Ada seorang teman yang menanggapi tulisan sebelumnya bahwa kekuatan pikiran positif bisa membuat seorang manusia menjadi sehat dan terlindung dari penyakit. Saya langsung teringat idiom terkenal mens sana in corpore sano, yang diartikan secara umum : di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat, begitu pula sebaliknya.
Mens sana in corpore sano diambil dari sebuah drama masa Romawi ini mengalami sedikit perubahan redaksional, kata-kata persisnya adalah “orandum est ut sit sit mens sana in corpore sano.” Satire (sindiran) ini diartikan, “Akan didoakan semoga di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat.” Sindiran ini dimaksudkan untuk mengingatkan penduduk Romawi masa itu, bahwa korelasi positif antara tubuh dan jiwa bukanlah sesuatu yang otomatis terjadi, tetapi merupakan sesuatu yang harus diusahakan.
Kembali ke topik, mari kita ngobrol kembali ke hubungan bolak-balik antara pikiran dan tubuh. Kita pasti sering mendengar bahwa pikiran dapat mempengaruhi tubuh, misalnya penyakit maag dan alergi ada kaitannya dengan stress. Depresi juga akan menurunkan imunitas, salah satunya dengan produksi berlebih hormon kortison yang menghambat perkembangbiakan sel limfosit, yaitu komponen penting dalam sistem imunitas kita. Jadi, dalam kehidupan sehari-hari kita sudah sering mendengar bahwa pikiran mempengaruhi tubuh.
Kembali ke topik, mari kita ngobrol kembali ke hubungan bolak-balik antara pikiran dan tubuh. Kita pasti sering mendengar bahwa pikiran dapat mempengaruhi tubuh, misalnya penyakit maag dan alergi ada kaitannya dengan stress. Depresi juga akan menurunkan imunitas, salah satunya dengan produksi berlebih hormon kortison yang menghambat perkembangbiakan sel limfosit, yaitu komponen penting dalam sistem imunitas kita. Jadi, dalam kehidupan sehari-hari kita sudah sering mendengar bahwa pikiran mempengaruhi tubuh.
Begitu berpengaruhnya hubungan antara pikiran dan tubuh. Ada beberapa cerita menarik lain mengenai hubungan bolak-balik antara pikiran dan tubuh. Misalnya, dari sisi medis ada penyakit yang disebut dengan pseudocyesis (kehamilan palsu). Selain itu, dari sisi psikologi kita akan ngobrol sedikit tentang multiple personality (kepribadian ganda).
Pseudocyesis
Dari dunia medis, semenjak 300 SM sudah ada sumber tertulis mengenai sebuah gangguan bernama pseudocyesis, atau kehamilan palsu. Simptom pseudocyesis sulit dibedakan dengan kehamilan pada umumnya : perut membesar dan payudara berikut putingnya membengkak. Mual, muntah, ‘ngidam‘ terjadi dan menstruasi berhenti pada masa ‘kehamilan’ ini.
Seperti layaknya kehamilan pada umumnya, sembilan bulan kemudian wanita yang mengalami pseudocyesis akan mengalami perut ’mules’ seperti layaknya proses kelahiran normal. Sebenarnya tidak ada janin dalam kandungan wanita ini, meskipun ada juga ahli kandungan yang terkecoh oleh hal ini. Bila dilakukan USG, tidak ada tanda kehidupan janin dalam perut wanita ini dan bila dilakukan pembedahan, yang dikeluarkan hanya kumpulan lemak yang membesar.
Apa yang menyebabkan pseudocyesis? Berdasarkan salah satu teori, pseudocyesis disebabkan oleh konflik emosi. Keinginan yang kuat untuk segera hamil atau ketakutan akan kehamilan dapat menciptakan konflik internal. Hal ini membuat ptuitari mengubah keseimbangan hormon kewanitaan (LH dan FSH) dan berakibat tubuh mengalami proses perubahan seperti layaknya kehamilan normal.
Pengaruh pikiran pada wanita pseudocyesis mengubah tubuhnya secara ekstrim sehingga menjadi seakan-akan hamil. Mempertimbangkan segi kultural, hal ini menjelaskan angka probabilitas kejadian pseudocyesis sekitar 1:200 pada abad ke-17 menjadi 1:10.000 pada abad ke-20. Pada abad 17-an kehamilan wanita menikah sedemikian penting sehingga menjadi tekanan sosial budaya bila seorang wanita tidak segera hamil setelah menikah. Hal ini tidak terjadi pada abad ke-20 saat ini.
Ada sebuah laporan kasus medis (sekitar 1930-an) yang menyatakan bahwa satu minggu setelah pembedahan perut wanita pseudocyesis untuk mengambil kumpulan lemak perutnya, pasien kembali lagi dengan perut yang bahkan lebih besar. Bahkan kali ini wanita tersebut mengaku dia mengandung anak kembar!
Kepribadian Ganda
Pernahkah anda menonton film Fight Club? Bagi anda yang suka film model indie sejenis ini, mungkin anda ingat bahwa film ini yang bercerita seputar hubungan aneh antara pemeran utama tanpa nama (Edward Norton) dengan Tyler Durden (Brat Pitt) yang tukang berantem. Akhir film ini sangat mengejutkan ternyata dua orang yang berbeda itu adalah orang yang sama tetapi mengalami kelainan kepribadian ganda (multiple personality disorder). Sang pemeran utama tidak menyadari bahwa Tyler Durden adalah dirinya sendiri.
Kelainan kepribadian ganda (multiple personality disorder) adalah diagnosis psikitatri yang menggambarkan kondisi tentang seseorang yang memiliki beberapa kepribadian yang berbeda, masing-masing dengan pola persepsi dan interaksi dengan lingkungan yang berbeda antara satu dengan lainnya. Hal ini juga berakibat memori satu tidak aktif ketika kepribadian lainnya sedang mengambil alih. Gangguan kepribadian ganda terjadi di luar efek fisiologis zat kimia atau kondisi medis umum, seperti misalnya yang ditemui pada orang yang mabuk alkohol.
Kepribadian yang berbeda dapat menghasilkan petunjuk fisiologis yang berbeda. Ada beberapa pasien kepribadian ganda yang dapat berubah berbagai aspek fisiknya sesuai dengan kepribadian yang sedang aktif. Hal ini terjadi misalnya pada parameter visual, pribadi satu mengalami rabun jauh, sedangkan pribadi lain mengalami rabun dekat. Lebih ekstrim lagi, mata biru dapat berubah menjadi warna coklat setiap kali terjadi perubahan kepribadian.
Beberapa temuan fisiologis yang berbeda lainnya juga terjadi misalnya pada kasus di mana pribadi satu menderita diabetes dengan kandungan gula darah tinggi, sedangkan pribadi lain memiliki kandungan gula darah normal. Perubahan fisik ini terjadi pada seseorang saat dia mengalami peralihan kepribadian.
***
Dari beberapa cerita di atas, dapat dilihat bagaimana pikiran dapat mempengaruhi tubuh dari sisi medis dan psikiatri. Masih ada beberapa lagi contoh menarik dari sisi-sisi lain yang akan diceritakan pada tulisan selanjutnya, yaitu OPW : Pikiran dan Tubuh (Bagian III).
Pseudocyesis
Dari dunia medis, semenjak 300 SM sudah ada sumber tertulis mengenai sebuah gangguan bernama pseudocyesis, atau kehamilan palsu. Simptom pseudocyesis sulit dibedakan dengan kehamilan pada umumnya : perut membesar dan payudara berikut putingnya membengkak. Mual, muntah, ‘ngidam‘ terjadi dan menstruasi berhenti pada masa ‘kehamilan’ ini.
Seperti layaknya kehamilan pada umumnya, sembilan bulan kemudian wanita yang mengalami pseudocyesis akan mengalami perut ’mules’ seperti layaknya proses kelahiran normal. Sebenarnya tidak ada janin dalam kandungan wanita ini, meskipun ada juga ahli kandungan yang terkecoh oleh hal ini. Bila dilakukan USG, tidak ada tanda kehidupan janin dalam perut wanita ini dan bila dilakukan pembedahan, yang dikeluarkan hanya kumpulan lemak yang membesar.
Apa yang menyebabkan pseudocyesis? Berdasarkan salah satu teori, pseudocyesis disebabkan oleh konflik emosi. Keinginan yang kuat untuk segera hamil atau ketakutan akan kehamilan dapat menciptakan konflik internal. Hal ini membuat ptuitari mengubah keseimbangan hormon kewanitaan (LH dan FSH) dan berakibat tubuh mengalami proses perubahan seperti layaknya kehamilan normal.
Pengaruh pikiran pada wanita pseudocyesis mengubah tubuhnya secara ekstrim sehingga menjadi seakan-akan hamil. Mempertimbangkan segi kultural, hal ini menjelaskan angka probabilitas kejadian pseudocyesis sekitar 1:200 pada abad ke-17 menjadi 1:10.000 pada abad ke-20. Pada abad 17-an kehamilan wanita menikah sedemikian penting sehingga menjadi tekanan sosial budaya bila seorang wanita tidak segera hamil setelah menikah. Hal ini tidak terjadi pada abad ke-20 saat ini.
Ada sebuah laporan kasus medis (sekitar 1930-an) yang menyatakan bahwa satu minggu setelah pembedahan perut wanita pseudocyesis untuk mengambil kumpulan lemak perutnya, pasien kembali lagi dengan perut yang bahkan lebih besar. Bahkan kali ini wanita tersebut mengaku dia mengandung anak kembar!
Kepribadian Ganda
Pernahkah anda menonton film Fight Club? Bagi anda yang suka film model indie sejenis ini, mungkin anda ingat bahwa film ini yang bercerita seputar hubungan aneh antara pemeran utama tanpa nama (Edward Norton) dengan Tyler Durden (Brat Pitt) yang tukang berantem. Akhir film ini sangat mengejutkan ternyata dua orang yang berbeda itu adalah orang yang sama tetapi mengalami kelainan kepribadian ganda (multiple personality disorder). Sang pemeran utama tidak menyadari bahwa Tyler Durden adalah dirinya sendiri.
Kelainan kepribadian ganda (multiple personality disorder) adalah diagnosis psikitatri yang menggambarkan kondisi tentang seseorang yang memiliki beberapa kepribadian yang berbeda, masing-masing dengan pola persepsi dan interaksi dengan lingkungan yang berbeda antara satu dengan lainnya. Hal ini juga berakibat memori satu tidak aktif ketika kepribadian lainnya sedang mengambil alih. Gangguan kepribadian ganda terjadi di luar efek fisiologis zat kimia atau kondisi medis umum, seperti misalnya yang ditemui pada orang yang mabuk alkohol.
Kepribadian yang berbeda dapat menghasilkan petunjuk fisiologis yang berbeda. Ada beberapa pasien kepribadian ganda yang dapat berubah berbagai aspek fisiknya sesuai dengan kepribadian yang sedang aktif. Hal ini terjadi misalnya pada parameter visual, pribadi satu mengalami rabun jauh, sedangkan pribadi lain mengalami rabun dekat. Lebih ekstrim lagi, mata biru dapat berubah menjadi warna coklat setiap kali terjadi perubahan kepribadian.
Beberapa temuan fisiologis yang berbeda lainnya juga terjadi misalnya pada kasus di mana pribadi satu menderita diabetes dengan kandungan gula darah tinggi, sedangkan pribadi lain memiliki kandungan gula darah normal. Perubahan fisik ini terjadi pada seseorang saat dia mengalami peralihan kepribadian.
***
Dari beberapa cerita di atas, dapat dilihat bagaimana pikiran dapat mempengaruhi tubuh dari sisi medis dan psikiatri. Masih ada beberapa lagi contoh menarik dari sisi-sisi lain yang akan diceritakan pada tulisan selanjutnya, yaitu OPW : Pikiran dan Tubuh (Bagian III).