Ada kenikmatan tersendiri berjalan menyusuri pinggiran jalan raya. Di bawah terik matahari, menarik nafas dengan sedikit bau asap kendaraan, diiringi dengan musik khas berupa bunyi gas dan klakson mengiringi perjalanan. Dinding adalah galeri grafiti artis sekolahan yang masih segar. Sering juga, pedagang kaki lima berteriak memanggil agar kita bersedia menengok ke dagangannya.
Dari beberapa kali perjalanan, seringku menemukan pencerahan di lokasi yang unik ini. Pinggiran jalan raya adalah kesempitan di ruang terbuka. Ia merupakan media hijrah manusia. Ia sejenis jendela terhadap dunia realitas. Ia mengundang pencarian ilmu pengetahuan. Ia penggalian hikmah. Ia ialah ilham.
Pinggiran jalan raya adalah sebuah paradoks, karena ia adalah kesempitan pada ruangan terbuka. Lebarnya sering kali hanya cukup untuk satu orang karena lebar sebelumnya telah dipotong untuk pelebaran jalan raya. Kadang-kadang, lebar yang sudah minim ini sering dibagi lagi oleh klaim teritorial pedagang kaki lima yang mencari nafkah. Kadang-kadang malah, tidak bisa sama sekali dilewati bila sedang ada galian kabel atau gorong-gorong.
Pinggiran jalan raya merupakan media hijrah manusia. Di jalur yang sempit ini, manusia hijrah berpindah dari titik satu ke titik yang lain. Dengan berjalan kaki, manusia menghijrahkan pribadinya dari tempat satu ke tempat lain. Dengan berdagang di kaki lima, manusia menghijrahkan keluarganya dari ketidakberdayaan ekonomi menjadi keberdayaan ekonomi. Dengan menggali kabel dan gorong-gorong, manusia menghijrahkan masyarakatnya dari ketertinggalan teknologi menjadi kemajuan teknologi.
Oleh karena itu, pinggiran jalan raya menjadi sejenis jendela terhadap dunia realitas, dunia yang senyata-nyatanya. Ternyata ia tidak hanya memiliki fungsi dasar saja sebagai tempat orang berjalan, tetapi juga memiliki fungsi ekonomi bagi banyak keluarga dan fungsi pengorbanan demi perkembangan teknologi bagi masyarakat. Bahwa di balik itu, ada suatu kenyataan bahwa kesempitan pinggiran jalan raya ini menyebabkan timbulnya berbagai ‘tambahan’ fungsi yang tidak kalah penting.
Fungsi yang kalau dihilangkan, lebih dari 12 ribu keluarga di Jakarta saja yang bergantung dari bisnis kaki lima yang akan kehilangan keberdayaan ekonominya. Fungsi pengorbanan yang kalau dihilangkan, pengembangan fasilitas listrik, telepon, gas, internet, drainase dan berbagai kebutuhan teknologi lainnya tidak usah diomong-omongkan lagi.
Realitas pinggiran jalan raya ini selalu menarik untuk dijadikan bahan pengamatan dan diteliti oleh ilmu pengetahuan. Berapa penelitian yang sudah dihasilkan sosiologi pinggiran jalan raya sangat terkenal dengan topik anak jalanannya? Berapa banyak arsitek pinggiran jalan raya juga tidak hentinya membuat rancangan terbaiknya untuk menemukan desain terbaik untuk mengakomodir berbagai fungsinya ?
Bagiku sendiri, pinggiran jalan raya adalah tempat yang sederhana dan jujur. Ia adalah tempat belajar kebijaksanaan. Ia adalah tempat memahami sumber keindahan sekaligus keburukan. Ia adalah tempat mempertanyakan hidup. Sebab katamu kan, “Hidup yang tidak dipertanyakan itu adalah hidup yang tidak patut dilanjutkan.”
Bagiku, pinggiran jalan raya adalah ilham.
18 November 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar