif tentang berbagai riset yang dilakukan NSF (National Science Foundation) dan mengusulkan pemotongan dukungan pendanaan terhadap pusat penelitian ini. Saintis yang menjadi target kritiknya mengatakan Coburn terlalu menyepelekan, kalau tidak keliru memahami, pekerjaan riset itu sendiri.
Argumen yang disampaikannya menunjukkan bagaimana senator di negara semaju AS sekalipun memiliki tingkat melek sains yang rendah. Komentar Coburn menggambarkan bagaimana proses sains gagal dipahami olehnya. Ia juga mengomentari bagaimana penelitian ini tidak memiliki manfaat langsung terhadap transformasi masyarakat. Coburn mengharapkan riset sains dapat memberikan hasil instan.
Dalam proses sains, sebuah penelitian tunggal jarang menghasilkan transformasi yang cepat dan besar. Sebuah penelitian memecahkan potongan kecil dalam sebuah gambaran besar, menciptakan informasi kecil yang berguna, lalu bergabung dalam body of knowledge sains. Gabungan penelitian inilah akhirnya menghasilkan konsep transformatif dalam kebudayaan.
Perjalanan perkembangan sains masih jauh di depan, tapi sebuah perjalanan panjang dimulai dari sebuah langkah kecil. Salah satunya adalah mulai memahami proses sains yang evolutif. Kegagalan memahami proses sains menyebabkan perlambatan inovasi dalam jangka panjang. Dan pada akhirnya, kemandekkan kebudayaan manusia.
Siapa tahu? Siapa mau?..